webnovel

Brave New Age (Bahasa)

Ada bahaya besar di balik kedamaian Benua Meropis. Setelah berakhirnya perang suci 150 tahun lalu, sekali lagi agama menjadi pemicu sebuah pertikaian di masa depan. Karena kenapa? Karena tidak ada perang yang kebetulan. Semua perang itu ternyata diciptakan oleh organisasi yang bernama New Age Order. Para raja tunduk padanya, para bangsawan di bawah kendalinya. Para agamawan menjual agama mereka demi agenda organisasi itu. New Age Order menguasai semuanya di saat manusia merasa hidup mereka baik-baik saja. Celakanya, perang baru itu akan jauh lebih besar. Perang itu New Age Order ciptakan untuk menjajah negeri-negeri kecil yang menentang kekuasaan mereka. Adakah yang bisa melawannya? Ada. Masa depan dunia menjadi berbeda ketika sekelompok orang memanggil kekuatan dari dunia lain. Sebuah kota misterius tiba-tiba muncul di pulau terpencil. Kota yang bernama Maylon itu adalah gerbang yang menghubungkan dunia ini dengan dunia lain berperadaban maju. Kota Maylon menjadi ancaman nyata di kala mereka mengerahkan militernya. Benda terbang? Senjata yang bisa membunuh dari jarak jauh? Kapal raksasa dari baja? Kota Maylon memilikinya. Teknologi militernya sangat mengerikan hingga panah dan pedang bukanlah lawan sepadan. Dan di saat negeri-negeri kecil itu dilanda putus asa, Kota Maylon datang menawarkan bantuan. Bantuan yang tidak gratis. Kota dari dunia lain itu adalah sekutu terkuat untuk menghadapi hegemoni New Age Order. Namun Maylon sendiri tetaplah kota kecil yang membutuhkan banyak sumberdaya demi bisa menunjukan taringnya. Kota itu pun menawarkan syarat kepada para aliansinya termasuk meminta generasi terbaik mereka. Mascara dan Simian adalah pasangan istimewa yang dipanggil Kota Maylon. Dua bersaudara itu sengaja dibesarkan ayah mereka sebagai ujung tombak menghadapi New Age Order. Mereka pun menjalani takdirnya di sebuah peradaban yang tidak pernah mereka bayangkan. Peradaban yang seperti apakah? Bagaimanakah perjalanan mereka?

Ruddkillz · 军事
分數不夠
109 Chs

Ferguso

15 Oktober 1274 AG - 01:10 Pm

Lapangan Militer Tigris.

—————

"Aku lah lelakimu ... huek! Cuih!"

Mascara uring-uringan. Dia menahan diri dari sikap seorang pria yang baru kemarin gigih merayunya. Simian berlagak manis saat dikelilingi gadis-gadis petualang dari berbagai propinsi.

"Tuan Simian ternyata lebih tampan dari yang saya dengar."

"Iya, Tuan! Rumor tentang anda jelek sekali di kota saya. Ternyata anda pria baik."

Mascara mau muntah melihat Simian garuk-garuk belakang kepala seperti pria pemalu. Tatapan si rambut merah itu pun dibuat-buat seteduh mungkin sampai makin banyak gadis berkerumun. Mascara merasakan seseorang mencegahnya saat dia mau melabrak si mata keranjang itu.

"Lepaskan aku, Conna! Mau aku bunuh dia!"

"Ya ampun, kamu ini cemburuan sekali sih?"

"Aku enggak cemburu!"

Kata-kata Conna tidak dia gubris. Mascara menghampiri Simian dan menariknya paksa dari kerumunan.

"Ayo kita pergi! Anak kita mencarimu!"

Mascara tersenyum puas melihat raut kecewa gadis-gadis dungu di sekitarnya.

"Jadilah dirimu sendiri, Simian." Simian mengulang kalimat Mascara dengan nada falsetto. Dia mencubit bibir Mascara yang maju seperti bebek. "Sepertinya akan ada gadis berambut hitam yang mencium bibirku duluan."

Mascara langsung kesal. Dia melepas gandengannya dan mengusir Simian.

"Jangan kegantengan, pergi sana! Rayu gadis-gadis itu! Jangan pedulikan aku!"

Tangannya tersilang ke dada. Mascara buang muka dari Simian. Tapi bukannya dapat pelukan dari belakang, dia justru mendengar langkah pria itu menjauh. Dengan cueknya Simian berbaur lagi di kerumunan gadis-gadis.

"Kamu jahat sekali, hiks ..."

"Sudahlah, memang begitu sifatnya." Conna menepuk punggungnya. "Ayo kita duduk."

Hari selasa ini adalah jadwal rutin sekolah olah elemen. Dan seperti biasa, selalu ada petualang luar kota yang datang ke Tigris demi bisa sekolah gratis. Namun hari ini sangat berbeda karena peserta lebih banyak dari biasanya. Jumlah kursi VIP pun menjadi tanda bahwa hari ini adalah hari istimewa.

Istimewa? Hari ini adalah hari di saat Mascara tidak malu-malu lagi menunjukan wajah cemburu kepada seorang laki-laki.

