webnovel

Bukan Gadis Idaman

Hari ini adalah hari yang sungguh menguras emosi. Nirmala mengendarai motornya dengan bercucuran air mata. Bahkan pandangannya tak fokus karena air matanya sebagian menggenang di pelupuk mata. Pipinya sudah basah karena entah sudah berapa lama dia menangis sepanjang jalan. Sesekali dia bergumam menyalahkan diri sendiri. “Kamu memang bodoh banget Mala, bodoh banget.” Ujarnya Saat ini dia benar-benar merasa kecewa dan terluka. Bagaimana tidak, dia melihat tunangannya sedang bermesraan dengan sahabatnya sendiri. Sunggguh tragis sekali nasibnya, disaat bersamaan dia dihianati tunangan dan sahabatnya sendiri. Siapapun pasti akan sangat terluka dan terpukul jika berada di posisi Mala saat ini. Dia masih menangis tersedu-sedu sambil mengendarai motor maticnya. Tiba-tiba dia dikejutkan dengan suara klakson mobil yang begitu memekakkan telinga. Mala kehilangan keseimbangan dan akhirnya banting stir ke kiri dan menabrak sebuah pohon. Mala terpental cukup jauh dan meringis kesakitan. Dia berusaha bangun lalu menghampiri motornya yang terlihat rusak. Dia berjalan tertatih sambil memegangi tangan kirinya. Saat dia terduduk di aspal, ponselnya bergetar. Dia melihat siapa yang menghubungi tetapi membiarkannya saja karena ternyata yang menghubunginya adalah tunangannya. Mala kembali terisak, dia sangat kesakitan saat ini. Bukan karena dia baru saja kecelaan tetapi hatinya jauh lebih kesakitan. Tak berapa lama ada seseorang yang menghampirinya, ada sekitar dua orang. Maklum, jalanan ini memang cukup sepi di malam hari. Mala merasa takut melihat dua orang asing yang mendekatinya. Mala waspada dan bersiap lari jika ternyata orang itu orang jahat. Tetapi syukurlah dugaan Mala salah, dua orang itu terlihat orang baik. “Mbak nggak papa?” tanya pria berjaket hitam.

Indah_Sari_2781 · 现代言情
分數不夠
5 Chs

Tak Sebanding

Sejak semalam, Mala demam. Ibunya panik karena anak semata wayangnya sakit akibat kecelakaan ditambah dengan penghiatanan sang tunangan. Ibu Mala menangis dalam diam melihat putrinya menangis dalam tidurnya semalam. Ibu Mala paham bagaimana perasaan sakit yang dirasakan putrinya. Tetapi beliau terlihat biasa saja ketika dihadapan Mala, beliau hanya tak mau putrinya terbebani.

Mala beranjak dari tempat tidur untuk membersihkan diri. Meski kondisinya sedang demam tetapi ia tetap harus mandi. Mala merasakan tangan kirinya sangat sakit, bahkan untuk menggerakkannya Mala tak mampu karena terlalu sakit. Dengan susah payah dia menyelesaikan mandinya hanya dengan mengandalkan tengan kanannya. Dia juga bersusah payah untuk memakai bajunya. Disaat Mala sedang menyisir rambutnya, ibu datang membantunya.

"Kamu sudah baikan Nak?"

Mala mengangguk.

"Nanti kita ke rumah sakit. Oh ya, ibu tadi sudah menelepon sekolah untuk meminta izin untuk kamu tdak berangkat beberapa hari."

"Makasih Bu, oh ya Bu tangan kiri Mala sakit dan nggak bisa digerakin."

Ibu Mala langsung mengecek tangan Mala lalu menyarankan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Beliau takut terjadi hal yang buruk pada putrinya. Setelah sarapan mereka berangkat ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, ponsel Mala berdering. Lagi-lagi Rangga mengubunginya, namun Mala tak ada niat untuk menjawabnya. Dia fokus untuk menjalani pemeriksaan. Dia berharap semoga tak ada hal serius yang terjadi padanya. Menurut hasil pemeriksaan, tangan kiri Mala mengalami keretakan pada tulangnya. Hal ini terjadi akibat benturan keras ketika terjatuh. Untuk luka yang lain tidak ada masalah besar, hanya beberapa luka yang cukup dalam harus diperban. Khususnya dibagian lutut sebelah kiri dan siku sebelah kanan. Mala dan ibunya bersyukur karena tidak terjadi sesuatu yang membahayakan. Tangan kiri Mala dipasang gips supaya pemulihannya tidak terlalu lama. Mala dibantu ibunya untuk berjalan sampai di lobi rumah sakit.

