"The name of God gift ...."
[Angelic Devil: The Crown]
"I-Ini serius ....?" tanya Thanawat dengan berlinangan air mata. Pada keesokan pagi, Alpha itu ditemui Paing Takhon. Pukul sembilan, baru selesai sarapan tetapi langsung menangis. "Aku benar-benar resmi jadi kakek ... hu hu hu ...." Perlahan pandangannya pun jadi buram karena haru. Dia pun menciumi 4 lembar foto itu. Memandangnya. Lalu membaca tulisan di bagian belakang.
[1. Zaw Takhon Khin Kyu]
[2. Shein Takhon Khin Kyu]
[3. Arkar Takhon Khin Kyu]
[4. Zeya Takhon Khin Kyu]
Lelaki berhati suci ....
Cermin kebaikan ....
Langit tertinggi ....
... dan gadis yang diberkahi keberhasilan.
Dalam semalam, nama-nama Myanmar itu pun membelit kaki para baby. Terdata di inkubator. Di list dalam Keluarga Takhon. Bahkan juga surat waris bermap hitam yang pernah dikembalikan oleh sang Omega.
Semuanya begitu indah. Ditanda tangani Paing pada pada hari itu juga. Tepat pada tanggal 23 April 2016, di depan saksi Dokter Us dan Piya Vimuktayon.
"Oh ... pasti kudo'akan mereka hebat semua. Hhhh ... ini seperti keajaiban ...." Thanawat pun mengusapi pipinya terus menerus.
"Ya ampun, tapi kenapa Ar gemuk sekali? Malahan Zeya terlalu kecil. Apa baik-baik saja? Kutebak Zeya tidak ada 3 kilo."
Sambil menggendong Blau Er, Paing pun menenangkan ayahnya. "Baik kok baik. Tapi Zeya memang cuma 2 kilo," katanya. "Dia sempat menelan air ketuban, Pa. Susah menangis, tapi sekarang tidak masalah ...."
"Oh ...."
"Dan kita harus sabar 1 bulan lagi," kata Paing. "Mereka semua prematur ...."
Thanawat pun makin bercucuran.
"Ya Tuhan, lama sekali ...." desahnya. "Tapi tidak apa-apa aku akan menunggu. Oh, oh, oh ... cucuku ...." Dia pun kembali menciumi foto-foto tersebut.
Well, sebenarnya semalam Piya juga menanyakan triplets. Bagaimana status-nya, tapi Paing takkan bisa mengklaim ketiganya langsung. Bahkan dengan surat angkat sekalipun. Sebab secara hukum, selama palu hakim belum berbunyi, nama mereka takkan bisa dicabut dari Keluarga Romsaithong. Dan tentunya harus menunggu persidangan utama. "Ini sulit, tapi memang begitu ...." ujar Paing yang diangguki oleh Us.
Kondisi Apo juga istri yang menarik laporan. Maka sebelum sidang terakhir, dia sebaiknya melindungi nama Mile selama masa tahanan rumah. Menunggu kelanjutan kasus Nazha jika tidak mau disangkut pautkan jaksa. Sekaligus melahirkan quadruplets dulu agar hadir dalam sidang dalam kondisi baik. (Oh, Apo tidak mungkin membawa perut besar di depan semua orang. Ditanya kapan pisah ranjang dan lain-lain. Karena nama Keluarga Takhon bisa ikutan terkena--shit yeah ... posisi semua orang memang serba salah di sini).
"Sebenarnya masih bisa diakali jika laporan Nona Nazha ikut dicabut," celutuk Us tiba-tiba. "Ah ... bukan maksud saya mengatur-atur. Soalnya si Alan ikut terkena kan? Kasihan. Tapi timing-nya terlalu urgen, serius. Apalagi usia pernikahan mereka terlalu singkat."
"Benar," kata Piya sambil mengangguk. "Jika Nona Nazha melanjutkan sidang (apalagi misal dipercepat) maka sekali tebas nama 4 keluarga akan langsung terkena."
"... kan ...." kata Us sambil menjentikkan jari. "Saya sudah membayangkan Jaksa Na akan merangkumnya menjadi satu. Saling berkaitan. Malah status cerainya Tuan Natta nanti 'tidak jadi' baik-baik."
"Hmm ...." gumam Piya. "Tapi Nona Nazha itu publik figur, kan? Jangan lupa beliau impact-nya besar."
