Angin malam semakin dingin, dekapan tangan Daijun terasa hangat membuat Liu Yu masih enggan diajak pulang.
"Liu Yu, kau tak ingin pulang? Ini sudah larut dan anginnya makin dingin," tanya Daijun memandangi gadis di sebelahnya yang masih menikmati pemandangan di depannya.
"Belum, aku masih ingin menikmati tempat ini," Liu Yu menjawabnya dengan santai, dan mengeratkan pelukannya di pinggang Daijun dan menyandarkan kepalanya.
"Kenapa, kau suka sekali kesini?" Daijun mengernyitkan dahi dengan tatapan heran kenapa Liu Yu sangat suka tempat ini.
Liu Yu memandang Daijun dengan tatapan mata yang dalam sebelum bercerita tentang tempat kesukaannya itu.
"Dulu, ayah sering mengajakku dan ibu kesini sejak aku kecil, tempat ini juga menjadi tempat terakhir yang dikunjungi ayah sebelum meninggal," ucapan Liu Yu membuat Daijun tertegun. Tapi tak ada pancaran kesedihan di wajah Liu Yu, justru perasaan senang yang muncul di benaknya karena ia mengunjungi tempat kesukaannya dan ayahnya, bersama seorang laki-laki yang akan menjadi suaminya.
"Maafkan aku, aku tak tahu hal itu," Daijun mengerti situasi.
"Tak apa, sayang. Dulu memang ayah selalu mengajakku kesini tiap hari ulang tahunku, merayakannya bersama-sama. Tapi meskipun kali ini dan nanti ayah tak akan hadir di ulang tahunku, aku tahu ayah akan senang saat aku mengajak laki-laki yang akan menikahiku ke tempat kesukaan kami," Liu Yu mengusap pipi Daijun dan mengecupnya.
Daijun mengusap puncak kepala Liu Yu, hatinya hangat. Gadis yang membuatnya agak sebal saat pertama kali bertemu, justru membuatnya berkali-kali jatuh cinta hingga berani melamarnya di depan pandangan mata banyak orang.
"Liu Yu, sayang," Daijun menatap mata Liu Yu yang melihatnya sedari tadi.
"Ya, sayangku," jawaban Liu Yu membuat Daijun gemas dan mencubit pipinya. Liu Yu tertawa dengan tingkah Daijun.
"Lusa kan akhir pekan, adakah tempat yang ingin kamu kunjungi?" tanya Daijun lembut pada Liu Yu.
"Ah, ya ada. Aku ingin mengunjungi tempat pemakaman ayah untuk menyapanya," Liu Yu mengajukan tempat yang ingin dia datangi bersama Daijun. Rindu pada ayahnya mungkin akan terobati jika ia mengunjungi tempat ayahnya dimakamkan.
"Baiklah, kita akan kesana nanti. Aku juga ingin meminta restunya untuk menikahi putri gadisnya yang cantik ini," goda Daijun pada Liu Yu, membuat Liu Yu mencubit pinggangnya pelan karena gemas.
Angin berhembus makin dingin, begitu pun tangan Liu Yu yang gemetaran karena dingin. Daijun menggenggam tangan Liu Yu erat dan mengajaknya pulang. Kali ini Liu Yu tak menolak dan terus mengikuti langkah Daijun yang menggenggam tangannya menuju ke mobil.
*Everytime I see you..*
Handphone Liu Yu berbunyi, nama ibunya muncul di layar handphonenya.
"Tunggu, Daijun. Ibuku menelfon," ucapan Liu Yu menghentikan langkah kaki Daijun.
"Angkatlah dulu," Daijun menunggu Liu Yu menjawab telfon.
Liu Yu langsung memencet tombol di layar handphonenya dan berbicara.
"Halo, ibu," ucapnya lirih di telfon.
"Liu Yu, nanti kau bisa tidur sendiri di rumah? Karena ibu harus ke rumah bibimu, dia sedang sakit keras, mungkin ibu akan pulang ke rumah hari minggu nanti," ucap ibunya di telfon.
"Ah, ya, ibu. Ibu hati-hati kesananya," Liu Yu menutup telfonnya dan berjalan ke arah Daijun yang menunggu di depan pintu mobil.
"Sudah? Apa ibu mencarimu?" tanya Daijun melihat Liu Yu datang.
"Tidak, ibu memberi kabar jika ia harus ke tempat bibi karena bibi sakit. Mungkin ibu akan pulang hari minggu, jadi aku disuruh menunggu di rumah," ucap Liu Yu santai.
"Ah, tapi aku belum pernah tidur sendirian di rumah, jadi agak takut, hehehe," Liu Yu terkekeh karena ia memang takut jika sendirian di dalam rumah. Daijun mengangguk mengerti.
"Oh begitu ya, karena ini sudah malam, bagaimana jika kau menginap di apartemenku saja? Kebetulan di sana ada 2 kamar, jadi kau bisa memakai salah satunya," ucap Daijun.
