Satu minggu, waktu yang sangat singkat dari tante Inggrid. Pandu dan Aden harus bisa mengumpulkan uang lima puluh juta dalam waktu sesingkat itu.
Sebenarnya Aden merasa tidak yakin akan bisa mendapatkan uang itu. Hampir semalaman ia tidak bisa tidur karena kepikiran.
Kadang pikiran labil datang dengan sendirinya. Aden membayangkan kalau ia menerima tawaran tante Inggird, pasti ia akan mendapatkan banyak uang dan tanpa harus mengganti rugi baju tante Inggrid. Tapi nasehat dari Dadang dan juga Pandu, membuat Aden selalu menghela napas.
Selain itu sifat tante Inggrid membuat Aden bergidig merinding, dan malas menerima tawaran itu.
Tidur larut malam membuat Aden terlihat lesu pagi itu. Wajahnya nampak tidak bersemangat saat melayani anak-anak yang membeli ciloknya.
Terlihat Pandu baru saja sampai di pintu gerbang sekolah. Hari itu ia berangkat sekolah tidak diantar sama sopir pribadi, melainkan membawa motor Lukman yang belum ia kembalikan. Setelah memarkirkan motor, Pandu berjalan santi mendekati Aden, sambil merapihkan tas yang mencangklong di sebelah pundaknya.
Aden dan Pandu saling melempar senyum, saat pandangan keduanya bertemu.
Karena Aden sedang sibuk melayani pembeli, sehingga Pandu langsung mengambil kursi plastik milik Aden, dan duduk di dekat Aden. Pandu mengambil HP untuk menunggu Aden, sambil sesekali ia memperhatikan kesibukan Aden.
Beberapa menit kemudian, Aden sudah selesai melayani anak-anak sekolah yang membeli ciloknya. Ia berjalan mendekati Pandu, kemudian menjatuhkan pantatnya di atas rumput, di dekat Pandu yang sedang duduk di kursinya. Wajahnya datar tanpa ekspresi menatap Pandu yang juga sedang menatapnya.
"Kok loyo amat?" Ucap Pandu. Ia bisa melihat wajah Aden yang sedang tidak bersemangat.
Aden menarik kedua ujung bibirnya, dan tersenyum tipis, "nggak bisa tidur aku." Jelas Aden.
"Kenapa?"
"Kepikiran." Jawab Aden, kemudian ia menghela napas untuk melegakan hatinya. Tatapan matanya datar menatap Pandu. "Satu minggu," ucap Aden yang terlihat putus asa, meskipun Pandu akan membantunya dengan bekerja menjadi model.
"Gue udah bilang, gue bakal bantu. Lu nggak usah putus asa gitu." Pandu tersenyum simpul memberikan semangat buat Aden. "Dari pada ngelamun, mending lu pikirin tempat di mana kita bakal ngekos."
"Apa?" Aden terkejut, senyumnya terlihat mengembang, "kamu mau kos bareng aku?" Ucapnya seolah tidak percaya dengan yang ia dengar barusan.
Pandu menjawabnya dengan mengangguk sambil tersenyum. "Gue udah bilang sama nyokap gue, katanya nggak papa kalo cuma satu bulan kos."
Meski mereka hanya punya waktu satu minggu, tapi jarang sekali kos-kosan yang menerima anak kos hanya satu minggu saja. Minimal satu bulan. Lalu dengan memaksa ibunya dan memberi alasan tugas sekolah, akhirnya ibu Veronica mengijinkan. Itung-itung latihan mandiri. Tapi tetap saja banyak larangan dan nasehat yang harus Pandu penuhi.
"Lu sendiri gimana? Bolehkan sama keluarga lu?" Imbuh Pandu bertanya.
"Aku udah bilang sama teteh, sama aa, biar enggak jauh berangkat jualannya. Nggak papa katanya, tapi nanti kalo enggak betah suru balik lagi." Jelas Aden.
"Bagus deh kalo gitu, berarti kita tinggal pikirin nyari kosannya." Ucap Pandu. "Lu ada pandangan?"
"Ada, nggak jauh dari sekolahan, ke tempat pemotertan juga deket, tapi yaitu." Aden mengerutkan kening, ia tidak yakin orang sekaya Pandu akan suka dengan kos-kosan yang dimaksud olehnya.
"Tapi kenapa?" Tanya Pandu.
