"Ci, bangun"
"hmm?"
"soto nya udah ada"
"aku cuci muka dulu ya"
"iya"
"oh ya, kamu makan duluan aja"
"bareng aja"
"oke tunggu bentar ya"
aku berjalan menelusuri koridor ruang kelas, kulihat Ratih disebrang lapang melambaikan tangan ke arahku. Akupun tersenyum mengangguk. Akupun melanjutkan langkahku menuju toilet perempuan.
"ssstttt.." terdengar suara desisan saatku mulai mencuci wajahku.
'kepalaku benar benar pusing'. Akupun mencoba kembali ke kelas.
"teng teng teng..." begitulah suara jam dinding tua kembali berbunyi. Ku stabilkan langkahku namun kulihat nenek tua memasuki koridor toilet laki laki. Rasanya seperti pernah bertemu sebelumnya, siapa nenek tua itu? Akupun mencoba membuntuti langkah nenek tua itu, namun aku kehilangan jejak.
"draggg" suara pintu menutup dengan keras.
berasal dari mana araha suara itu? koridor toilet laki laki terhubung dengan taman belakang sekolah. Apakah nenek tua itu ke gudang? tapi rasanya tidak mungkin, suara pintu itu berasal dari gudang belakang, karena pendengaran ku begitu bagus sehingga suara pintu itu terdengar jelas.
Akupun berbalik arah kembali ketempat tujuanku yaitu ruang kelas. "tak tak tak" suara langkahku berbunyi, dan "teng teng teng" suara jam dinding tua terdengar jelas di balik pintu biru. Aku mencoba membuka pintu tersebut, namun nihil karena dikunci gembok.
"jika membuka pintu ini hanya Tuhan yang tau". sepertinya aku tak asing dengan kalimat ini.
"Ci, Lo ngapain disini?"
"Enggak apapa, ayo buruan di cariin Sandi"
"ayo"
di ruang kelas.
"Ci, kamu kemana aja?"
"gak habis darimana mana, cuma mampir aja"
"Oke ayo makan"
"ayo"
"selamat makan. San, habis makan nanti aku mau nengok Syifa"
"oke, aku anterin ya"
suasana pun hening kembali.
"oho oho"
"Ci, gak apapa?"
"Gak apapa, cuma keselek doang"
"Minum minum"
"Hemhh, oho oho"
"Jangan buru buru makan nya, jam istirahat masih panjang"
Setelah selesai makan aku dan Sandi pergi ke ruang UKS untuk menjenguk Syifa. Kita melewati pintu biru seperti biasanya. "Kriettt" terdengar suara pintu terbuka. Sesekali aku menengok pintu tersebut, dan benar saja pintu tersebut terbuka sedikit. Tadinya aku sangat penasaran, namun tanganku dipegang Sandi sangat erat, jadi tak sempat untuk berhenti dan menengok pintu tersebut.
"Ada apa?"
"Gak apapa San"
"Ayo pergi"
Tibalah di ruang UKS
"Syifa kamu gak apapa?" ucapku
"Udah mendingan, tapi pusing nya masih ada"
"Istirahat aja dulu" tambah Sandi.
"Iya, makasih banyak. Kalian berdua udah jengukin gue"
"Sama sama, kamu udah makan?"
"Barusan aku makan roti sama susu. Masih kenyang. Ci, gue mau tanya sesuatu sama Lo"
aku dan Sandi saling berpandangan, karena bingung. Sandi pun mengangguk kan kepala dan akhirny aku menjawab
"Boleh. Tentang apa?"
"Apa kamu baik baik saja?"
"Aku sehat syif, dan juga baik baik aja" ucapku antusias.
"Oh ya, aku berharap Sandi dapat menjaga Lo selamanya"
"Makasih banyak Syif udah doain kita"
"Ya makasih banyak Syif"
"Tapi, maksudku, jagain itu bukan berarti harus selalu pacaran Ci. Gue berharap Sandi bisa lindungin Lo kapanpun dan dimanapun."