"Tidak, tidak, nanti malah merepotkanmu, lagi pula aku tak bawa baju," jawab Liu Yu pada Daijun yang berharap ia mau menerima tawarannya.
"Soal itu, biar aku yang urus, tenang saja," Daijun membukakan pintu mobil dan Liu Yu masuk ke dalam.
"Baiklah," jawab Liu Yu.
Mereka menuju apartemen bergaya modern minimalis tidak seberapa jauh dari Namsan Tower.
"Ini apartemenmu?" tanya Liu Yu heran.
"Ya, mari masuk," ajak Daijun pada Liu Yu. Ruangan dalam apartemen itu terlihat luas.
"Kamarmu ada di lantai atas sebelah kiri," ucap Daijun menunjukkan kamar yang akan di tempati Liu Yu. Liu Yu mengangguk dan naik ke lantai 2.
"Lalu kau?" tanya Liu Yu sambil menoleh pada Daijun.
"Kamarku ada di sebelah kamarmu," Daijun tersenyum dan masuk ke kamarnya mengambil beberapa baju yang mungkin bisa dipakai tidur Liu Yu.
"Kau bisa pakai bajuku, yah mungkin agak kebesaran sedikit. Setidaknya kau nyaman saat tidur," Daijun menyerahkannya pada Liu Yu. Liu Yu menerimanya dan masuk ke kamarnya, lalu ia mandi.
Daijun tengah membuat 2 cangkir coklat hangat, ia menoleh saat Liu Yu mendekatinya.
"Agak kebesaran ya?" tanya Liu Yu sambil tersenyum.
"Kau, cocok memakainya. Mari duduk di sofa kita minum coklat hangat," Daijun meminta Liu Yu duduk di sofa dan menyerahkan secangkir coklat hangat.
"Hmm harum, ini kesukaanku, terima kasih," Liu Yu menyeruputnya pelan. Membuat muka Daijun memerah melihat gadis di depannya terlihat manis saat minum.
Setelah berbincang dan menghabiskan isi cangkir masing-masing mereka menuju kamar masing-masing dan tidur.
---
"Wah, aku bisa terlambat," gumam Liu Yu melihat jam di layar handphonenya.
"Eh," tangan Liu Yu menyentuh lengan seseorang di sebelahnya.
"Aakkhh..." Liu Yu berteriak melihat seseorang tidur di sebelahnya dan memukul-mukulnya dengan bantal.
"Jangan teriak-teriak, berisik ini masih pagi," Daijun bergumam dan membuka matanya.
"Kau, kenapa kau tidur disini? Ini kan kamarku," Liu Yu mengecek tidak ada yang terjadi pada dirinya, ternyata masih aman.
"Ini rumahku," jawab Daijun mengerutkan dahi. Ia belum benar-benar sadar jika Liu Yu semalam menginap di apartemennya. Saat sadar dan melihat Liu Yu memandanginya dengan tatapan tersenyum ia langsung bangun.
"Eh, ah, maaf. Aku salah masuk kamar, tapi sungguh tidak ada yang terjadi," ucapnya meyakinkan Liu Yu. Liu Yu hanya terkekeh melihat Daijun.
"Sudahlah, pagi sayang," Liu Yu mencium pipi Daijun dan berlalu untuk mandi.
"Pagi juga, eh," Daijun ngeloyor pergi keluar dari kamar Liu Yu ke kamarnya. Ia menaruh baju kerja untuk Liu Yu di tempat tidur Liu Yu, ia meminta Chaerin membeli dan mengirim baju itu lewat kurir sebelum berangkat sekolah.
"Kau sedang apa?" tanya Liu Yu yang sudah selesai bersiap-siap pada Daijun yang tengah memasak di dapur.
"Oh, cuma buat omelet untuk sarapan, duduklah biar aku yang siapkan," ucap Daijun pada Liu Yu.
Liu Yu hanya menurut dan langsung duduk di meja makan. Ia mencicipi omelet buatan Daijun, harumnya menggoda sekali menurut Liu Yu.
"Hmm, baunya sedap sekali," ia menyendoknya ke mulut. Liu Yu benar-benar suka rasa masakan Daijun membuatnya lahap makan.
"Hati-hati, belepotan," Daijun mengambil tissu dan mengelap bibir Liu Yu.
"Ahh, jangan begini, aku malu," Liu Yu menutup mukanya yang merah karena sikap Daijun. Daijun tertawa.
"Padahal aku cuma mengelap bibirmu, bukan menciummu, sayang. Kenapa mukamu bisa seperti kepiting rebus, hahaha," Daijun menggoda Liu Yu membuatnya sebal dan menyuapkan satu sendok penuh omelet ke mulut Daijun.
"Akhh, kau," Daijun mengeluh dan membuat Liu Yu tertawa.
Mereka menyelesaikan sarapan dan pergi ke kantor bersama.