"Iya sih ...." kata Us. "Dan karena sampai diberikan masa jeda, kutebak beliau masih memikirkan keluarganya."
"Kemungkinan ...." sahut Piya sambil mengendikkan bahu. "Soalnya Tuan Mile sudah bukan CEO-nya. Lepas gelar 'The Face' dari Romsaithong. So, kalau pun Nona Nazha keras kepala--hhh ... sudah pasti Keluarga Bextiar sendiri yang paling hancur."
Paing yang sedang mengurus surat waris pun menghela napas. Dia ikut membayangkan obrolan itu. Atau betapa kontroversialnya berita Nazha Bextiar nanti. Pasti ada di televisi, koran, majalah, sosial media, dan ranah bisnis sekali pun. Sebab Nazha itu berbeda. Dia menjalani dunia entertainment hingga sekarang. Tidak seperti Mile, Apo, apalagi dirinya (Oh, setidaknya Paing sudah lepas dari dunia modelling sejak kuliah).
Tapi daripada memikirkan itu, Paing pun menyisihkannya. Sebab masih ada waktu 5 bulan hingga Nazha memberikan keputusan. (Toh Apo juga harus pulih dulu bersama para bayinya). "Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Nanti pasti triplets akan disusulkan," katanya. "Aku sudah persiapkan barisnya di bawah sini. Mereka hanya perlu menunggu resmi."
Us dan Piya langsung menatap garis yang dibuat Paing. Tapi ternyata tidak cuma tiga. Alpha itu masih menambahkan beberapa lagi, walau nanti entah akan diisi atau tidak--glek! Us pun meneguk ludah kesulitan. Dan dalam hati dia kehilangan rasa iri. Sebab tergolong keluarga terpandang ternyata tak selalu enak, dan lihatlah cara Paing bertindak 100 langkah ke depan.
"Kalau begitu aku ingin menjenguk mereka," kata Thanawat sambil merentangkan tangan pada Edsel. Dia menerima biskuit dari baby itu. Menunggu langkahnya yang masih belajar. Lalu mengangkatnya ke pangkuan renta. "Kapan? Sore nanti apa sudah bisa? Aku tidak apa-apa walau mereka masih tertidur ...."
"Iya, Papa. Tapi kita harus mengabari Yuzu dulu," kata Paing. Dia pun tersenyum kepada Kaylee. Berdiri untuk menurunkan Blau Er. Lalu menggandeng keduanya di kanan kiri. "Ayo, ayo, Sayang ... kita ambil Ipad-nya di sana ...." ajaknya dengan suara lembut. Paing pun melangkah sepelan siput karena mengimbangi Er dan Kaylee. Lalu tertawa keras sepanjang jalan. "HA HA HA HA HA! Hati-hati, hei ... awas karpet bulunya licin."
Brugh!
Er dan Kaylee pun terjatuh duduk sebelum sampai tujuan. Lalu Paing menerima Ipad dari pelayan untuk video call Yuzu. Dia masih tertawa karena Er rebutan pahanya dengan Kaylee. Kadang masih merangkak, dan mereka ikut penasaran dengan layar hingga melebarkan mata. "Auuu, na ... na na!" kata Kaylee sambil menepuk layar.
"Ungh! Ungh! Ungh! Mm! Nn ...." oceh Er yang ikutan menepuk. Mereka tampaknya tak sabar. Tapi langsung terkejut karena suara Yuzu.
"BUSET! SUMPAH PHI?! SUDAH LAHIRAN?! MANA BOCIL-BOCIL KEMATIANKU! AAARRRRGHHH! OH MY GOD AKU PUNYA KEPONAKAAAAAAAAAN!!" teriak Yuzu histeris. Dia pun menambah sang suami pada sambungan. Dan Wen auto tersedak kopinya di kantor.
"UHUK! UHUK! UHUK! Benarkah? Wahh ... selamat untukmu, Phi Paing ...." kata Wen. Paing pun mengangguk pelan. Walau rasanya aneh karena Wen jarang memanggil begitu. "Boleh aku melihat baby-nya? Ah, cantik sekali Zeya ...." pujinya saat ditunjukkan foto.