"Gue ngerti Syif, makasih banyak ya" tambah Sandi.
"Makasih banyak Syif, kamu juga harus selalu sehat."
"Ci, boleh minta tolong ambilin air hangat?"
"Aku aja" jawab Sandi.
"Biarin aku aja, kamu jagain Syifa sebentar. "Aku kebelakang dulu ambil air".
Sandipun menganggukkan kepala. Akupun pergi dari ruangan UKS.
"San, sebenarnya.." (ngomongin apasih mereka, autor kepo. Toloooong).
Tak lama kemudian aku ke ruang UKS kembali.
"Syif, air hangatnya"
"Makasih banyak Ci"
"Sama sama. Kamu bilang aja, kalau butuh sesuatu"
"Oke"
bel istirahat pun berakhir. Aku dan Sandi pamit, kemudian melanjutkan kembali ke ruang kelas.
"Sandi, sebentar"
"Ada apa?"
"Kenapa buru buru"
"Aku takut kesiangan masuk kelas"
"Tapi gak usah narik tanganku terlalu keras, tanganku sakit"
"Maaf Ci, ayo pergi kita gak ada waktu lagi buat berdebat"
Suasana pun canggung, harusnya aku yang marah sama Sandi, tapi kenapa dia yang jadi marah gara gara hal tadi? Pusing.
"Ra, pinjem pulpen"
"Tumben Lo gak bawa pulpen"
"Tempat pensil ku di meja Sandi, aku lagi males ngomong"
"Yayaya urusan rumah tangga aku gak bisa ikut campur. Ni pulpen nya"
"Makasih banyak"
"Sama sama"
Semua orang terlihat serius dengan pembelajaran hari ini. Jangan lupakan, bahwa guru yang mengajar adalah Guru Kami yang sangat kami hormati karena kedisiplinan nya. Jadi suasana di kelas pun sangat kondusif. Hari ini hari Sabtu, pulang sekolah nanti aku dan anak organisasi lainnya akan mulai latihan gabungan, karena perlengkapan kami sudah kami bawa dihari hari sebelumnya.
Bel pulang pun berbunyi.
"Ci, maafin aku"
"Gak apapa San"
"Jangan marah"
"Aku gak marah, cuma kesel aja"
"Sama aja, maafin ya"
"hemh"
"Mana tas kamu? aku bawain"
"Gak apapa aku bisa sendiri"
Aku dan Sandi pergi ke ruangan latihan gabungan.
"Nak Citra tunggu"
"Kenapa Mbah?"
"Mau pake ruangan yang mana?"
"Lantai dua kelas ujung Mbah"
"Jangan pakai kelas yang itu, dibawah saja masih ada kelas kosong dibawah"
"Tapi Mbah kita sudah booking 1 hari sebelumnya di ruang sana" tambah Sandi.
"Yaudah jangan lebih dari jam 4 ya. Kalau sudah jam 4 sore kalian pindah ke kelas bawah yang kosong"
"Baik Mbah. Makasih banyak"
Mbah Jono pun pergi begitu saja seperti ingin menemui seseorang.
"Ci, apa sebaiknya kita batalkan saja, cari kelas lain aja" tanya Sandi.
"Anak anak udah sampe duluan disana San, aku gak enak kalau minta pindah dadakan. Nanti aja kita pindah jam 4. Setelah 2 jam materi"
"Oke"
Aku dan Sandi berjalan menaiki tangga dan menuju kelas ujung lantai dua. Tibalah di ruangan kelas
"Citra, Sandi cepetan gabung, kita udah mau mulai" ucap Ka Dito.
Latihan Gabungan pun berjalan dengan lancar, disela sela materi kami sempat melakukan permainan persaudaraan. Tak terasa 2 jam pun berlalu 5 menit lagi menuju jam 4. Aku membisiki Ka Dito
"Kak, kita diberi waktu untuk pindah tempat 5 menit lagi ke kelas lantai bawah, seperti yang telah aku sampaikan tadi" ucapku
"Iya kak, ayo kita pindah" ucap Sandi.