"Tempatnya kecil, terus kamar mandi sama dapur barengan ama yang lain. Kamarnya juga cuma satu ruangan, jadi tidurnya barengan. Kayaknya mah, kamu bakal enggak mau." Jelas Aden.
"Kenapa emangnya? Kok bisa gue nggak mau?"
"Rumahmu-kan bagus, takutnya kamu enggak akan betah, apalagi nanti kita tidurnya barengan."
Penjelasan Aden membuat Pandu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berdecak heran. "Buat sekarang ini kita nggak usah mikirin tempat bagus, yang penting bisa tidur nyenyak, itu aja. Yang penting kan, lu nggak capek anter jemput gue."
Kata-kata Pandu membuat Aden merasa lega, ia tidak menyangka ternyata Pandu sebaik itu. Aden merasa bahagia, karena bisa mendapatkan teman yang baik, meskipun kaya tapi tidak sombong.
"Iya..." Aden setuju dengan yang dikatakan Pandu Barusan. "Trus kapan kita mau liat tempat kosnya?"
"Deketkan?" Tanya Pandu.
Aden hanya mengangguk kan kepalanya untuk mengiyakan pertanyaan Pandu.
"Kalau gitu nunggu gue istirahat aja," usul Pandu.
"Yaudah kalo gitu." Ucap Aden.
Beberapa saat kemudian, terlihat mobil Aldo berhenti di depan pintu gerbang. Setelah Lukman dan Tristant turun dari mobil, Aldo menjalankan mobilnya masuk ke halaman sekolah untuk diparkirkan.
Lukman dan Tristant berangkat bersama dengan mobil Aldo, karena semalam mereka menginap di rumah Tristant. Meskipun Aldo pendiam, tapi kalau dengan orang yang memiliki hoby dan selera yang sama ia nyambung dan jadi banyak bicara.
Karena terlalu asik membaca dan membahas soal komik sampai larut malam, akhirnya Aldo memutuskan untuk bermalam di rumah Tristant.
Begitupun dengan Lukman, Karena khawatir Aldo akan melakukan hal serupa, seperti yang ia lakukan kepada Tristant, itu sebabnya Lukman terpaksa ikut menginap. Lukman menjaga, supaya Tristant dan Aldo tidak melakukan hal yang tidak diinginkannya.
Pandu dan Aden secara bersamaan melihat Lukman dan Tristant yang sedang berjalan mendekati mereka. Keduanya mengerutkan kening, heran melihat tingkah Lukman dan Tristan yang seperti tikus dan kucing.
Saat sedang berjalan Lukman pun masih sempat meledek Tristant dengan mendorong kedepan bagian belakang kepala Tristant. Sehingga membuat yang diperlakukan seperti itu marah, dan memukul perut Lukman.
Pertengkaran kecil antara Lukman dan Tristant, terjadi sampai keduanya sudah berada di dekat Pandu dan Aden.
"Kalian berangkat bareng?" Tanya Pandu ketika Lukman dan Tristant sudah berada di hadapannya.
"Iya," serga Tristant, "semalem kak Lukman sama kak Aldo minep tempat gue kak."
"Oh.." ucap Pandu sambil memanyunkan bibir bagian bawahnya. "Tumben..."
"Lukman!"
Suara Salsa mengalihkan perhatian Lukman dan yang lainya. Terlihat Tristant memutar bola matanya malas saat melihat Salsa berlari kecil mendekati mereka.
"Lu kemana aja sih?" Tanya Salsa sambil memeluk lengan Lukman. "Akhir-akhir ini lu susah banget gue temuin, semalam juga chat gue nggak lu bales." Protes Salsa. Wajahnya terlihat kesal.
"Aduh sorry sayang..." bujuk Lukman mencolek dagu Salsa. "Gue bener-bener sibuk," ucapnya berbohong.
"Halah alesan, sibuk apaan. Lu nggak lagi ngehindar dari gue kan?" Salsa menatap Lukman dengan tatapan penuh selidik.
"Ya enggak lah sayang, mana mungkin sih gue ngehindar dari pacar gue, cewek paling cantik se dunia, putri Indonesia aja kalah."
Rayuan Lukman membuat Salsa lupa akan kekesalannya, dan terlihat senyumnya mengembang. "Dasar gombal," ucap Salsa sambil mencubit pinggang Lukman.