Thanawat pun tertawa kencang saat gabung ke dalam frame. Sebab Sanee mempercepat pekerjaannya di Bali. Bahkan sang istri langsung pulang hari itu juga. Namun, ternyata Yuzu tidak protes, padahal rencana mereka nonton Tari Kecak batal. "TIDAK APA-APA! NO PROB! AAAARRRRGGHHHH! AKU SEKARANG MENJADI AUNTYYYYYYYYYYYY!" katanya sampai menggebuk bantal. Bugh!
Thanawat pun menahan diri agar tak mendahului. Menunggu Sanee dan Yuzu pulang ke Bangkok. Lalu lusa sore baru ke RS Bumrungrad barengan.
"Awww, baby Zaw gemas sekali ...." kata Yuzu sambil mengetuk inkubator menggunakan kuku. "Phi yakin dia si sulung yang berontak itu? Ish, ish ... anteng kok. Dia lucu kalau sedang bernapas ...."
Paing pun tersenyum bangga. "Iya, Zaw. Dia agak mirip Edsel kalau sudah bangun. Matanya ekspresif. Tatapannya menarik, tapi Shein dan Ar belum ketahuan. Mereka masih tidur sampai sekarang ...."
"Hihihihi ... jadi tidak sabar mereka bangun semua," kata Yuzu lalu mengesuni pipi Kaylee di gendongan. Matanya berbinar saat baby itu meraba kaca Zaw. Menyentuhnya. Lalu mengoceh sambil tersenyum.
"Aw! Naa ... ngh, mmn ..."
"Hoho ... kenapa panglima bocil? Apa kau suka punya adik bayi? Mereka semua budakmu! HA HA HA HA! Kerjai saja kalau sudah dewasa, oke?"
Seolah setuju Yuzu, Kaylee pun menjerit senang. "Aiiyyyaay!" katanya sambil merentangkan tangan. Satu giginya ikutan tampak, padahal biasanya yang begitu adalah Blau Er.
Ctak!
"Aduh! Phiiii! Kenapa aku dijitak!"
"Jangan ajari dia begitu, dasar ...." kata Paing sebelum berlalu. Dia pun mempersilahkan Sanee dan Thanawat masuk. Masing-masing menggendong bayi. Satunya Edsel dan satunya lagi Blau Er. "Aku mau mengecek Apo dahulu ...."
"Oke, Sayang."
Paing pun tersenyum saat melambaikan tangan pada Edsel. Barulah masuk ke kamar VVIP nomor 17 untuk ketiga kalinya. Namun, sayang. Apo ternyata masih terlelap. Sehingga Paing lagi-lagi hanya duduk di sisinya.
Cup. Alpha itu pun menjauh setelah mengecup bagian kening. Terkekeh-kekeh. Lalu memandangi wajah Apo yang sedikit pucat. "Hei, capek sekali, ya?" tanyanya. " ... tapi pasukanmu sehat semua kok. Mereka sedang kenalan, dan Phi belum beritahu keluarga besar."
Apo pun bernapas kembang kempis tanpa merespon. Omega itu tidur lelap dengan lengan berada di dada, dan perutnya sudah dijahit di balik selimut itu. "...."
"Karena, apa ya ... mereka pasti akan sangat ribut? Aku tidak mau kalian kenapa-napa," kata Paing. Dia membelai pucuk rambut Apo dengan jemari. Menatap dalam. Lalu mengadu hidung keduanya hingga Apo terbangun.
"Hmmnh, Phiii ...." lenguh Apo dengan kening mengernyit. Dia pun berkedip-kedip. Mendesah nyeri. Sebab efek jahitannya sudah terasa. "Sakit ...." keluhnya dengan mata berair. Omega itu mengucek mata dengan jari ber-infus. Langsung meringis, tapi tak bisa marah pada wajah tampan di depannya. "Mnnh ...." Dia meremas bahu Paing ketika dicium.
Keduanya pun membagi rasa untuk beberapa saat. Saling menalikan lidah. Lalu Paing meraba sisi ranjangnya. "Hmm, bagus. Di sini sudah diberikan bantalannya." Dia bilang. "Apa masih tidak nyaman? Bilang posisinya harus dipindah ke mana ...."
Apo pun menggeleng pelan. "Tidak kok, sudah enak--hhh ... hhh ...." katanya. "Tapi, ngilu Phi--mn, boleh ambilkan obatku? Aku belum meminumnya dua kali ...."
"Hm, hm. Ini. Sebentar kuambilkan gelasnya."
