webnovel

S2-123 A GOLDEN HEART

".... the sky ...."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

"Suka, pasti suka. Anak kecil yang penting bentuknya bagus. Mereka akan semangat kalau bekalnya menarik," kata Paing tadi sore.

"Iya, Phi."

"Tinggal atur warna kotaknya. Diberi nama. Mana tahu ada yang seleranya beda. Misal Edsel merah, Kaylee hijau, Blau Er biru ...."

Apo pun melanjutkan antusias. ".... terus Zaw kuning, Shein ungu, Ar dongker, Zeya pink ...."

"Ha ha ha, kau harus bekerja keras setiap pagi."

".... mau ...." kata Apo. Dia pun membayangkan sambil senyum-senyum. Apalagi triplets dan quadruplets hanya beda 7 bulan. Saat sekolah mereka pasti satu kelas, dan play-group akan dikuasai ketujuh-tujuhnya.

"Aku harus semangat. Aku bisa ...." gumam Apo sambil membuka ponsel. Dia sadar kalau payah memasak, bahkan membedakan rempah saja tak bisa. Karena itulah, Apo mulai searching Google untuk membunuh waktunya. Daripada mengeluh sakit terus sejak dipasangi kateter.

[Bekal anak lucu-lucu]

__ Klik!

Seketika, hasil penelusuran pun keluar ratusan. Membuat mata Apo membelalak senang. "Wah ... intinya nasi dan sayur yang dibentuk, ya," kata Apo. "Seharusnya ini tidak  sulit. Aku aka beli berbagai macam cetakan." Dia mengangguk sebelum lanjut mencari. Ternyata warna nasi itu bisa diakali. Mulai dengan sari campur sawi, tomat, kunyit, dan yang merah menggunakan buah naga. "Hmm ... harus sedia nori yang banyak ini. Terus daging,  wortel, tomat, sosis ... dan tentunya telur buat mereka."

Apo juga menonton YouTube parenting agar tidak menyerah. Kata narasumbernya jangan pernah berpikiran anak akan merusak tatanan-nya. Sebab bisa mengganggu serving maksimal. Ya, walau sayang ... tapi harus di-samaratakan, Batinnya. Masalah dirusak atau tidak itu terserah mereka. Tapi aku yakin Er, Shein, dan Zeya akan menikmati ini ....

Berarti Apo akan memimpin para koki-nya di dapur. Bekerja sama pada jam sibuk. Lalu menata menu satu per satu--Ah, pastinya seru sekali! Apalagi melihat babysitter akan mendandani bocah-bocah itu dengan seragam.  Mereka bertujuh akan berkumpul di ruang makan--

"Sedang apa, Sayang?"

DEG

"Eh? Mama ...."

Blukh!

Apo refleks melepas ponsel tanpa sadar. Benda itu jatuh di dadanya. Dan Miri datang dengan senyum lebar. "Oh, ya Tuhanku ... syukurlah kau baik-baik saja ...." desahnya sambil memeluk. Miri mengaku 'pantas aku merasa tak enak' dan ternyata dikabari cucunya lahir pada keesokan pagi. Namun, wanita itu minta maaf karena perusahaan down lagi. Bahkan dia baru pulang dari Inggris dan terlambat menjenguk.

"Astaga, Ma ... it's okay. Phi besok akan kembali kok. Makanya hari ini kusuruh istirahat total," kata Apo sambil menepuk bahu ibunya.

"Iyakah?" tanya Miri sambil mengusapi pipi.

"Iya, Ma," kata Apo. "Ya, walau Nona Yuzu masih tidak mau lepas. Dia ingin mendampingi Phi Paing sampai benar-benar yakin."

"Ha ha ha ...."

"Jadi, Mama gabung saja ke Oma dan Opa. Itu di kamar baby," kata Apo dengan mata berbayang gelap. "Tidak apa-apa ... kita gantian istirahatnya."

