17 Mulai perhatian

Aldo menekan klakson mobilnya, isyarat supaya Tristant yang sedang menunggu di depan pintu gerbang segera masuk kedalam mobilnya.

Dengan langkah yang malas dan raut wajah ditekuk, Tristantpun berjalan mendekati pintu mobil Aldo. Tristant membuka pintu bagian depan, dan menutup kembali pintu mobil setelah ia berada di dalam.

"Lu kenapa Trist?" Aldo mengerutkan kening, ia merasa heran dengan ekspresi wajah Tristant yang terlihat murung. "Kalo lu keberatan gue main ke rumah lu nggak papa kok, gue bisa batalin."

Ternyata Aldo lumayan perasa, ia mengira kalau Tristant merasa malas karena ia akan main lagi ke rumahnya.

"Eh... enggak, bukan gitu kak," Tristant merasa gelagapan, ia meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gue cuma lagi kesel sama tugas sekolah, banyak banget, mana harus dikumpul besok lagi."

Akhirnya Tristant bisa spontan menemukan ide untuk berbohong.

"Oh..." untungnya Aldo bisa langsung percaya begitu saja.

Sebenarnya Tristant cuma kepikiran sama Lukman saja. Bagaimana tidak, hari ini Lukman akan pergi ke mall bersama Salsa, setelah itu mereka akan nonton berdua. Tristant membayangkan apa yang akan Lukman lakukan di dalam Bioskop dengan cahaya lampu yang gelap. Kesempatan emas buat cowok playboy seperti Lukman, untuk menggarap cewek secantik Salsa.

Lukman pasti akan merayu, kemudian memeluk, dan men_ "tidaaaaaaaak!" Tristant langsung membuang jauh-jauh pikiran itu, membayangkan pun ia tidak berani. Dan tanpa sadar ia berteriak histeris, sampai membuat Aldo tersentak dan langsung menoleh ke arahnya.

"Trist lu kenapa?" Wajah Aldo terlihat sangat panik, hingga Ia membatalkan niatnya untuk menjalankan mobil.

Tristant terdiam, dan bengong. Ia merasa sangat malu sampai mengerutkan wajah dan menggigit bibir bawahnya. "Duh sorry kak, gue reflek, habis kesel banget gua sama pak Bondan," ucap Tristant, ia harus kembali berbohong untuk menutupi rasa malunya.

"Oh... pak Bondan, gue juga kesel sama guru itu." Ucap Aldo dengan gayanya yang cuek. Kemudian Aldo melanjutkan niatnya untuk menjalankan mobil.

Sedangkan Tristant, karena merasa malu ia hanya diam dan menyandarkan punggungnya di jok mobil.

Sebenarnya wajar sih jika Tristant bersikap demikian. Karena sudah tiga kali, bagian tubuh Lukman yang paling sensitive dan pribadi sudah ia rasakan. Karena hal itu, Tristant jadi berharap banyak dengan Lukman. Ia jadi merasa ingin memiliki apa yang sudah pernah ia nikmati. Dan ia tidak ingin orang lain, ikut juga merasakannya. Apalagi Salsa.

Yah walaupun Tristant tidak tahu dianggap apa dirinya oleh Lukman. Tapi setidaknya, ia sudah mendapatkan dan merasakan bagian tubuh Lukman yang paling sensitive.

Beberapa saat kemudian, belum satu meter mobil Aldo berjalan, tiba-tiba Aldo harus menginjak rem secara mendadak, karena ada seorang remaja yang menghadang tetap di depan mobilnya.

Tristant dan Aldo saling berpandangan sambil mengerutkan kening. Mereka heran dengan tingkah remaja yang tiba-tiba sudah berdiri di hadapan mobil Aldo.

Tok... tok...

Lukman mengetuk kaca mobil di dekat Tristan duduk.

"Apaan?" Tanya Tristant setelah ia menurunkan kaca mobil.

"Eh Lukman lu mau mati ya?" Kata Aldo yang merasa kesal karena terkejut oleh ulah Lukman.

"Buka pintunya," perintah Lukman tanpa menghiraukan kata-kata Aldo. "Gue mau ikut."

