webnovel

Bagian 76

Sebulan berlalu sejak insiden Rani hendak bunuh diri. Sanggar Tari Adi Luhur mengadakan pertunjukkan Sendratari Joko Tarub dan Tujuh Bidadari. Para penonton sudah memenuhi tempat duduk yang disediakan. Langit malam cerah dihiasi gemintang menambah semarak suasana.

Suara alat musik tradisional mengalun merdu. Tyas mulai menembang, menghanyutkan perasaan penonton seolah berada di pedesaan nan damai. Pertunjukan dimulai dengan Aldi tengah bersembunyi di properti mirip batu. Lalu, datanglah tujuh gadis dengan selendang aneka warna Gadis-gadis itu pun menari dengan indah dan harmoni. Selendang tujuh warna yang disentakkan tampak indah bagaikan pelangi. Putri yang berperan sebagai Bidadari Nawang Wulan menjadi pusat dari gerakan tarian. Selendang hijaunya melambai-lambai dengan indah.

Tarian selesai, adegan berpindah dengan para bidadari meninggalkan selendang di dekat batu. Aldi selaku Joko Tarub mencuri selendang hijau agar Nawang Wulan, sang pemilik selendang tak bisa kembali ke kahyangan. Para gadis kembali menari. Kali ini, tarian menunjukkan rasa gelisah dan resah, juga kesedihan karena harus meninggalkan Nawang Wulan.

Adegan berganti dengan adegan Joko Tarub berpura-pura membantu mencari selendang, hingga dirinya berhasil membuat Nawang Wulan jatuh hati. Aldi dan Putri menari dengan apik. Perasaan muda-mudi yang tengah jatuh cinta tersampaikan dengan sempurna kepada para penonton.

Adegan selanjutnya, Nawang Wulan membuka lumbung penyimpanan beras. Dia menemukan selendangnya dan marah pada suaminya. Nawangwulan memutuskan kembali ke kahyangan. Aldi dan Putri menampilkan tarian perpisahan sepasang kekasih.

Kemudian, Rani memasuki panggung dan mulai menarikan tarian terakhir. Saat menari, Rani teringat kostum teater kesayangannya dibakar oleh Paramitha yang sudah terobsesi menjadikan sang putri artis. Tanpa sadar, air mata menetes di pipi Rani. Sorot mata yang sendu benar-benar menggambarkan rasa rindu kepada seorang ibu. Penonton sampai ikut menitikkan air mata.

Akhirnya, pertunjukkan selesai. Semua penari berdiri sejajar, lalu memberikan salam penghormatan kepada penonton. Putri selaku pemilik sanggar menyampaikan sepatah dua patah kata sambutan, lalu dilanjutkan sedikit pesan dari Aldi.

Namun, Aldi tiba-tiba berlutut di hadapan Putri. "Banyak hal yang sudah kita lalui. Kamu bagaikan Bidadari Nawang Wulan yang tiba-tiba meninggalkanku. Tapi, kali ini, aku tidak ingin lagi kehilanganmu. Jadi, Putri Nawang Wulan ... bersediakah kamu menjadi istriku, Renaldi Joko Permana?" tanyanya sembari menyodorkan kotak beledu berisi cincin.

"Ya, aku bersedia, Mas," sahut Putri mantap

Tepuk tangan membahana. Ledekan-ledekan juga terdengar. Aldi tak peduli. Dia tetap memasangkan cincin di jemari Putri degan khidmat.

Sementara itu, Rani menatap kejadian tersebut dengan perasaan aneh. Ya, dia tak merasakan cemburu atau pun perih akibat patah hati. Tepukan di bahu menyentak kesadarannya. Tiana tengah menatap dengan sorot mata iba.

"Lo yang tabah, ya, Ran. Gue yakin lo bisa dapat pengganti Bang Aldi entar," hibur Tiana.

"Gue malah bingung, Tiana. Gua enggak sakit hati sama sekali." Rani tersenyum tulus. "Sepertinya Bang Aldi bener. Selama ini, gue cuma obsesi sama dia," tuturnya bijak.

"Akhirnya, Rani yang gue kagumi dulu udah balik," ungkap Tiana penuh haru.

"Terima kasih, selalu ada di sisi gue, Tiana ...." Rani memeluk Tiana dengan erat.

***

Aldi melingkarkan lengan di bahu Putri. Matanya tak lepas dari wajah manis sang istri. Semilir angin pantai mempermainkan helaian rambut, membuat suasana semakin romantis. Sementara Putri memejamkan mata sejenak, menikmati aroma garam dan suara deburan ombak menghantam karang. Mereka memang tengah berbulan madu di salah satu resort PT. Karya Abadi yang berlokasi di Raja Ampat.