"Ah? Apa Kaylee juga? Aku benar-benar kangen sama anak itu ...." kata Miri. Dia menyerbu ruang penjengukan mumpung masih ramai, sementara Apo kaget karena Luhiang mendadak berdiri di depan pintu.

"Aku akan mencabut nyawa kalian ...." kata Luhiang di balik buket bunganya.

DEG

"Apa?"

Luhiang pun tertawa karena reaksi Apo. "Ha ha ha, ya ampun ... sorry aku tak bermaksud begitu ...." Suaranya pun kembali normal. Barulah masuk untuk meletakkan buket bunga di sisi Apo. "Halo, Papa kucing. Bagaimana kabarmu? Sehat-sehat saja kan? Aku senang sekali karena besok Takhon balik."

Apo pun tersenyum lega. Dia menatap kunci mobil yang tergantung di hiasan buket, dan sudah pasti itu seven seat baby yang pernah Paing ceritakan. "N-Nona Luhiang ini benar-benar mobilnya?" katanya. "Maksudku, ya ampun ... kalian taruhannya seserius itu."

Luhiang pun bertelakan pinggang. "HA HA HA HA! OF COURSE! Hanya yang paling jantan yang berani melakukan ini," katanya. "Kau tahu aku plus Takhon takkan perhitungan, dan kami tidak pernah taruhan dengan yang lain."

"Oh ... begitu ...." kata Apo. Dia pun mengangguk pelan. Lalu mengambil kunci itu sambil tersenyum. "Tapi, terima kasih. Ini hadiah yang sangat keren--astaga, BMW pula. Anda memberikan berapa ke mereka sampai memberikan pelayanan ini."

Luhiang melambaikan tangan. "Ahh, jangan kau pikirkan itu ... terima saja. Hitung-hitung menyenangkan keponakanku," katanya. "Oh, iya ... Tuan Natta, kudengar kau normal dan caesar ya? Wah, gila. Aku diminta Sayang-ku buat tanya-tanya. Enakan normal atau caesar? Soalnya dia takut normal."

Apo pun memerah saat menjelaskan. "M-Menurutku tetap enak normal sih. Pulihnya cepat. Efeknya tidak masalah buat kehamilan berikutnya. Tidak ketergantungan obat pereda nyeri juga," katanya. "Tapi kalau terpaksa caesar ya tidak masalah. Cuma, ya ... begitu. Sekali caesar, mau normal lagi mikir-mikir. Sakit ... bagian dalamnya terlanjur dibelah jahit hingga 4 lapis."

"Oh ...."

"Aku rasanya mau cuti lama. Ugh ...  aku mau jarak beberapa tahun," kata Apo sembari terpejam. Dia meremas selimut karena perihnya kembali, dan Luhiang panik melihatnya.

"Eh? Eh? Eh? Tuan Natta? Are you okay? Apa semuanya baik-baik saja? Perlu kupanggilkan dokter?" tanya Luhiang.

"Tidak, tidak. Tidak perlu ... sudah biasa begini ...." kata Apo sambil mengernyitkan hidung. Dia menahan sakit beberapa saat. Matanya berair, barulah berkedip setelah mereda. "Ha ha, padahal dulu tak sengilu sekarang ...."

"Wah ...."

"Tapi aku senang kok kemarin tidak kehilangan baby," kata Apo. "Ya pokoknya 'you pay you bill', kuharap Archen nanti juga baik-baik saja ...."

Luhiang pun berterima kasih diberi info, lalu mengajak Apo video call Archen di rumah. Lelaki itu ternyata habis senam hamil, dibantu instruktur pribadi. Dan Apo diberitahu anak mereka perempuan.

"Wah, iyakah? Tapi USG-nya belum tentu benar. Quadruplets saja ada perempuan satu, padahal Dokter Us bilang dulu lelaki semua."