"Adik adik, dikarenakan hari sudah sore kita praktek nya di kelas lantai bawah ya"
"Kak, tanggung Kita lanjut aja disini lagian praktek gak bakalan lebih dari 10 menit. 5 menit dijamin beres" Ucap Ratih.
"Iya kak Dito, ngapain susah susah ke lantai 1 gak efektif waktunya. Mending kita bereskan dulu. Sebentar lagi kita pulang" Ucap Aji (anak organisasi lain).
"Iya kak setuju" ucap anak anak serempak
"Gue paling gak setuju, dan gue yang nentang sekarang. Gue mau beresin barang barang ini. Dan gue harap Lo semua dengerin gue hari ini. Gue gak mau berdebat sama kalian. Gue bawa barang barang perlengkapan ini buat besok. Dan prakteknya kita laksakanakan dilantai kelas lantai bawah." Tambah Sandi
"Apaansih Lo San, kalau gak mau praktek tinggal keluar aja. Lagian kita memutuskan dengan keputusan suara terbanyak. Praktek kita gak sampe labih dari 10 menit." ucap Aji.
"Iya San, kita lanjutkan sebentar lagi Prakteknya gak bakalan lama".
"Terserah, gue keluar. Gue mau praktek di kelas lantai bawah. gue tunggu kalian semua" ucap Sandi sambil meninggalkan kelas dan membawa peralatan praktek.
"San tunggu" ucapku.
Suasana dikelas pun menjadi tegang, ditambah suara petir besar menandakan hujan akan segera datang. Tak lama Sandi pergi, hujan deras pun turun, kilat-petir datang secara bersahutan. Pantulan kaca jendela tertutupi kabut dan embun secara bersamaan.
"Kak Dito, boleh aku menyusul Sandi?"
"Boleh Ci"
"Teman teman aku ijin menyusul Sandi, aku coba bicara sama dia. Tapi kali ini aku setuju sama Sandi, aku harap kita semua sudah pindah dari kelas ini, dan melanjutkan di lantai bawah. Terimakasih, saya pamit dulu"
"Ayo kita lanjutkan, sambil nunggu hujan reda. Aku pasti kan latihan praktek nya gak bakalan lama. Iyakan Kak Dit?" Tanya Ratih.
"hmh" mengangguk ragu.
"Ayo kita lanjut teman teman" ucap Aji
Aku berjalan terburu buru menyusul Sandi. Karena tasku sudah dibawa Sandi ke lantai 1. Tak tak tak suara langkahku mulai tak terdengar jelas karena hujan.
"Teng teng teng" Suara jam dinding tua terdengar jelas dilantai bawah. Akupun sempat mencari dimana sumber suara jam dinding tua itu berasal. Aku berjalan dengan sangat hati hati dan melirik pintu biru yang sempat mencuri perhatian ku.
"Yaampun" Akupun mengeluh berteriak kaget karena sempat ke gap Sandi ingin mendekati pintu biru itu.
"Kenapa kamu disini?" Disini hujan, ayo ke ruang kelas.
"Kenapa kamu tau aku ada disini?"
"Eng eng enggak ko, cuma kebetulan kamu belum nyusul aku ke lantai bawah. Jadi aku nyari nyari"
"Ohh"
"Ayo ke kelas"
"Oke"
Sandipun membuka suara
"Kenapa Ka Dito dan anak lain masih belum dateng?"
"Gak tau San, aku udah nyoba ngasih tau mereka. Atau kita susul aja mereka"
"Enggak, aku aja yang susul. Kamu diem disini"
"Apa kamu merasa gak enak karena udah ninggalin mereka?" tanyaku cemas cemas
"Enggak ko, aku cuma khawatir sama mereka"
*suara petir dan kilat ditambah hujan deras mendukung suasana tegang perselisihan diantara kami*
"Aku tau, kamu khawatir, tapi kita bisa bicarakan baik baik sama mereka. Kamu gak usah terbawa emosi" ucapku.
"Iya aku ngerti, tapi aku sangat khawatir sama kamu"
"Kenapa? Aku?".