Setelah puas menikmati panorama alam, Aldi mengajak Putri mengunjungi salah satu sanggar tari yang disokongnya. Pemilik sanggar menyambut dengan ramah. Mereka disuguhi aneka penganan tradisional. Pemilik sanggar juga meminta anak-anak didiknya untuk mempersembahkan tarian penyambutan. Tari Sajojo yang dipilih.

Beberapa orang penari laki-laki muncul dengan kostum indah yang sangat berkaitan dengan unsur alam. Penutup kepala mereka terbuat dari kayu halus, bulu burung, ijuk, atau daun sagu yang dibentuk melingkar sesuai dengan ukuran kepala penari. Pinggang para penari dihiasi dengan rok rumbai terbuat dari daun rumbia, daun sagu kering, atau ijuk yang menjadi ciri khas penari Sajojo. Meskipun bertelanjang dada, para penari tidak akan membiarkan badan terbuka, sehingga badan dilukis dengan lukisan khas Papua berupa motif flora dan fauna. Lukisan juga dibubuhkan di wajah, tangan dan kaki para penari.

Selain kostum yang melekat di badan, penari juga dilengkapi aksesoris bertemakan alam. Pada bagian leher, melingkat kalung dari batu, kerang, tulang, gigi binatang atau kayu. Adapun pergelangan tangan dihiasi dengan gelang rumbia yang terbuat dari ijuk, daun sagu kering, rumbia, atau tali. Terakhir, senjata digunakan sebagai pelengkap kostum yakni tombak atau busur panah.

Para penari berada pada posisi setengah berdiri dan setengah duduk. Suara tifa mengalun merdu diiringi nyanyian Lagu Sajojo. Para penari berdiri, lalu melompat ke depan dengan tangan dibuka ke depan. Selanjutnya, mereka melompat ke belakang dan tangan ditaruh ke bawah. Gerakan dilakukan beberapa kali sampai lirik Lagu Sajojo dinyanyikan.

Berikutnya, para penari melompat ke kanan, kemudian lompat kembali pada posisi awal. Saat sudah di posisi awal, mereka melakukan tepuk tangan dua kali. Para penari berjalan maju dan mundur sebanyak empat kali disertai dengan menggerakan tangan ke kanan dan ke kiri yang dilakukan hingga beberapa kali. Setelah itu, mereka melihat lingkaran, kemudian menghentakkan kaki sambil berputar mengelilingi lingkaran.

Pertunjukkan selesai. Putri dan Aldi memberikan tepuk tangan. Namun, kebahagiaan itu tak berlangusng lama. Putri tiba-tiba lemas dan merosot jatuh. Beruntung, Aldi cepat menopangnya.

"Wulan? Wulan?" Aldi menjadi panik.

Beruntung, pemilik sanggar cepat tanggap dan memanggil dokter. Putri pun segera diperiksa. Aldi menunggu dengan tegang. Saat pemeriksaan selesai, sang dokter malah tersenyum cerah.

"Bagaimana kondisi istri saya, Dok? cecar Aldi.

"istri Anda baik-baik saja. Malah ada kabar gembira untuk kalian."

Aldi dan Putri mengerutkan kening. "Kabar gembira?"

"Iya, selamat, kalian akan menjadi ayah dan ibu!"

Putri menutup mulutnya. Air mata haru menuruni pipi. Dia refleks mengusap perut yang masih rata. Sementara Aldi seketika memeluk Putri dan mengecup keningnya beberapa kali sambil menggumamkan kata terima kasih. Pemilik sanggar dan para penari juga ikut mengucapkan selamat dan memberikan doa untuk sang ibu dan bayi.

Sungguh, bulan madu yang sempurna!

***

Tiga tahun bergulir cepat. Banyak hal terjadi, tetapi impian Putri dan Aldi tetaplah sama. Hari itu, mereka telah mewujudkannya, menjadi penari yang mendunia. Keduanya bahkan membawa pulang kemenangan dalam kompetisi tari internasional. Meksipun usia tak lagi belia, kemampuan mereka tak kalah dengan yang muda-muda.

"Habis ini kita mau ke mana, Sayang?" celetuk Aldi begitu mereka keluar dari gedung kompetisi.

"Banyak, sih, schedule-nya. " Putri mengelus dagu, lalu menyebutkan beberapa tempat wisata terkenal di Paris. "Pameran lukisan Tiana dan terakhir menonton pertunjukkan teaternya Rani," tutupnya sambil melingkari beberapa bagian dari buku catatan.

"Banyak juga, ya. Kalo begitu, kita harus segera berangkat agar semua tempat bisa dikunjung. Ayo. Sayang!"

"Siap, Komandan!"

Aldi terkekeh. Mereka pun segera berangkat menuju tempat-tempat yang telah direncanakan. Birunya langit di Kora Paris menambah syahdu suasana.

TAMAT

***