Terlihat Aldo membuka kunci pintu mobil dari tombol yang ada di pintu bagian kemudi.

"Yaudah buka aja sih," perintah Tristant sambil menunjuk pintu bagian belakang.

"Gue depan, lu belakang."

Tristant mendengus, ia benar-benar kesal sama tingkah Lukman yang samaunya saja. Tapi ia tidak punya pilihan lain, karena tidak ingin ribut, akhirnya Tristant mengikuti perintah Lukman, duduk di bagian belakang, sedangkan Lukman duduk di jok mobil bagian depan. Berdampingan dengan Aldo.

"Dasar aneh," ucap Aldo sambil kembali menginjak gas mobilnya.

Sedangkan Tristant memanyunkan bibirnya karena masih merasa kesal. Setelah beberapa detik, tiba-tiba Tristant mengkerutkan kening dan tersadar.

Bukannya tadi Lukman punya janji sama Salsa? terus kenapa tiba-tiba Lukman menghadang mobil Aldo?

Apa Lukman membatalkan janji demi Tristant? Atau Lukman tidak ingin Aldo berudaan saja dengan Tristant.

Apa iya Lukman cemburu?

Lalu bagaimana dengan Salsa?

Entahlah.

Apapun itu, yang jelas kebaradaan Lukman bisa membuat senyum Tristant kembali mengembang. Tristant merasa sangat senang, akhirnya ia bisa tidur nyenyak karena tidak perlu membayangkan apa yang akan dilakukan Lukman kepada Salsa.

Yah walaupun Lukman masih terkesan jutek, jual mahal dan galak. Tapi nggak papa deh, yang penting elu ada di deket gue. Pikir Tristant.

"Besok kan minggu, gue mau ikut minep tempat Tristant," ucap Lukman setelah mobil Aldo melaju dengan kecepatan tinggi.

"Suka-suka lu aja deh..." ketus Aldo tanpa menoleh ke arah Lukman. Ia sedang fokus mengemudi.

Sedangkan Tristant yang duduk di belakang, tidak berhenti mengulum senyumnya. Rasanya ia benar-benar sangat bahagia.

~♡♡♡~

Ternyata ide Aden untuk tinggal satu kos bersama Pandu memang benar-benar bermanfaat. Terbukti, karena jika mereka berdua tidak tinggal dalam satu kos pasti akan sangat merepotkan buat Aden.

Tapi berkat mereka tinggal satu kos, Aden tidak perlu lagi merasa kerepotan. Jadi apa yang akan ia kerjakan menjadi lebih singkat, praktis, dan efektif.

Pulang sekolah Aden dan Pandu bisa pulang ke tempat kos secara bersamaan. Yah walaupun masih membawa kendaraan sendiri-sendiri. Karena hari itu, Pandu masih memakai motor Lukman, sesuai dengan ke inginan Lukman. Baru nanti kalau mau berangkat ke lokasi pemotretan mereka berdua akan berboncengan, dengan membawa satu motor saja. Jadi benar-benar hemat waktu dan tenaga Aden.

"Nanti jadwal kamu poto-poto jam berapa?" Tanya Aden sambil membuka pintu kamar kos mereka.

"Jam lima kita OTW biar nggak telat," ujar Pandu.

"Yaudah kalau gitu."

Pandu dan Aden masuk kedalam kos setelah pintu terbuka. Aden berjalan santai ke arah kasur lalu merebahkan tubuhnya di sana. Sedangkan Pandu, setelah mencantolkan tas di balik pintu, ia berjalan mendekati meja lalu mengambil air mineral yang sudah ia siapkan sebelumnya.

Aden terbengong-bengong melihat Pandu saat sedang meminum air mineral. Mungkin karena merasa sangat haus, sehingga dua botol air mineral berukuran tanggung Pandu habiskan sekaligus.

"Den gue ngerokok di sini nggak papa?" Ijin Pandu sambil mengambil bungkus roko di saku seragamnya. Ia harus meminta ijin karena merasa tidak enak kalau Aden akan terganggu dengan asap rokok.

"Nggak papa sok aja," ucap Aden. Meski Aden bukan perokok tapi ia tidak pernah ribet. Aden netral, ia tidak pernah urusan dan tidak pernah terganggu dengan asap rokok.

