"Hah!". Jeka menendang kaki lawannya yang sudah limbung tak berdaya. Pemuda itu menyentuh sudut bibirnya dan mengernyit lantaran perih menggelayar begitu saja akibat luka. Tiga puluh menit yang lalu pertempuran terjadi lagi, Jeka vs Mario siapa yang menang? Tentu saja Jeka.
Dan karena itulah Mario tidak terima dikalahkan untuk yang kesekian kalinya. Pembalasan akan lebih kejam, begitu batin Mario. Pemuda itu menatap Jeka dengan tatapan bengis, sementara Jeka membalasnya dengan senyum miring nan pongah-nya.
"Malu gak loe selalu berakhir bersimpuh dikaki gue tiap kali kita berantem?...". Jeka mencengkeram rahang Mario sebelum melontarkan kalimat peringatan pada pemuda itu.
"Sekali loe nyenggol gue atau temen-temen gue lagi, gue gak bakal biarin loe hidup tenang Mario!". Desis-nya sembari melepas cengkeraman tangannya dengan kasar hingga membuat kepala Mario terhuyung kesamping.
"Kalian semua juga! Mau-maunya diperintah sama orang cupu kayak dia, cihh!". Jeka meludah tepat disamping kaki Mario yang tentu saja membuat pemuda itu merasa terhina, dan sebelum Jeka melangkah pergi, Mario menghentikannya.
"Gue pastiin loe bakal bersimpuh di kaki gue Jeka. Coba kita lihat seberapa lama loe bisa bertahan dengan sikap pongah loe itu!". Jeka mengangkat sudut bibirnya keatas tersenyum remeh kemudian berbalik kembali untuk menatap Mario yang bonyok tak karuan.
"Oke gue tunggu, tapi sebelum itu terjadi. Gue pastiin loe udah ada di alam kubur. Cabut!". Kata Jeka kemudian berlalu diikuti antek-anteknya, pemuda itu melewati anak buah Mario yang terkapar dijalan bak tanpa dosa. Mereka semua terlihat seperti mayat-mayat yang gugur dimedan perang.
"ARGHHHH!!!". Teriak Mario sambil meninju-ninju aspal hingga punggung tangannya terluka. Pemuda itu dendam dan merasa harga dirinya jatuh diinjak-injak Jeka yang notabene adalah musuh bebuyutannya. Tentu saja ia tidak akan tinggal diam, semua luka dan darah yang ia keluarkan harus ada bayarannya.
"Terpaksa gue harus pakai cara cupu lagi, Jeka". Desis Mario sembari tersenyum penuh arti.
Sementara itu Jeka menepikan motornya sejenak, sekedar merenggangkan otot-ototnya yang pegal gara-gara berkelahi tadi. Kepalanya juga pusing karena kena tonjok, sebenarnya berkelahi itu merepotkan. Tapi ya mau bagaimana lagi, emosinya mudah sekali tersulut. Sebenarnya hanya sekedar memberi peringatan agar tidak macam-macam lagi, namun diantara semua musuh-musuhnya hanya Mario saja yang bebal.
"Minum dulu Bos". Kata Bambang sembari mengulurkan botol air mineral pada Jeka. Jeka menggoyangkan tangannya tanda tidak membutuhkan air.
"Jam berapa?". Tanyanya yang masih terus memijit pelipisnya.
"Setengah sepuluh Bos". Sahut Haykal. Jeka langsung ingat Unaya, meski tadi gadis itu sudah tidak marah lagi tapi tetap saja kalau belum memastikan secara langsung rasanya masih ada yang mengganjal.
"Jam segini masih ada toko boneka yang buka gak ya?". Semuanya langsung saling pandang, Bos mereka agak soft semenjak punya pacar.
"Ya ada kali Bos, mau dicari sambil jalan?". Tawar Haykal. Dari semua antek-anteknya memang Haykal ini yang paling perhatian, kadang-kadang Jeka takut jika pemuda itu naksir padanya.
Dan akhirnya Jeka berserta antek-anteknya berkeliling mencari toko boneka demi siapa lagi kalau bukan Bu Bos yang hobi merengek. Daripada besok pagi gadis itu ngambek untuk yang ke? Keberapa ya? Saking seringnya Unaya ngambek sampai-sampai Jeka lupa jumlahnya. Juga boneka kelinci permintaan Unaya sebagai tanda maafnya untuk gadis itu.