Ibu Mala memanggil sopirnya untuk menghampiri Mala. Mala masih menunggu di lobi rumah sakit. Di dalam tas, ponselnya tak berhenti berdering. Mala mengecek, ternyata Rangga mengirimkan banyak pesan dan beberapa panggilan tak terjawab. Mala menghela napas, dia merasa keadaan ini sangat sulit untuknya. Bagaimana jadinya jika ayah dan orang tua Rangga sampai tahu masalah ini. Memikirkannya saja membuat pusing kepala Mala. Mala memegani kepalanya yang berdenyut nyeri.

Tak lama ibu dan Pak Mamad datang, Mala segera masuk ke dalam mobil. Dia duduk dibangku kedua. Mala menyandarkan kepalanya di bahu sang ibu. Dia memejamkan mata sepanjang perjalanan. Dia ingin melepaskan bebannya meski sesaat. Mala dibangunkan oleh ibunya ketika sampai di rumah.

"Istirahatlah Nak, ibu masak dulu."

Mala masuk ke kamarnya kemudian melepaskan hijabnya. Mala mengambil air wudhu kemudian menunaikan salat dhuha. Mala berdzikir sambil menangis, dia berusaha untuk tegar menghadapi kenyataan pahit ini. Setelahnya Mala beranjak ke tempat tidur untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Mala akhirnya tertidur dan terbangun ketika ibu membangunkannya. Mala bangun kemudian menunaikan salat dhuhur kemudian makan siang bersama ibunya. Mala terlihat tak berselera makan, hal itu membuat ibu Mala semakin merasa sedih. Mala yang biasanya ceria tampak murung. Tentu siapapun yang mengenal Mala akan tahu dengan jelas perbedaan yang ada pada Mala saat ini.

"Jangan lupa obatnya di minum ya !"

"Iya Bu, nanti Mala minum."

Ketika Mala hendak beranjak ke kamar, bel rumah berbunyi. Ibu Mala membukakan pintu sedangkan Mala ke kamarnya. Ibu Mala terkejut melihat siapa yang datang bertamu. Meski kecewa ibu Mala tetap mempersilakan tamu tersebut masuk. Rangga masih bersikap biasa saja karena saat ini dia masih belum tahu situasinya.

Rangga duduk berhadapan dengan ibu, lalu menanyakan keberadaan Mala.

"Irma katanya tidak masuk kerja, apa dia sakit Bu?"

"Iya dia sakit, ada perlu apa?"

Rangga menjelaskan pada ibu kalau dia tidak bisa menghubungi Mala. Lalu, ibu pun menceritakan pada Rangga tentang apa yang sebenarnya terjadi. Rangga tampak sangat terkejut, dia tak menyangka Irma (panggilan sayang Rangga pada Nirmala) melihatnya semalam. Saat ini dia merasa bersalah dan takut menghadapi situasi ini. Apa yang harus dia katakan kepada orangtua Mala dan orang tuanya jika pada akhirnya Mala ingin memutuskan pertunangan mereka. Rangga mencoba menjelaskan kepada ibu tetapi penjelasannya terdengar sebagai alasan. Apa yang dilakukan Rangga tak lepas dari sikap Mala yang katanya terlalu sibuk bekerja. Itu menurut Rangga, meski begitu apa yang dilakukan Rangga tidak bisa dibenarkan.

"Bu, maafkan saya. Saya tahu saya salah," ujar Rangga memohon.

"Sudahlah, lebih baik kamu bicarakan dengan orang tuamu. Akan lebih baik jika pertunangan ini dibatalkan."

"Bu,"

Ibu Mala beranjak pergi setelah mengatakan hal itu. Ini baru ibu Mala, belum lagi jika ayah Mala sampai tahu masalah ini. Jelas ayah Mala akan sangat marah dengan Rangga.

Sebenarnya Mala mendengar semua pembicaraan antara Rangga dan ibunya, tetapi dia memilih untuk berpura-pura tidak tahu. Mala kembali masuk ke kamarnya untuk menumpahkan kesedihannya.