" Gak apapa"
Tak lama kemudian hujan pun mulai mereda, waktu sudah menunjukkan pukul 16.10. Aku dan Sandi membereskan semua barang barang praktek kelompok.
****Aaaaaaaa **** teriakan suara perempuan hampir mengisi semua tangga.
Aku dan Sandi saling berpandangan dan lari menuju keluar kelas.
"Ratihhhh" Yaampun.
"Ratih bangun." Anak anak semua berhamburan berlari dengan hati hati menuruni tangga.
"Apa yang sebenernya terjadi? Ratih kenapa?" ucapku panik
"Kita bawa aja dulu ke ruang kelas terdekat ayo, disini basah"
"Aku yang bawa" ucap Novi dan Santi secara bersamaan. Dan Ana hanya bisa menangis melihat Ratih pingsan.
" Ada yang bawa P3K? atau kalau enggak kayu putih?"
"Aku bawa kayu putih Ci" ucap Ana sambil menangis.
"Aku minta"
"Boleh"
"Akupun mendekatkan minyak kayu putih ke hidung Ratih".
Tak lama kemudian ka Dito datang
"Siapa yang jatuh? Gimana keadaanya"
Sandipun terbawa emosi dan membawa kak Dito keluar sambil menyeret kerah Kak Dito.
"San, sekarang bukan waktunya berantem" teriakku sambil berkaca kaca, karena panik juga dengan keadaan Ratih yang belum sadarkan diri.
"Aku gak bakalan berantem Ci, cuma mau ngasih peringatan sama orang ini" ucap Sandi sambil membawa kak Dito keluar.
Akupun mencoba tidak peduli terhadap perlakuan Sandi terhadap ka Dito. Yang aku fikir kan sekarang adalah kesadaran Ratih.
"Ra, bangun" ucap Ana sambil menangis.
"Gue bener bener gak tau kalau akhirnya bakalan kaya gini" ucap Novi membenarkan.
"Jangan saling menyalahkan, kita semua gak tau kalau akhirnya bakalan kaya gini" ucap Santi.
"Ci, Lo gak apapa kan? Muka Lo pucat" ucap Diki.
"Gak apapa" ucapku sedikit pusing
"Ratih pasti sebentar lagi sadar, kita berdoa aja semoga kita semua baik baik saja" ucap Novi
"Ci, Lo istirahat dulu. muka Lo pucat" ucap Santi membenarkan perkataan Diki.
"Teman teman maafin gue juga ya, karena egois ingin melanjutkan latihan praktek di waktu yang tidak tepat." Ucap Aji
"Gak apapa Ji, ini semua kan kesepakatan suara terbanyak ingin melanjutkan praktek. Jadi jangan saling menyalahkan diri sendiri. Kita ambil hikmahnya" ucap Diki.
Tak lama kemudian, Ratihpun tersadar.
"Ratih" ucapku sambil memeluknya.
"Ra, akhirnya Lo sadar gue seneng banget" ucap Ana diikuti pelukan pelukan hangat dari Santi dan Novi. Akupun tersadar akan sesuatu. Aku gak bisa membiarkan Kak Dito dan Sandi berantem gara gara kondisi sekarang ini.
"Ra, aku mau nyusul Ka Dito sama Sandi dulu. Aku titip Ratih sama kalian." Semua orangpun setuju. Aku berjalan menuju keluar kelas dan tak lama aku melihat Sandi dan Kak Dito.
Di lain waktu Kak Dito dan Sandi bersama
"Kakak butuh bukti apa lagi? Bukti kalau Ratih benar benar terluka?"
"Maafin gue San, gue bener bener gak tau"
"Aku bener bener emosi. Boleh gak gue nyebut nama Lo seperti di rumah dengan dan tanpa embel embel kakak. Itu menyebalkan."
"Apa San?" tanyaku sambil bingung.
"Kalian adik kakak?" tanyaku lagi.
"Ci" ucap kak Dito dan Sandi secara bersamaan.