Setelah menyalakan sebatang rokok dengan pematik, Pandu menghisap dan mengeluarkan asap rokok itu ke atas. Bebas sekali rasanya, ia tidak perlu khawatir akan ditegur sama ibu Veronica.

"Ndu, apa nggak papa kalau nanti aku antar kamu pake baju ini?" Tanya Aden. Ia belum sempat membawa ganti, karena ia belum tahu kalau akan tinggal di tempat kos hari itu juga.

Berbeda dengan Pandu, ia sudah memutuskan untuk langsung tinggal di tempat kos. Sehingga ia sudah membawa beberapa pakaian untuk persiapan.

Manik mata Pandu menelusuri pakaian Aden dari atas sampai bawah. Ia mengkerutkan kening karena hari itu Aden hanya memakai kaos oblong yang sudah agak lusuh, dan celana jeans yang dipotong pendek. Tidak mungkin sekali Pandu membiarkan Aden berpenampilan seperti itu. Bukan apa-apa, ia cuma khawatir di tempat pemotretan akan banyak yang menghinanya.

Pandu diam sambil berpikir, kemudian ia mematikan putung rokok ke dalam asbak. Setelah itu ia berjalan ke arah lemari untuk mengambil baju yang sudah ia siapkan.

"Lu pake baju gue aja," ucap Pandu sambil memilih pakaian yang pas buat Aden. "Celana dalem gimana? lu nggak bawa juga?" Imbuhnya bertanya.

"Iya nggak bawa, kalau celana dalem pake yang aku pakai aja," jawab Aden.

Mendengar jawaban Aden, Pandu hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum nyengir. Kemudian ia memilihkan celana dalam yang masih lumayan baru, lalu menumpuknya diantara baju dan celana jeans yang sudah ia pilihkan untuk Aden.

Pandu berdiri dan berjalan mendekati Aden dengan membawa pakaian, lengkap dengan celana dalamnya. "Lu pake ini aja." Ucapnya.

Aden mengerutkan wajahnya, dan terlihat sungkan. "Aduh, jadi enggak enak aku."

"Udah nggak papa, kita kan tinggal bareng, jadi nggak ada salahnya saling berbagi."

Aden terdiam, ia tertegun dengun kata-kata Pandu barusan. Kemudian ia menarik kedua ujung bibirnya, dan tersenyum simpul.

Begitupun Pandu, ia membalasnya dengan senyum yang menentramkan hati Aden.

Tidak di sangka, Pandu bisa bijak dan lembut juga. Pikir Aden.

Kemudian setelah beberapa menit Pandu dan Aden beristirahat sambil mengobrol. Terlihat Pandu melihat arlogi yang melingkar di pergelangannya.

"Den siap-siap gih?" Perintah Pandu, karena mereka harus berangkat beberapa menit lagi. "Lu mandi duluan ya..." imbuhnya. Karena kamar mandi cuma ada satu, itupun berbagi dengan penghuni kos lain. Jadi Pandu dan Aden harus bergantian.

"Yaudah aku duluan," ucap Aden sambil bangkit dari tidurannya.

Aden keluar dari kamar kos dengan membawa perlengkapan mandi, dan meminjam handuk milik Pandu. Sedangkan Pandu menunggu sampai Aden selesai mandi.

Tidak menunggu waktu lama, Aden sudah kembali masuk ke kamar kos, dengan kondisi rambut semi basah dan telanjang dada. Hanya menggunakan handuk untuk menutupi area pribadinya.

Pandu sempat terkesima saat melihat Aden. Ternyata meskipun masih muda, tapi Aden memiliki tubuh yang lumayan terbentuk, dada bidang, dan lengan yang sedikit kekar.

Jantung Pandu semakin berdebar kencang, saat Aden tanpa ragu membuka handuk di depan matanya. Sehingga ia dapat melihat dengan jelas gundukan besar yang masih terbungkus celana dalam yang ia pinjamkan. Pantatnya juga montok dan terlihat naik ke atas. Selain itu karena Aden sering main sepak bola waktu di kampung, jadi paha dan betisnya sedikit berotot.