"Cari boneka kelinci yang agak gedhe sepuluh, gue tunggu disini. Pusing pala gue". Kata Jeka sembari mengulurkan kartu ATM-nya. Pemuda itu duduk di depan toko, memijit lagi pelipisnya dan sesekali menggerakkan kepala agar pegal dilehernya hilang.
"Buset deh itu Boneka banyak bener mau loe sumbangin ke panti asuhan Bos? Alhamdulilah ya Allah akhirnya Bos tobat". Kata Jimi dengan lebay-nya. Jeka langsung menempeleng kepala Jimi, heran punya antek-antek gak ada yang bener dikit otaknya.
"Berisik! Tinggal beli aja gak usah kebanyakan bacot!". Bos mulai ngamuk. Antek-anteknya kocar-kacir dan memilih menurut saja. Oh iya soal Wonu, pemuda itu baik-baik saja kok. Motor-nya juga sudah berhasil diambil lagi oleh Jeka, perkelahian Bangsat Boys dengan Mario tadi adalah pembalasan dendam bagi Wonu.
++
Unaya merasa risau karena Jeka tak kunjung menghubungi, gadis itu khawatir sekali. Kepikiran takutnya Jeka kenapa-napa, apalagi ia tahu jika pemudanya pergi karena hendak berkelahi. Apa coba untungnya berkelahi, iya sih Jeka kelihatan keren kalau sedang berkelahi. Tapi ya tetap saja, kalah jadi abu menang jadi arang.
Gadis itu berguling hingga posisinya berubah menjadi tengkurap, membuka aplikasi instagram dan bertepatan dengan Jeka yang baru saja mem-post sebuah foto.
king.jk0197
Good Job👍🏻
"Menang kelahi kok bangga, terus kalau kalah nanti caption-nya berubah jadi bad job gitu?". Unaya nyinyir sendiri kemudian melempar ponselnya kesamping. Meski sebal, setidaknya Unaya lega karena tahu kalau Jeka dalam keadaan baik-baik saja. Unaya sudah menarik selimutnya sebatas dada namun tiba-tiba ponselnya berbunyi.
From: Koko💕
Maaf mbak, mau nganter paket.
Saya sudah didepan
Unaya tidak bisa untuk tidak tersenyum setelah membaca pesan dari Jeka. Gadis itu langsung berlari kearah jendela dan melihat kearah luar rumahnya. Jeka dan antek-anteknya tersenyum sembari melambaikan tangan kearah Unaya, mereka membawa boneka kelinci yang diminta Unaya waktu itu.
Rumah Unaya sudah sepi karena sekarang hampir tengah malam, gadis itu mengendap-endap untuk keluar dari rumah. Jangan sampai ketahuan Papa, kalau Papa tahu bisa gawat. Dan setelah berhasil membuka pintu rumah, Unaya langsung berlari kearah pagar, membukanya, dan langsung menghambur kepelukan Jeka. Jeka sempat terhuyung kebelakang namun kemudian terkekeh dan membalas pelukan Unaya.
"Uluh...uluhhh...". Ledek antek-antek Jeka. Victor mengacak rambut Unaya saking gemasnya dengan gadis itu.
"Kenapa gak kasih kabar?". Cicit Unaya.
"Lagi berantem masa kasih kabar, terus hape ku juga lowbat". Sahut Jeka, kepalanya sedikit menunduk untuk mengecup dahi Unaya.
"Hape-ku lowbat yank". Kata Jimi pada Victor dengan nada menye-menye seperti Jeka. Ya niatnya memang mengejek si Bos sih wkwk.
"Hahahhahahaha... Ups!". Jimi dan Victor langsung menutup mulut mereka rapat-rapat saat Jeka melotot kearah mereka.
"Kamu gak apa-apa? Kalian juga gak apa-apa kan?". Tanya Unaya cemas. Ngeri juga melihat Jeka dan antek-anteknya bonyok.
"Kita gak apa-apa kok Bu Bos. Luka kayak gini mah udah biasa, ya gak Bos?". Jeka tesenyum kecil menanggapi perkataan Jaerot.
"Kita baik-baik aja, makasih udah khawatir. Oh iya, permintaan kamu udah aku turuti". Kata Jeka sembari memberi kode antek-anteknya untuk memberikan boneka kelinci pada Unaya.
Langsung saja mereka memberikan boneka kelinci itu hingga wajah Unaya tak terlihat karena tertutup boneka. Woah... Jeka benar-benar memberinya sepuluh boneka kelinci.