Manik mata Lukman melirik ke arah Tristant, ia ingin tahu bagaimana ekspresi wajah Tristant. Apa ada tanda-tanda cemburu atau tidak. Kalau Tristant cemburu artinya Lukman sudah berhasil membuat Tristant beralih menyukainya dari pada Pandu, dan tinggal memberi tanda centang di daftar catatan pribadinya.
Dan sialnya, Tristant tidak bisa membohongi perasaannya. Karena sudah tiga kali mengoral alat kejantanan Lukman membuatnya ingin memiliki Lukman seutuhnya. Wajah Tristant benar-benar terlihat tidak suka melihat Salsa memeluk Lukman. Dan ia makin kesal mendengar rayuan gombal dari Lukman untuk Salsa. Tapi Tristant bisa apa? Ia hanya bisa diam sambil menelan ludah menahan rasa dongkol nya.
Jadi kalau boleh jujur, perasaan Tristant sudah mulai bergeser kepada Lukman.
Rasanya ingin sekali Tristant menjambak rambut panjang Salsa sambil memakinya. Tapi untung saja Tristant masih punya otak yang waras, ia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri di depan umum.
Melihat raut wajah cemburu Tristant, adalah kesenangan tersendiri bagi Lukman. Rasanya puas sekali.
"Pokoknya ntar pulang sekolah lu temenin gue ke mall, habis itu kita nonton." Pinta Salsa dengan gaya manja.
Lukman melirik ke arah Tristant senyum kemenangan tersungging di wajahnya. Ia benar-benar bisa melihat wajah Tristant seperti cemburu.
"Oke sayang, pokoknya hari ini spesial buat lu ratu ku..."
Rayuan gombal dari Lukman membuat rona wajah Salsa memerah. Apalagi Lukman memuji Salsa di depan umum, gadis itu semakin melambung dibuatnya.
Tapi bagi Tristant mendengar rayuan itu, seperti membuat lubang kecil di hatinya. Dan tubuhnya mendadak panas dingin.
"Kak gue ke kelas duluan," Tristant berlalu meninggalkan Pandu dan yang lainnya.
"Trist lu mau kemana?" Tanya Aldo yang baru saja sampai di tempat Aden berjualan cilok, setelah ia memarkirkan mobilnya.
Tristant menghentikan langkah dan berhadapan dengan Aldo. "Ke kelas kak, bete gue." Ucapnya.
"Oh.. eh ntar pulang sekolah gue boleh ke rumah lu lagi nggak?" Ijin Aldo. "Ternyata komik lu lengkap juga ya?"
Meski sedang kesal tapi Tristant berusaha tersenyum kepada Aldo, "boleh kok kak, nginep lagi juga boleh," ucapnya.
"Oke deh kalau gitu gue nginep lagi tempat lu," Aldo memberikan acungan jempol kepada Tristant. "Ntar pulang sekolah lu gue jemput di sini," pesan Aldo.
"Iya kak," jawab Tristant sambil berlalu meninggalkan yang lainnya.
Mendengar janjian antara Aldo dan Tristant tiba-tiba saja perasaan Lukman menjadi gelisah. Lukman diam sambil berpikir, dan matanya lurus menatap punggung Tristant yang sudah menjauh. Lukman tidak ingin jika Aldo hanya berdua dengan Tristant. Meskipun Aldo laki-laki normal, tapi bisa saja kan Tristant menggoda Aldo, lalu Aldo pun tidak bisa nolak. Dan anehnya, Lukman tidak ingin hal itu sampai terjadi kepada Aldo dan Tristant.
"Yuuk ah..." lamunan Lukman membuyar saat Salsa menarik pergelangan tangannya.
"Gue duluan..." ucap Lukman berpamitan.
"Yaudah Den gue juga ke kelas ya," pamit Pandu yang dibalas dengan acungan jempol sama Aden. "Jam istirahat jangan lupa," imbuhnya mengingatkan.
"Oke."
Kemudian Pandu berjalan memasuki halaman sekolah, dan di ikuti Aldo di sebelahnya.
"Mau ngapain jam istirahat?" Tanya Aldo.
"Kepo," jawab Pandu.
Setelah semua anak-anak masuk ke halaman sekolah, Aden mendudukan pantatnya di rumput. Punggungnya menyandar pada pohon akasia.
Aden menarik napas dalam-dalam kemudian ia hembuskan secara perlahan. "Hems... satu minggu," desis Aden.
~♡♡♡~
Tidak terasa waktu istirahat sudah tiba, saat ini Pandu dan Aden sudah berada di tempat kos yang akan mereka sewa.