"Nih..." ucap Aden sambil memberikan handuk kepada Pandu.

Karena merasa sesama laki-laki, sehingga Aden tidak merasa sungkan, meski hanya memakai celana dalam di depan Pandu.

"Eh... iya," ucap Pandu. Ia merasa sedikit tersentak karena sempat melamun saat menatap betapa seksinya tubuh Aden yang hanya memakai celana dalam saja. "Gu... gue ke kamar mandi dulu," Pandu mengambil handuk dari Aden, dan langsung nyelonong keluar kamar.

Sama seperti Aden, tidak membutuhkan waktu yang lama, Pandu sudah selesai membersihkan tubuhnya. Ia jalan santai menuju kamar kos, hanya dengan memakai handuk saja. Pandu juga mempunyai Tubuh yang bagus, hanya saja tidak sekeras tubuh Aden. Cuma untuk ukuran tinggi, Pandu lebih tinggi sekitar sepuluh senti di atas Aden.

Sesampainya di depan pintu kos, Pandu menghentikan langkahnya. Ia kembali tertegun saat melihat Aden sudah memakai bajunya. Aden terlihat sangat keren dengan celana jeans, dipadukan dengan baju kemeja tangan panjang, yang ukurany pas menempel di badan Aden.

Ternyata kalau memakai pakaian bagus Aden terlihat sangat ganteng. Ini kali pertama Pandu melihat Aden begitu keren.

Aden tersenyum nyengir, melihat Pandu yang masih mematung di depan pintu, "Ndu, ayok..."

Lagi-lagi Pandu dibuat tersentak dan merasa gugup, "oh... iya, Den lu pake sepatu gue aja," ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Aden. Ia masih terpesona sama penampilan Aden.

"Duh, semuanya minjem, dari luar sampai dalam semuanya punya kamu," ucap Aden yang masih merasa sungkan.

"Nggak papa santai aja."

Beberapa saat kemudian Pandu sudah terlihat sangat keren. Sudah biasa sih, Pandu berpenampilan seperti itu, jadi sudah tidak heran lagi. Karena Pandu memang selalu berpenampilan keren dan ganteng.

"Lu yang bawa motor ya," usul Pandu sambil memberikan kunci motor milik Lukman kepada Aden.

Aden terdiam, ia sedang berpikir dan tidak langsung menerima kunci itu. "Pake motor aku aja ya."

"Lho kenapa?"

"Nggak papa sih, lebih nyaman kalau pake punya sendiri." Jelas Aden.

Meski tidak sebagus motor Lukman dan belum lunas, tapi Aden lebih suka memaki motor sendiri. Rasanya tidak ada beban dan tidak menanggung resiko.

"Yaudah, gimana lu aja, yang penting nyampe."

Beberapa saat kemudian, terlihat Pandu dan Aden sudah meluncur membelah jalanan kota Jakarta, untuk menju ke lokasi pemotretan.

"Pegangan yang kenceng, nggak enak bawanya kalo jauh-jauhan gitu," Printah Aden sambil fokus mengemudi.

Karena sudah mendapat perintah dari Aden, yang mulanya Pandu merasa ragu untuk berpegangan, akhirnya ia-pun sudah tidak ragu lagi melingkar kan kedua tangannya di perut Aden.

Sedangkan Aden langsung menambah kecepatan laju motornya, setelah Pandu memeluknya erat.

~♡♡♡~

Malam minggu di kota Jakarta memang sangat ramai dan padat. Meskipun kalau siang hari Jakarta terlihat sumpek, dan semrawut, tapai jika di malam hari Jakarta terlihat sangat indah.

Di sepanjang jalan kota, banyak sekali lampu-lampu kendaran seperti sedang menghiasi jalan raya. Juga lampu-lampu dari gedung pencangkar langit, ikut andil dalam menambah keindahan kota Jakarta.

Malam minggu memang malam yang pas buat mereka para keluarga, sodara dan teman untuk melakukan quality time di tempat-tempat indah yang ada di pusat kota. Banyak remaja-remaja kota yang menghabiskan malam minggu mereka untuk nongkrong di luar rumah.