"Makasih, tapi boleh gak minta tolong boneka kelincinya ditaruh teras aja". Pinta Unaya dengan suara teredam boneka kelinci.
"Siap Bu Bos". Sahut Jimi sambil menahan tawa. Dengan sigap mereka memindahkan boneka kelinci ke teras rumah seperti apa permintaan Unaya.
"Kalian kesini naik apa?". Tanya Unaya heran karena tidak melihat Jeka dan antek-anteknya membawa kendaraan.
"Motor kita titipin ke Pak Satpam yang jaga di depan kompleks. Takut ganggu warga, udah malam gini". Kata Jeka menjelaskan.
"Oh, terus gimana keadaan Wonu?".
"Dia baik-baik aja kok, ini tadi aku bawa motor dia yang diambil sama Mario". Pokoknya beberapa menit sempat hening. Antek-antek Jeka juga pamit lebih dulu ke Pos Satpam karena tidak ingin mengganggu waktu pacaran Bos-nya. Unaya bingung mau bicara apa, terlebih gadis itu masih merasa malu karena sudah bersikap egois tadi. Jeka juga diam, pemuda itu bersiul asal sambil menatap kesekitar.
"Jeka?".
"Iya". Unaya menghembuskan nafas sebelum menatap Jeka lamat-lamat.
"Maaf tadi aku egois. Ah, gak cuma tadi. Tapi selalu egois dan gak ngertiin kamu. Aku kekanakan banget ya, harusnya aku paham kalau Wonu butuh kamu". Kata Unaya sambil menunduk dalam, Jeka tersenyum kecil.
"Gak apa-apa. Kamu juga pasti ngerasa kesusahan punya pacar tukang berantem kayak aku". Jeka tertawa miris, perkataan Unaya yang bilang akan pergi jika ia masih sering berkelahi terus terngiang-ngiang dikepalanya.
Unaya langsung menggeleng dengan tegas "Enggak kok, kata siapa aku kesusahan?".
"Barangkali. Tapi kalau kamu suruh aku berhenti berantem, maaf aku gak bisa. Ya aku emang cowok nakal. Tapi nakalnya aku cuma sekedar berantem Unaya, jadi kamu gak usah mikir macam-macam tentang aku. Cuma itu sih point yang bisa dibanggain dari aku". Jeka nyengir bodoh. Unaya terkikik geli mendengar perkataan pemuda itu. Unaya maju satu langkah agar bisa lebih dekat dengan Jeka kemudian tangannya terulur untuk memeluk pinggang pemudanya.
"Iya percaya kok, aku sih gak minta macam-macam. Aku mau kamu cuma sayang sama aku, cuma ngelihat kearah-ku, dan cuma aku cewek paling cantik dimata kamu". Kata Unaya yang terdengar sangat posesif. Keduanya saling melempar senyum, menyelami manik masing-masing. Dan nyamuk hanya mampu berdengung seakan iri melihat romantisnya pasangan ini.
"Gak usah ngomong begitu, aku udah tahu bawel". Jeka menarik hidung Unaya dengan gemas.
"Masa? Ngeliat cewek cantik lewat aja matanya langsung jelalatan". Omel Unaya dengan sewotnya.
"Haha. Ya wajarlah, kan aku cowok normal. Ngapain cemburu sama cewek-cewek itu? Kan kamu yang sekarang jadi pacar-ku, kamu yang menang". Unaya langsung memeluk Jeka erat-erat sekali, tak mau lepas. Kemudian gadis itu mengangkat wajahnya dan menatap luka di bibir Jeka.
"Sini aku obatin...".
Chu~
Unaya mengecup sudut bibir Jeka yang terluka begitu saja. Kemudian nyengir lebar bak tanpa dosa.
"Udah gak sakit lagi kan?". Tanya gadis itu dengan suara nyaring. Jeka meneguk ludahnya susah payah. Astaghfirullah jangan sampai khilaf, malam syahdu, sepi lagi huhu.
"Eh? I-iya. Tapi yang sebelah sini boleh lah". Kata Jeka sambil menepuk-nepuk pipinya yang lebam kena tonjok.
"Lah kok malah ngelunjak?!". Omel Unaya.
"Siapa duluan yang mulai? Aku mah kalau gak dipancing ya gak ngelunjak hehe. Sini-sini cium dikit...". Jeka menarik-narik tangan Unaya minta cium.