"Ci, aku bisa jelasin." ucap Sandi panik
"Ci, Kakak juga bisa jelasin" ucap kak Dito
"Apa kalian berdua senang membohongi aku selama ini? Akting kalian di sekolah luar biasa seperti tak saling kenal" tambahku.
"Ci, aku gak ada maksud apa apa. Aku bisa jelasin." ucap Sandi.
"Ci, kakak mau bicara sebentar sama kamu. Tolong dengarkan kakak, bukan sebagai Kakak disekolah atau karena ketua OSIS. Kakak bisa jelaskan sebagai kakak dari Sandi"
Ka Dito membawaku pergi jauh dari Sandi.
"Ci, kakak akuin kakak salah. Tapi kakak mencoba untuk tidak saling kenal karena permintaan Sandi juga. Dia gak mau semua orang tau dan mendapatkan perhatian khusus karena dia adik dari kakak. Kakak memang sangat menyukai kamu, kakak sempat berantem sama Sandi memperbutkan kamu. Tapi kakak sadar Sandi mengalami perubahan besar semenjak dia ketemu sama kamu. Dia menjadi sangat peduli sama orang orang yang disekitar nya. Terlebih Sandi dan kamu saling melindungi satu sama lain. Kakak gak bisa jadi penghalang buat kalian berdua. Kakak sangat menyukai kamu, tapi Sandi sudah banyak membuktikan dirinya bisa menjaga kamu ketimbang sama kakak. Jadi percaya kali ini sama Kakak, Sandi benar benar menyukai kamu semenjak awal pertama kali masuk sekolah pada saat MOS, dia menjadi sangat penasaran dan sangat bahagia ketika dia kelas tau sekelas sama kamu. Dia menceritakan bahwa perempuan yang dia suka tepat berada di hadapan nya, waktu itu istirahat, dia melihat kamu membawa pulpen yang sedang jatuh. Dia menjadi terbuka semenjak kejadian itu dan selalu ingin tau tentang kamu. Dia menang sebagai murid teladan saat MOS, kami OSIS memberinya penghargaan namun dia menolak, namun suatu hari dia meminta penghargaan tersebut ditukar dengan permintaannya, yaktu dia meminta sekelompok sama kamu saat nanti perkemahan siswa baru. Dan panitia juga menyetujui nya. Dia benar benar menjadi anak yang patuh dan disukai banyak panitia OSIS saat itu. Anak OSIS pun tidak ada yang tau bahwa kami kakak beradik. Percayalah dia sangat ingin melindungi kamu melebihi dirinya sendiri. Jangan marah sama Sandi." jelas kak Dito.
Akupun mengangguk mengiyakan, tak lama kemudian aku dibawa pergi lagi oleh ka Dito.
"Kakak sudah selesai bicara sama Citra. Sekarang selesai kan masalah kalian berdua" ucap Kak Dito sambil meninggalkan kami berdua.
"Ci, maafin aku" ucap Sandi
"Maafin aku juga" ucapku.
Akhirnya kita pun saling memaafkan dan saling memahami satu sama lain. Aku dan Sandi pun masuk ke dalam kelas untuk menemui Ratih dan teman teman.
Waktu menunjukkan pukul 17.00. Akhirnya kami pulang bersama, karena besok hari Minggu kita mengadakan latihan gabungan yang sebenarnya. Disisi lain kami bersedih karena Ratih tidak dapat mengikuti latihan gabungan, karena dia harus banyak istirahat setelah kejadian ini. Aku sempat mengantarkan Ratih ke depan gerbang sekolah. Tak lama dari sana mobil jemputan nya datang.
"Hati hati Ra"
"Iya, makasih banyak Ci, makasih banyak semuanya"
Suasana sekolahpun sepi, pintu gerbang sekolah sudah ditutup rapat oleh Mbah Jono. Aku dan Sandi melihat Mbah Jono disebrang, lalu beliau mengunci gerbang sekolah tersebut. Aku dan Sandi pamit dari kejauhan sambil menganggukkan kepala tanda kami akan pulang bersama.
To be continue