Happy reading~
•-----•
Hati, tetaplah kuat. Ini belum seberapa, di depan sana masih banyak yang lebih dari ini.
•-----•
"Maaf Renjun, saya tidak bisa menerima ini." Sejeong mengembalikkan paper bag pada Renjun.
"Tolong sampaikan permintaan maaf sekaligus terima kasih untuk kakakmu ya," ucapnya lagi, di depan kelas setelah pelajaran pertama usai.
Renjun hanya menganggukkan kepalanya dan menerima kembali pemberian dari kakaknya itu.
"Baiklah kalau begitu, saya permisi Renjun."
"Iya Bu," sahut Renjun singkat.
Setelah Sejeong pergi agak jauh, Jaemin menghampiri Renjun dan menepuk pundak pemuda itu.
"Bu Sejeong menolaknya lagi?" tanya Jaemin.
"Seperti yang lo lihat." Renjun menunjukkan paper bag yang ada di tangannya.
"Tau ah, heran gue sama Bu Sejeong. Ini ketiga kalinya dia nolak hadiah dari abang gue," lanjutnya, lagi.
Renjun masuk ke dalam kelas mendahului Jaemin.
"Jun, kantin ayo!" ajak Jaemin dari depan pintu kelas.
Sedang Renjun hanya mengangkat satu tangannya. "Duluan aja, gue nyusul."
Sebenarnya ini belum waktunya untuk istirahat. Berhubung guru fisika tidak masuk, banyak murid yang diam-diam pergi ke kantin termasuk Jaemin.
"Oke." Jaemin pun pergi ke kantin, meninggalkan Renjun yang tengah memandang paper bag.
"Ada apa ya sebenarnya? Penasaran gue," gumamnya pelan.
Seketika Renjun mengingat kembali kejadian minggu lalu, dimana Daniel mengantarnya ke sekolah dan pertama kalinya kakaknya itu bertemu dengan Sejeong.
Aneh!
Ya, ada yang aneh menurut Renjun saat pertemuan pertama mereka saat itu.
"Males sebenernya abang tuh! Udah SMA tapi masih dianterin. Belajar bawa motor makanya Jun!" gerutu Daniel saat tiba di sekolah adiknya.
Ya, ini adalah hari pertama Daniel menjalankan tugasnya yang sudah diamanatkan oleh sang Ayah.
"Lah, abang 'kan tahu kalau Mama nggak ngizin gue bawa motor. Gue juga malu kali bang udah gede masih aja dianterin."
"Yaudahlah, selama sebulan doang 'kan selama Papa nggak ada di rumah." Daniel menyalakan mesin motornya.
Namun, saat pandangannya sedang tertuju ke depan tak sengaja ia melihat seorang gadis dengan seragam guru.
"Jun..."
"Hm?"
"Jun!"
"Apaan sih bang?"
"Itu siapa Jun?" Daniel menunjuk ke arah gadis itu dengan dagunya.
Renjun mengalihkan pandangannya dan mendapati wali kelasnya yang sedang berjalan masuk ke lorong sekolah.
"Bu Sejeong?"
"Hah?"
"Bu Sejeong bang! Korek makanya tuh kuping!"
Daniel menjitak pelan kepala Renjun.
"Sakit bang!"
"Ngomong lagi coba!"
"Eh Jun, dia guru di sini?"
"Lah? Kalau bukan guru di sini, ngapain dateng ke sekolah pake seragam guru?"
"Ngejawab aja terus Jun! Gue juga tau!"
"Hhhh... terserah lo bang!" Renjun lelah hati menanggapi kakaknya yang... yaaa begitulah.
"Tunggu, tadi lo bilang namanya Sejeong?"
Renjun mengangguk.
"Sejeong?... Sejeong?..."
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
"Sejeong Permatasari?"
"Lah kok lo tahu bang? Iya itu nama panjangnya."
"Serius? Gila, dunia sempit banget!" Tiba-tiba senyum nakal tercetak di wajah Daniel.
"Lah kenapa lo bang? Sehat?"
"Udah sana lo masuk!"
"Ya."
Untung lo abang gue! batin Renjun.
"Dah, gue pergi dulu!"
"Hati-hati bang!"
Gila parah, nggak nyangka gue bisa ketemu lagi sama dia, batin Daniel.
Kembali ke masa kini, Renjun termenung sesaat. Tak lama kemudian, ia berdiri dari duduknya dan menggebrak meja.
BRAKK!
"Jangan-jangan Bu Sejeong mantan bang Daniel yang itu!"
Tanpa memerhatikan sekitar ia langsung beranjak menuju kantin, menyusul Jaemin.
•
•
•
"Lo yakin Jae?" tanya Jeno penasaran.
Jaemin mengangguk. "Gue yakin, si Naira emang suka beneran sama Renjun."
"Apaan maksud lo Jae?!" Tiba-tiba saja Renjun ada di belakang Jaemin. Ia pun duduk di samping Jeno.
"Lo kenal Naira 'kan?" tanya Hyunjin.
Renjun menganggukkan kepalanya sekali. "Kenapa emang?"
"Dia suka sama lo Jun! Gitu aja nggak peka, ck!" jawab Felix.
"Renjun si manusia es, mana bisa peka?" sambar Jaemin.
"Diem lo ah, gue mau pesen makanan."
"Kalian udah pada pesen?" tanyanya.
"Gue mau bakso dong," jawab Jeno.
"Gue siomay nggak pake bumbu kacang," kata Jaemin.
"Dih kayak bocah aja, pake kecap doang," sahut Hyunjin.
Jaemin melempari Hyunjin dengan sedotan.
"Gue samain sama Jeno," lanjutnya.
"Gue apa ya?" ucap Felix.
"Buruan apaan?" sahut Renjun.
"Nasi goreng deh," jawab Felix.
"Oke."
"Thank you Jun!" ucap Hyunjin.
"Oke, kalian pesan sendiri. Bye!" jawab Renjun sambil melangkahkan kakinya.
"YEEE! BOCAH TENGIL!" teriak Jeno.
"Lo yang pesen deh Jae," lanjutnya.
"Lo aja ah," sahut Jaemin.
"Ribet lo semua, udah biar gue aja!" Felix beranjak dari tempatnya dan menyusul Renjun.
"Felix terbaik!" pekik Jaemin.
Sedang, di sisi lain. Daniel sedang berada di rumah Vernon, bersama Kino.
"Vern, lo tau Sejeong 'kan?" tanya Daniel.
"Taulah, senior kita yang terkenal cantik di kampus 'kan?" jawab Vernon.
"Emang kenapa Niel?" tanya Kino.
"Parah, dia wali kelas adik gue."
"Renjun?"
"Lah emang siapa lagi adik gue selain dia? Lo pikun Kin?"
"Ya kali aja gitu, Mama lo ngangkat anak," jawab Kino sambil terkekeh.
"Lo serius? Sejeong ngajar di Sekolah ENCITI?" tanya Vernon penasaran.
Daniel menganggukkan kepalanya. "Makin cantik! Masih aja susah dideketin, ck!
"Usaha lo kurang kali Niel," sambar Kino.
"Ngomong sama tembok!" pekik Daniel, kesal dengan Kino yang selalu mengganggunya.
Daniel diam sesaat, ia memikirkan perkataan Kino. Mungkin memang usahanya kurang.
Bagaimana pun, ia masih merasa bersalah pada gadis cantik itu di masa lalu. Haruskah ia meminta maaf dan mengakui kesalahannya?