Biarkan waktu hapus sedihku

Biarkan waktu yang hapus

setiap keping kenangan bersamamu

Biar waktu yang obati lukaku

Mala sadar, hati dan rasa tak bisa berbohong. Rangga memang sudah jujur dengan hatinya. Meski begitu di sini hati Mala yang dikorbankan. Mala mencoba kuat, dia yakin jika ini memang yang terbaik untuknya dan Rangga. Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk, pesan itu dari Rangga.

"Irma, maafkan aku. Aku tahu aku tak pantas mendapatkan maafmu, tapi aku masih akan memohon maaf darimu. Ini semua salahku, jadi bisakah kamu tak membenci Renata. Di sini aku yang bersalah sudah melukai hatimu dan membuat hubunganmu dengan Renata menjadi tak baik. Tapi ini memang yang terbaik untuk kita, aku memang tak berhak membela diri bukan? Jadi bisakah kita berpisah baik-baik? Kalau kamu memang ingin pertunangan kita dibatalkan, aku akan melakukannya. Aku akan menanggung semuanya, sekali lagi maafkan aku Irma."

Mala hanya membaca pesan dari Rangga, dia tak kuasa untuk membalas pesan dari Rangga itu. Hatinya masih belum kuat menerima kenyataan ini, dia butuh waktu untuk menyembuhkan semua luka hatinya. Mala bertekad untuk ikhlas menerima semua hal terjadi. Dia yakin Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hambanya.

Sore harinya, Mala keluar rumah untuk menyegarkan pikiran. Dia menyirami tanaman di depan rumah. Mala menengok karena mendengar deru mobil memasuki pekerangan rumahnya. Mala mematikan kran lalu menghampiri sang tamu.

"Pak Dani, Pak Tara" sapa Mala.

"Oh Mbak Mala? Gimana keadannya?" ujar Dani.

"Seperti yang bapak lihat," ujar Mala.

Mala mempersilakan mereka berdua masuk ke dalam, lalu memanggil ibunya. Ibu Mala terlihat senang melihat tamu anaknya. Mereka berdua memang tampak gagah dengan seragam cokelat muda dan tua itu. Ibu Mala pamit ke dapur untuk membuatkan minuman untuk para tamu, jadi sekarang hanya ada mereka bertiga. Mereka ngobrol ringan karena memang belum saling mengenal. Setelah ibu Mala datang, Mala pamit ke kamar untuk mengambil jaket Tara. Mala mengembalikan jaket Tara dan Tara menerimanya. Mala berniat membayar tagihan bengkel perbaikan motornya tetapi justru mereka berdua menolak menyebutkan nominalnya.

"Nggak usah Mbak Mala, lagian bengkel itu milik Tara jadi Mbak simpan saja uangnya." Ujar Dani

"Tapi,"

"Nggak papa Mbak, kami ikhlas membantu Mbak." Tara

Mala dengan berat hati menerimanya. Dia merasa tak enak hati, mereka baru kenal tetapi sudah sebaik ini. Mala pun ikut ke depan ketika motornya di turunkan dari mobil.

"Sekali lagi terima kasih Pak," ujar Mala.

Dani dan Tara hanya tersenyum.

"Sering-sering kemari ya Nak, ibu senang kalau kalian sering ke sini." Ujar Ibu Mala.

"Insyaallah Bu, kalau begitu kami pamit." ujar Tara.

"Assalamualaikum," ujar Dani dan Tara.

"Waalaikumsalam," ujar Mala dan ibunya.

Sepeninggalan mereka berdua ibu Mala terus saja memuji kedua pemuda itu.

"Semoga salah satu dari mereka akan berjodoh denganmu Nak," ujar ibu Mala dalam hati.

***

Di tempat lain, Rangga sedang bersama dengan Renata. Rangga telah menceritakan semuanya pada Renata. Renata juga merasa bersalah pada Nirmala, tetapi dia juga tak bisa jika melepas Rangga. Di sini, Renata memang sebagai orang ketiga dalam hubungan Rangga dan Nirmala. Dia juga sebenarnya tak mau keadaan ini terjadi tetapi semua sudah terlanjur terjadi, dia akhirnya melukai hati sahabatnya.