Tapi tidak dengan Lukman, ia terpaksa mengorbankan malam minggunya hanya untuk mengawasi Tristant dan Aldo agar tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkannya.

Di kamar Tristant, Lukman sedang duduk di atas ranjang. Punggungnya menyandar di sandaran sofa. Untuk menghilangkan rasa bosan, ia menghabiskan waktunya untuk bermain game online.

Meski berada di tempat berbeda, tapi Lukman bisa bermain game dalam satu team bersama Jonathan, Roby, dan juga Alex. Kalau istilah dalam mobile legend, mereka sedang mabar, atau main bareng.

Sesekali manik mata Lukman melirik ke arah, Aldo dan Tristant yang sedang duduk di lantai beralaskan permadani.

Aldo dan Tristant sedang asik membaca komik, sambil sesekali membahas tokoh, atau apapun yang berhubungan dengan komik yang sedang mereka baca.

Kadang Lukman mendengus kesal kalau melihat Aldo dan Tristant sedang tertawa. Mereka sangat terlihat akrab, dan apapun yang mereka bahas selalu nyambung.

Lukman juga kesal, kenapa Aldo jadi banyak omong kalau sama Tristant. Soalnya kalau sedang kumpul bersama teman-teman ia sangat pendiam, dingin, dan sibuk dengan dunianya sendiri.

Setlah bebearapa jam bermain game, Lukman melihat jam yang menempel di dinding, sambil mulutnya menguap.

"Udah malem, belum pada ngantuk apa?" Ucap Lukman dengan suara yang sudah serak.

"Belum," jawab Aldo, "lu kalo udah ngantuk tidur aja duluan."

"Iya kak, tidur dulu aja..." imbuh Tristant.

Lukman membuang napas gusar, ia benar-benar dibuat kesal oleh Tristant dan Aldo. Yah, walaupun mereka tidak bermaksud begitu. Itu hanya perasaan Lukman saja.

"Gue mana bisa tidur kalau lu berdua masih ngobrol," ucap Lukman berbohong. Sebenarnya bukan karena tidak bisa tidur, tapi Lukman tidak mau tidur lebih awal dari mereka. Lukman tidak mau kalau pas ia tertidur, Aldo dan Tristant akan berbuat yang tidak-tidak.

Aldo menoleh ke arah jam dinding, kemudian karena melihat waktu yang ternyata sudah malam, akhirnya ia pun memutuskan untuk tidur.

"Yaudah tidur," ucap Aldo sambil bangkit dari duduknya. Ia berjalan mendekati ranjang sambil memasang muka kesal ke arah Lukman. "Lagian siapa juga yang ngajakin lu ikut." Kesal Aldo setelah ia naik diatas ranjang.

"Bodok," ucap Lukman, sambil menarik selimut tebal untuk menutupi tubuhnya sampai di bagian leher.

Sedangkan Tristant, setelah merapikan koleksi komiknya, ia menyusul Lukman dan Aldo yang sudah berada di ranjangnya.

Tristan mengambil tempat di tengah-tengah antara Lukman dan Aldo yang sudah berbaring saling memunggungi.

"Lampunya matiin Trist," printah Lukman saat Tristant akan membaringkan tubuhnya di kasur. "Nggak bisa tidur gue kalo lampu nyala."

Tristant mendengus, kemudian ia menekan sakelar lampu yang menempel di dekat kepala ranjang.

Suasana kamar berubah menjadi remang-remang saat lampu kamar sudah mati. Tristan kembali membaringkan tubuhnya sambil menarik selimut besar, yang sudah menutupi tubuh Aldo dan Lukman. Sehingga mereka bertiga tidur dalam satu selimut.

Beberapa menit berlalu, tidak ada obrolan lagi setelah lampu kamar dimatikan. Sehingga suasana kamar tampak terasa hening.

Sepertinya Aldo dan Tristant sudah terlelap dalam tidur. Keduanya terlihat sangat tenang tidur meringkuk sambil memeluk selimut.

Tapi tidak dengan Lukman, ia terlihat sangat gelisah. Dari tadi Lukman hanya membolak-balikkan tubuhnya untuk mencari posisi nyaman supaya bisa tidur.