Apo pun menelan pil pereda nyeri yang besar-besar. Dia juga minta roti cokelat di dalam kotak. Lalu mengunyahnya perlahan. "Hmmh, rasanya lapar sekali ...." keluhnya sambil terpejam. "Aku mau banyak makan, Phi ... tapi aku bosan sama semua hal ...." Dia sungguh tampak keperihan, ingin berteriak, tapi kondisinya terlalu lemas. Hmm ... Paing pun segera memutar otak.
"Oh, kalau begitu mau Phi masakkan? Mumpung baru besok balik ke kantornya."
DEG
"Eh? Phi bisa?"
Mereka kini saling bertatapan.
"Of course, why not? Tapi tidak mewah-mewah juga," kata Paing. "Kau lupa aku hidup di asrama selama di London? Menurutmu siapa yang masak kalau bosan beli di luar?"
"Nein, ha ha ha ha ...." tawa Apo. Dia tak sanggup membayangkan Paing sungguhan menyentuh dapur. Memotong bawang atau buncis basah. Lalu menggoreng sesuatu untuknya. ".... sag mir nicht, dass Phi es wirklich tun wird ... nein ...." (*)
(*) Bahasa Jerman: "Jangan bilang Phi benar-benar akan melakukannya."
"Hm, apa kau mau buktinya? Minta masakan seperti apa? Pedas, manis, asin, pahit?"
Plakh!
"Ha ha ha ha ha ...." Apo justru menampar pipi sang mate gemas. Omega itu juga mencubitnya. Lalu mengeluarkan air mata, meski tertawa-tawa. Ahh, Apo sepertinya hanya ingin melampiaskan kesal. Rasa sakit di taraf misery pada pinggulnya, dan Paing takkan bisa memahami itu. "A-Aku akan makan apa saja, hiks ... hiks ... hiks ...."
"Apo ...."
"Peluk ...."
Paing pun terhenyak karena ditarik Apo. Dirangkul erat. Dan Omega itu bilang menunggu semua masakannya. Hal yang membuat Paing segera pulang. Sementara Apo skin to skin quadruplets secara gantian. Dia memeluk Zaw, Shein, Ar, dan Zeya. Membiarkan mereka telungkup pada dadanya, tapi setelah itu harus masuk inkubator lagi. (*)
(*) Skin to skin merupakan intervensi untuk merawat bayi prematur. Merupakan metode ketika bayi baru lahir untuk diletakkan pada dada. Tanpa terhalang pakaian, dimana kulit bayi dan kulit Papa bersentuhan secara langsung di balik selimut selama 1 jam
"Oh, masih?" tanya Paing saat kembali ke RS. Dia membawa sekotak tinggi menu makanan. Sementara Apo mendekap Ar makin protektif.
"Iya, Phi. Dia yang terakhir karena yang paling gendut," kata Apo. "Dokter Us bilang harus urut dari yang bobotnya paling ringan."
"Hmm ...."
"Aku senang kok, karena kondisi mereka oke," kata Apo. Dia menatap wajah Ar yang nyaman dengan detak jantungnya. "Tapi, Shein kenapa ya Phi? Dia belum bangun sampai sekarang. Zeya yang paling kecil saja sempat membuka mata."
Paing pun meletakkan kotak makanannya di atas nakas. "Ha ha ha, no worries," katanya. "Mungkin dia akan mirip Blau Er dan Zeya. Masing-masing baby punya perkembangannya sendiri."
"Ugh, semoga saja begitu ...."
Sepuluh menit kemudian Apo baru menyerahkan Ar kepada suster. Lalu membuka mulut untuk suapan Paing. "Ha ha ha ha--apa sih?! Phii ... aku jadi tidak tega memakannya." Namun Omega itu justru tertawa geli. Sebab desain sajiannya berbentuk kelinci tidur.
"What? Ini kan cuma nasi dan telur," kata Paing. "Ha ha ha, tidak sulit selama membuatnya. Makan saja ...."
Apo pun baru sungguhan mau. Mengunyah senang. Lalu menyumpit asparagusnya sendiri. "Ah, shit! Aku jadi kepikiran ...."
"Hm?"
Apo pun tersenyum manis. "Phi, apa aku mulai belajar memasak saja?" katanya. "Kan kalau Phi pegang semuanya aku akan ganggur."
"Hhh ...."
"Mereka bertujuh pasti suka kan kalau kubuatkan bekal sekolah seimut ini?"