--Bangsat Boys--
Siang ini Unaya dan Ririn ikut ekskul Tari Tradisional. Banyak murid-murid lelaki yang mengintip dari balik jendela kelas yang dijadikan tempat ekskul Tari Tradisional. Kabarnya bulan depan mereka semua akan tampil diacara ulang tahun sekolah. Gadis-gadis yang ikut ekskul Tari Tradisional memang cantik-cantik, wajar banyak fanboy-nya.
"Ada apaan tuh rame-rame? Sampai pada mangap gitu?". Tanya Victor sambil menunjuk kearah murid-murid lelaki yang tengah mengintip kearah jendela kelas.
"Denger suara musik gak? Lagi pada ngintipin anak ekskul Tari Tradisonal kali". Sahut Jimi sambil mengunyah cilok, sedetik kemudian ia terdiam.
"Ekskul Tari Tradisional?". Ujar Victor dan Jimi barengan.
"Kenapa deh?". Tanya Jeka heran. Ada apa dengan ekskul Tari Tradisional sampai-sampai membuat sebagian besar lelaki disekolah ini ribut?
"Fix gue harus nonton". Jimi ngacir begitu saja diikuti Victor. Mereka berdua ikut bergabung dengan murid-murid lain.
"Bos kalau gak salah, Bu Bos kan ikut ekskul Tari Tradisional". Seru Victor.
"Hah?". Jeka bahkan tidak tahu kalau Unaya mengikuti ekskul tersebut. Jadi para lelaki itu sedari tadi tengah menonton gadisnya yang sedang menari? Wah kurang ajar. Pemuda itu tak tinggal diam, ia berjalan dengan emosi kearah para lelaki yang wajahnya menampilkan muka-muka omes.
"Mingkem Ziz!". Omel Jeka sembari menyumpal mulut Aziz dengan plastik yang ia temukan dilantai.
"Uhuk! I-iya". Sahut Aziz takut-takut kemudian memilih menyingkir.
"Woah, cakep banget sumpah. Liat tuh body-nya". Ujar salah satu lelaki yang membuat Jeka semakin emosi. Pemuda itu menarik kerah baju bagian belakang lelaki itu dan menatapnya dengan tajam.
"Ngomong apa loe barusan? Body siapa yang loe omongin?!".
"I-itu...".
"Ngomong yang bener!". Bentak Jeka. Para lelaki yang tengah mengintip mendadak nyalinya ciut. Mereka takut melihat wajah Jeka yang mengintimidasi. Victor dan Jimi tak peduli, hanya mereka berdua yang tak terganggu dengan bentakan Jeka.
"I-itu.. Una-Unaya...".
"Bangsat!". Jeka langsung saja menonjok wajah lelaki itu hingga tubuhnya limbung. Mendadak suasana ribut hingga membuat anggota ekskul Tari Tradisional terganggu.
"Bos, sabar Bos. Sabar!". Kata Jimi mencoba melerai keributan yang terjadi.
"Gimana gue mau sabar kalau dia mikir kotor ke cewek gue?!". Sahut Jeka dengan tatapan bengis.
"Ada apa ini ribut-ribut?". Tanya Ibu Raisa guru ekskul Tari Tradisional.
"Bu, mau kasih saran aja. Mending ibu pakai ruang tertutup kalau mau ngajar tari. Banyak manusia-manusia otak selangakangan kayak mereka, kasihan ibu sama murid-murid ibu dijadiin fantasi liar kaum kami". Sahut Jeka yang membuat para gadis ambyar mendengarnya. Itulah yang menjadi point unggul kenapa Jeka bisa digilai murid-murid perempuan disekolahnya. Biar tittle-nya leader Bangsat Boys, tapi cara memperlakukan perempuan begitu manis. Biar ngomongnya kasar gitu, tapi menyiratkan perhatian pada kaum perempuan.
"Ibu maaf ya, Una mau bicara sama Jeka dulu". Pamit Unaya kemudian menarik tangan Jeka dan membawa pemuda itu ke lorong sekolah.
"Ada masalah apalagi Jeka? Sampai bikin ribut gitu?". Jeka masih memasang wajah sebal.
"Kamu ngapain sih ikut ekskul kayak begitu?". Tanya Jeka balik. Masih ingat betul bagaimana tatapan jorok lelaki-lelaki tadi pada Unaya yang tengah menari.
"Pingin aja. Kenapa emangnya?".
"Aku gak suka!".
"Alasannya?". Jeka menatap Unaya serius.
"Aku gak suka kamu ditatap cowok lain sampai kayak gitu. Biar aku colok mata mereka satu-satu". Jeka hendak berlalu namun buru-buru dicegah oleh Unaya.