"Ini kamarnya," ucap pemilik kos sambil membukakan pintunya. Setelah pintu terbuka Pandu dan Aden secara bersamaan masuk kedalam kamar kos yang luasnya hanya 3x4m saja. "Kamarnya kecil, tapi kalo buat berdua masih cukup." Imbuh pemilik kos itu.
Pandu dan Aden saling berpandangan, dan memberikan senyum khasnya masing-masing. Sepertinya mereka cocok dengan tempat kosnya.
Tempatnya memang kecil, fasilitasnya hanya satu kasur busa, saty bantal dan dua guling. Kemudian ada lemari kecil yang terbuat dari plastik dan meja beajar lengkap dengan kursinya.
Terdengar pemilik kos itu menjelaskan seluk beluk tempat kosnya. Sama persis dengan apa yang diberitahukan oleh Aden kepada Pandu tadi pagi.
"Gimana? Apa jadi kos di sini?" Tanya pemilik kos setelah ia menjelaskan semuanya.
"Iya kami ambil bu," jawab Pandu yakin.
Aden refleks menoleh ke arah Pandu dan tersenyum simpul.
"Kapan mulai ditempati?"
"Malam ini bu," jawab Pandu kembali.
"Ohyaudah kalau gitu, ini udah ibu bersihkan jadi tinggal nempati aja. Itu kuncinya masih di pintu." Ucap pemilik kos sambil menunjuk ke arah pintu.
Pandu dan Aden hanya menganggukan kepalanya.
"Udah jelaskan, ibu tinggal dulu, silahkan kalau mau istirahat, pembayarannya boleh nanti aja gak papa. Ibu mau nerusin masak di dapur."
"Oh iya... makasih bu," ucap Aden.
Beberapa saat kemudian pemilik kos pun keluar dari kamar, meninggalkan Pandu dan Aden.
Setelah pemilik kos keluar, Aden berjalan santai mendekati kasur busa yang mengampar di lantai. Tidak ada dipan. Aden menjatuhkan bokongnya di kasur, dan di ikuti Pandu, duduk berdampingan.
Keduanya saling diam, mereka tampak sedang menebarkan pandangan di tempat baru mereka.
Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Aden hembuskan secara perlahan. Kemudian terlihat ia merebahkan tubuhnya di kasur busa, dan tidur terlentang.
Begitupun dengan Pandu, ia mengikuti apa yang dilakukan Aden. Tidur terlentang menatap langit-langit.
Keduanya terdiam selama beberapa saat. Kemudian terlihat Aden menoleh ka arah Pandu yang masih menatap langit-langit kamar.
"Ndu..." panggil Aden.
Pandu menoleh ke arha Aden, ia tersenyum simpul sebelum menjawabnya. "Ya.."
"Makasih ya, kamu udah mau bantuin aku. Mudah-mudahan kita bisa ngumpulin uang itu. Solanya aku nggak mau jadi assistenya tante Inggrid." Suara Aden terdengar sangat pelan.
"Iya, gue bantu semampu gue. Sorry gara-gara gue lu jadi kena masalah sama tante Inggrid."
Aden tersenyum mendengar kata-kata Pandu. "Tapi gara-gara itu juga aku jadi bisa akreb sama kamu. Aku juga jadi punya banyak kenalan. Makasih udah mau berteman sama aku." Ucap Aden dengan tulus.
Pandu hanya tersenyum untuk menanggapi kata-kata Aden.
Terlihat Aden kembali menatap langit-langit kamar, ia mengehela napas sebelum akhirnya berkata. "Berarti mulai malam ini kita tidur bareng ya di sini."
"Iya," jawab Pandu singkat. Kemudian ia juga menatap langit-langit kamar.
Keduanya kebali terdiam dan suasana kamar menjadi terasa hening.
Suara pesan masuk dari HP Pandu membuyarkan keheningan. Pandu merogoh HP yang ia simpan di saku celana seragamnya. Setelah HP ia ambil ia membuka pesan masuk yang ternyata dari Lukman.
"Ndu... lu di mana? Gue minta tolong dong, nanti motor gue lu bawa lagi kemana kek, biar gue bisa alesan sama Salsa. Gue males anter dia ke mall. Gak tau kenapa gue jadi hoby baca komik sekarang."
Setelah membaca pesan Lukman, terlihat Pandu mulai mengetik kata "ya," untuk membalas pesan Lukman.