Tapi tetap saja, matanya masih tetap terlihat segar. Padahal sebelumnya ia sudah mengantuk berat, tapi pada saat Tristant mematikan lampu dan berbaring di sampingnya, rasa ngantuk Lukman langsung hilang.

Berada di dekat Tristant libidonya langsung naik, alat kelaminya di dalam celana juga langsung menggeliat dan mulai menegang kencang. Alat kelamin Lukman seperti merasakan sinyal jika sesuatu yang pernah membuatnya enak sedang berada di dekatnya.

Lukman gelisah, karena ke jantannya seperti nagih, ingin dimanjakan kembali. Tapi Lukman bingung, karena ada Aldo di sana. Mana mungkin ia melepaskan hasratnya di sana. Kalau Aldo bangun dan melihatnya, bisa-bisa keadaan akan menjadi runyam. Lukman pasti akan malu berat.

Kemudian Lukman diam dan berpikir, sambil menatap wajah Tristant yang sedang tidur menghadap ke arahnya.

Beberapa saat kemudian, akhirnya Lukman menemukan ide bagaimana ia bisa segera menuntaskan syahwatnya. Karena sudah tidak tahan, Lukman menggunakan ibu jati dan telunjuknya untuk menjepit hidung Tristant.

Tristan menggeliat dan reflek menyingkirkan jari Lukman yang menjepit hidungnya.

"Apaan sih kak?" Tanya Tristant saat sambil mengkerjap-kerjapkan matanya.

"Husst..." ucap Lukman sambil menempelkan telunjuk di mulutnya. "Jangan brisik," perintahnya.

"Lu ganggu gue," kesal Tristant.

"Ke toilet yu," ajak Lukman dengan suara yang berbisik. Ia tidak ingin Aldo dengar.

"Mau ngapain?" Tanya Tristant. Keningnya berkerut karena merasa heran.

Kemudian Lukman menarik telapak tangan Tristant, lalu menempelkan tepat di atas kemaluannya.

Akhirnya Tristant bisa langsung mengerti apa yang diinginkan Lukman. Telapak tangannya dapat merasakan kelelakian Lukman yang sudah mengeras.

"Lu gila ya kak? Ada kak Aldo nanti kalo dia bangun gimana?" Dengus Tristant dengan suara yang berbisik.

"Nggak akan, Aldo kalo tidur kaya kebo."

"Ogah akh..." tolak Tristant. "Takut gue."

Setelah memegang alat kelamin Lukman yang sudah kerasa tadi, Tristant memang kembali segar dan tidak lagu mengantuk. Tapi ia tidak mau kalau nanti Aldo akan terbangun dan melihatnya. Oleh sebab itu ia berusaha menahan hasrat yang sebenarnya ia juga ingin.

"Ayolah, nggak akan bangun, aman." Bujuk Lukman. Kemudian Lukman mengangkat sedikit tubuhnya untuk melihat Aldo yang sedang tidur meringkuk, memunggunginya. "Do...! Aldo..." panggil Lukman untuk mengetes apa yang dipanggil sudah tidur.

"Aldo..." panggil Lukman kembali, kali ini ia mengulurkan tangan untuk mencoba mengerak-gerakan tubuh Aldo. "Do lu udah tidur tah? Gue nggak bisa tidur ni?"

Lukman mengembangkan senyum karena tidak ada reaksi apapun dari Aldo. Artinya Aldo sudah tidur dan bermimpi indah.

"Tuh kan udah tidur," ucap Lukman. "Gue tunggu di toilet."

Lukman bangkit dari tidurnya, ia turun dari ranjang lalu berjalan mengendap menuju kamar mandi Tristant.

Tristant masih diam, ia bingung dan masih merasa takut. Ia menoleh ka arah Aldo, memperhatikannya beberapa saat. Kemudian karena Aldo sama sekali tidak bergerak, selain ia memang tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bermesraan dengan Lukman, sehingga ia turun dari ranjang, dan berjalan mengendap menyusul Lukman yang sudah berada di kamar mandi.