"Eh? Jangan aneh-aneh Jeka. Sabar dong". Unaya mengusap-usap dada Jeka agar pemuda itu tidak emosi lagi.
"Makasih udah perhatian dan cemburu, tapi tahan dong emosi-nya. Kamu tuh emosian banget sih". Omel Unaya. Jeka menghembuskan nafasnya mencoba sabar, iya benar juga temperamen-nya itu sulit dikendalikan.
"Ya gimana aku gak marah kalau mereka...".
"Iya paham. Nanti biar aku ngomong sama Bu Raisa buat pindah ke tempat yang lebih tertutup kalau latihan tari". Bujuk Unaya dengan halus, Jeka luluh juga.
"Oke. Ya udah sana latihan lagi". Kata Jeka kemudian mengusap-usap pipi Unaya.
"Kamu mau kemana?".
"Biasa ke markas. Nyebat paling". Sahut Jeka asal, memainkan lidahnya didalam mulut.
"Ck! Gak! gak ada rokok hari ini". Kata Unaya sembari mengambil beberapa bungkus permen Yuppi dari dalam saku rok-nya.
"Nih! Kamu makan ini selagi nunggu aku selesai ekskul". Jeka cengo menatap permen Yuppi yang diletakkan Unaya ke-telapak tangannya.
"Tapi...".
"Kalau nanti kamu bau rokok, gak dapat cium. Bhay!". Unaya melengos pergi begitu saja. Jeka menahan senyum, Yaelah manis banget sih.
Pemuda itu membuka bungkus permen Yuppi dan mencoba memakannya.
"Lumayan, empuk". Gumamnya kemudian berlalu pergi.
++
"Bye-bye Rin". Unaya melambaikan tangannya kearah Ririn yang berlalu dengan motor barunya. Gadis cantik itu hendak melangkah kearah markas Jeka namun urung lantaran melihat sosok Mario yang melambaikan tangan kearahnya.
"Ngapain tuh orang ke sini? Cari mati aja". Gumam Unaya kemudian memilih berjalan kearah pemuda itu. Ya daripada terjadi keributan? Ia harus segera mengusir Mario dari wilayah sekolah.
"Hai Unaya". Sapa Mario dengan ramah yang hanya dibalas senyum tipis oleh Unaya.
"Ngapain disini?". Tanya Unaya langsung.
"Mau jemput Helen lah, kan gue pacarnya Helen". Sahut Mario yang terlihat santai. Padahal pemuda itu tengah merencanakan sesuatu, dan tentunya melibatkan Unaya.
"Ohh...". Mario diam-diam mengulas senyum licik melihat Unaya yang percaya dengan omongannya.
Drrttt... drttt...
Ponsel Mario tiba-tiba bergetar, pemuda itu langsung mengangkatnya.
"Halo...".
"...".
"Apa? Kalian bikin Jeka sekarat?!". Teriak Mario tiba-tiba yang membuat Unaya kaget setengah mati. Apalagi pemuda itu menyebut nama Jeka.
"....".
"Goblok! Siapa yang nyuruh bikin dia sekarat sih?!". Mario melirik kearah Unaya yang sudah hampir menangis. Bagus! Sandiwaranya sukses. Unaya seperti hendak menanyakan sesuatu pada Mario, ia takut Jeka kenapa-napa.
"Oke gue kesana sekarang, sial!". Umpat Mario setelah menutup teleponnya.
"Mario, Jeka kenapa?". Tanya Unaya dengan suara tercekat. Mario memasang wajah seolah-olah ia cemas.
"Jeka Na, Jeka...".
"Jeka kenapa?!". Potong Unaya tak sabar.
"Jeka sekarat. Gue harus kerumah sakit sekarang". Mario memakai helm dan hendak melajukan motornya, namun Unaya menghentikan begitu saja.
"Gue ikut!". Tanpa pikir panjang Unaya langsung naik begitu saja ke atas motor Mario. Pikirannya kalut bahkan otak cerdasnya pun tak mampu berpikir secara logis. Mario kan musuhnya Jeka, bagaimana mungkin pemuda itu cemas mengetahui musuhnya sekarat? Senyum licik terbit diwajah tampan pemuda berkulit Tan tersebut.
"Tamat riwayat-mu Jeka Nalendra". Batin Mario kemudian melajukan motornya ke suatu tempat, yang pasti bukan ke rumah sakit.
--Bangsat Boys--