Mascara sulit melepaskan pandangan dari Simian. Dia berharap acara segera dimulai agar pria itu segera duduk tenang di sampingnya. Sikap mata keranjang itu semakin mengganggu. Di tengah rasa jengkelnya, seseorang tiba-tiba menyapanya dari belakang.

"Nona Mascara."

Seperti biasa, Mascara langsung berwajah dingin jika dia bertemu orang asing.

"Anda masih ingat saya, Nona?"

Mascara memicingkan mata memindai penampilannya. Dia mencoba mengingat siapa pria swordsman itu tanpa bicara sepatah katapun. Dia langsung menjauhinya karena memang tidak kenal.

"Nona, saya petualang dari Carmenta. Kita bertemu sebulan lalu di perbatasan. Nona ingat? Kita satu party membasmi bandit."

Mascara menoleh. Dia menjawab dingin.

"Iya, ada perlu apa?"

Pria akhir 20-an itu nampak memaksakan keberanian. Dia garuk-garuk belakang kepalanya dan celingukan tidak jelas. Mascara langsung tahu pria itu sedang mencari perhatian. Pria itu menunjukan gelagat yang sama seperti Simian meski si swordsman itu pemalu betulan.

Mascara hendak meninggalkannya. Tapi gara-gara ingat Simian, dia memanfaatkan petualang Carmenta itu demi sebuah pembalasan.

"Bag—bagaimana kabarmu?" Mascara memaksakan dirinya untuk bisa berbasa-basi dengan orang yang belum dia kenal.

Pria itu kaget. Dia semakin salah tingkah dan nampak men-simulasikan kata-kata yang akan dia ucapkan. Tanpa harus berpikir lama, Mascara tahu pria itu jatuh hati padanya.

Kenapa tidak dimanfaatkan saja?

"Sa—saya baik-baik saja." Pria itu menjawab canggung.

"Namamu siapa?" Mascara bertanya lugas. Dia menguasai keadaan hingga pria itu semakin kelabakan.

"Saya Ferguso. Na—nama nona siapa, Nona Mascara?" Ferguso langsung menutup mulutnya sendiri begitu sadar pertanyaannya sangat aneh. "Ma—maaf! Sa—saya gugup!"

"Fufufu ... Hahahaha!" Mascara tertawa betulan. Dia semakin geli pria pemalu itu masih juga memaksakan diri. Dia menjabat tangan Ferguso dan mengajaknya ke tempat lain.

***

"Mascara, pria ini siapa?"

Hari pertama acara itu lebih mirip liburan. Seluruh petualang menikmati waktu mereka jalan-jalan di Kota Tigris. Namun Simian masih juga bertanya tentang sosok laki-laki yang selalu bersama Mascara di sepanjang jalannya acara.

"Kenapa kamu bertanya?"

Simian nampak kebingungan. Dia sibuk mencari alasan untuk bisa ikut campur. Mascara tak mempedulikannya dan memilih pergi menggandeng tangan pria yang baru dia kenal.

Ferguso memiliki wajah menawan. Pria itu memiliki badan atletis dan pandai menjaga penampilan. Mascara baru menyadarinya karena tidak penting juga Ferguso mau setampan apa. Gadis itu berusaha nyaman bicara dengannya demi membuat cemburu seseorang.

Seperti dugaannya, Simian menatapnya dengan derai air mata. Pria itu menggigit tepian jaketnya sendiri disamping Conna yang mentertawakannya. Si rambut merah itu terus mengikuti kencan Mascara seperti seorang penguntit.

'Rasain!'

"Ehem ... Nona Mascara, apa dia si pria berambut api?" Ferguso bertanya saat merasa Simian tidak memgikutinya.

Mascara melirik sekilas. Dia melihat Simian sedang bersembunyi di balik pohon sambil menunjukan gestur memohon.

"Oh ... iya, maaf. Dia memang petualang yang dirumorkan itu."

"Saya dengar dia saudara anda. Sepertinya dia posesif," kata Ferguso sambil melirik pohon yang sama.

Mascara agak ragu menjawabnya. Dia sudah menyangka masa depannya dengan Simian tidak akan mudah, mengingat semua orang tahu bahwa dia adalah kakak perempuan laki-laki itu. Namun Mascara sudah berkomitmen untuk mengubah keadaan. Dia tidak punya pilihan lain selain menjawab, "Bukan lagi."

"Huh? Maksudnya?"

Mascara mempertegas ekspresinya saat berkata, "Dia bukan lagi saudara laki-lakiku. Kami memang punya ayah yang sama. Tapi kami bukan sedarah."

Ferguso sejenak terkejut sebelum memberi senyum menyimpulkan.

"Oh, saya paham. Sepertinya dia menyayangi anda. Sepertinya hubungan kalian akan sulit."

Mascara tersenyum simpul. Ferguso pasti cukup dewasa untuk menyadari bahwa Simian membuat pria itu tidak punya kesempatan lagi. Tamu itu juga pasti paham bahwa hubungan antar saudara tidak semudah orang kira.

Mascara berkata, "Benar yang kamu pikirkan."

"Maksudnya?"

" Iya, tidak semudah itu, Ferguso."