Akan tetapi, tanpa sepengetahuan Lukman dan Tristant, ternyata Aldo sudah membuka matanya dan mengetahui Lukman berjalan mengendap ke kamar mandi. Kemudian Aldo semakin heran, ia mengerutkan kening, karena Tristant juga ikut-ikutan mengendap dan masuk ke kamar mandi.

Mau ngapain mereka? Pikir Aldo.

~♡♡♡~

Jam dua belas malam, Pandu dan Aden baru saja sampai di depan pintu kosan. Hari itu Pandu sangat sibuk sekali, karena selain pemotretan, Pandu juga harus mengikuti fashion show yang diadakan di hotel. Sedangkan Aden tetap setia menjaga dan menemani Pandu, karena ia belum mendapat pekerjaan sampingan.

Pandu memijit-mijit sendiri punggung dan tengkuknya, sambil menunggu Aden yang sedang membuka pintu kosan.

"Capek ya?" Tanya Aden. Karena ia melihat apa yang dilakukan Pandu. Wajah Pandu juga terlihat lusuh.

"Ah... enggak," jawab Pandu berbohong.

Tapi sayang, Aden tahu jika Pandu sedang berbohong. Aden menatap dalam-dalam wajah Pandu. Ia sempat tertegun, dan terharu. Ternyata Pandu adalah teman yang sangat baik, apa yang dilakukan Pandu semata-semata hanya untuk dirinya.

"Kenapa?" Tanya Pandu saat Aden menatapnya tidak berkedip.

Aden tersenyum tulus, matanya teduh menatap Aden. "Ntar aku pijitin ya."

"Hah? Emang bisa?"

"Bisa banget sih enggak, tapi yakin deh nanti pasti kamu bakal keenakan. Soalnya aku sering gantian pijit-pijitan waktu di kampung." Jelas Aden dengan logat sundanya.

"Serius?" Tanya Pandu seolah tidak yakin.

Aden tersenyum sambil menganggukan kepala. Kemudian Aden mendorong pintu kos yang sudah ia buka kuncinya.

"Si Jonathan udah ada info soal kerjaan buat aku apa belum?" Tanya Aden saat mereka sudah berada di dalam kamar kos. Ia ingin cepat mendapatkan sampingan untuk membantu Aden.

"Belum, besok gue tanya lagi," jawab Pandu.

Kemudian Pandu berjalan mendekati kasur, dan merebahkan tubuhnya di sana. "Huuugh," ucap Pandu sambil menggeliat. Nyaman sekali rasanya.

Semantara Aden menutup dan mengunci pintu kamar kos. Setelah itu Aden membuka satu demi satu kancing kemeja yang ia pakai. Setelah kancing terbuka semuanya, ia melepaskan kemeja dan juga celana jeansnya.

Pandu menelan ludah sambil mengerutkan kening, saat melihat kembali tubuh Aden yang hanya memaki celana dalam saja.

"Lu kalau tidur telanjang ya?" Tanya Pandu.

Aden tersenyum nyengir sambil menatap Pandu. "Nggak juga..." jawabnya.

"Trus ko pake CD doang?"

"Aku kan mau mijitin kamu, kamar nya agak panas, pasti bakal keringetan. Sayang baju kamu..." jelas Aden.

"Oh..." ucap Pandu diiringi dengan jantung yang berdegup  kencang.

"Lagian sama-sama cowo, enggak akan nyetrum..." ledek Aden.

"He... he..." Pandu tersenyum nyengir. "Iya," ucapnya.

Kemudian Aden berjalan santai mendekati Pandu, ia berkacak pinggang sambil menatap Pandu yang sedang terlentang.

Melihat pose Aden yang seperti itu, jantung Pandu semakin kencang berdetaknya. Aliran darahnya juga semakin deras.

"Ayo buka?" Perintah Aden.

"Apanya?" Tanya Pandu.

Aden mengangkat wajah nya dan tersenyum nyengir. "Ya baju kamu lah, kan mau dipijit."

"Hah? Gue buka baju? Telanjang gitu?" Tanya Pandu gugup.

"Ya iyalah..." jawab Aden santai. "Kalau enggak dibuka semua atuh susah mijitnya."

"Oh..." ucap Pandu.

avataravatar
Next chapter