"Ha ha ha, begitukah? Aku sih tak masalah lelaki atau perempuan," kata Luhiang. Dia lalu mendekat untuk membisiki Apo. "Alpha atau Omega juga oke saja, yang terpenting bisa sepasang dengan anak kalian. Hhh ... hhhh ...."

DEG

"Eeeeh?"

"Bagaimana, Tuan Natta? Aku sudah benafsu jadi besanmu. HA HA HA HA HA!" tawa Luhiang seperti psiko. "Pokoknya triplets atau quadruplets salah satunya punyaku, oke? HA HA HA HA HA HA!"

Apo pun merinding sambil menatap Luhiang, lalu membatin penuh rasa aneh. Alpha ini memang agak lain ....

Cklek!

"Oh, halo ... ada Nona Luhiang juga di sini ...."

Untung setelah itu gerombolan keluarga Takhon dan Wattanagitiphat datang. Baru menjenguk Apo, dan mereka tidak ribut seperti dulu. Ada Jeff, Nayu, orangtua mereka--pokoknya banyak hingga kamar dipenuhi hadiah.

Oh, ya Tuhan ... kado-kado ini tak ada habisnya ....

***

Sore itu, cuaca Bangkok tampak mendung, tapi tak ada setetes pun hujan yang jatuh. Awan berarak di

langit gelap. Angin dingin, dan orang-orang senang menikmati teh hangat di rumah.

Ada yang tenggelam dalam obrolan keluarga, ada juga remaja yang meringkuk di kamar untuk main sosial media, atau penghuni kosan yang memberi makan kucingnya. Semua menikmati suasana temaram tersebut, termasuk Guli Nazha Bextiar.

Wanita Uighur itu baru menidurkan Alan. Menyelimutinya perlahan. Lalu termenung di balkon rumah. Kopi dan kudapan di sisinya tidak tersentuh. Sudah mendingin. Justru botol pil-lah yang dia genggam.

"Anda yakin akan melakukannya? Serius ini terlalu bahaya," kata Sou usai memberikan pemeriksa pertama. Dokter pribadi Keluarga Romsaithong itu cemas. Apalagi Nazha tampak kesal karena kehamilan keduanya. "Pikirkan Tuan Alan juga, tolonglah. Dia masih butuh didampingi Anda. Rehabilitasinya pun tak bisa dilepas, oke? Terus ... aborsi juga beresiko kematian ibu."

Namun, Nazha tetap tak terima. Dia keluar dan berangkat ke RS untuk periksa ulang. Karena dia ingin data lebih detail. Siapa tahu belum terlanjur kan? Lagipula bentuk badannya tak banyak berubah--

"Tidak, tidak. Ini sudah jalan 4 bulan. Dan janinnya sehat sekali. Apa Anda yakin tak pernah merasakannya? Tidak mungkin. Atau terlalu sibuk bekerja?" tanya Dokter Build setelah memberikan hasil USG.

Nazha tak banyak komentar. Langsung berterima kasih. Lalu keluar begitu saja. Dia pikir hari itu tinggal pulang dan beristirahat. Tapi lift yang dipakainya turun justru membuka di tengah jalan. Ada wajah Paing Takhon di sana. Pemilik RS. Dan Nazha jelas bukan siapa-siapa di wilayahnya.

"Halo, Tuan Takhon. Maaf saya permisi dahulu," kata Nazha segera berlalu. Dia pun cepat-cepat pergi. Tak betah lagi. Lalu saat perjalanan pulang menelpon bawahannya untuk membeli obat aborsi.

"A-Apa? Tapi Nona--"

"BISA KAU LAKUKAN SAJA?!"

PRAKH!

Tuuttt--tuuut-tuut-tuuut-tuut ....

".... atau aku akan memecatmu ...." gumam Nazha sambil memeluk setir. Wanita itu sempat menangis di sana. Ingin menghukum Mile, setidaknya biarkan sang suami busuk di penjara setelah masa jeda  berakhir.

"Senang dengan hasil perbuatanmu? Sekarang dia tak mau sekolah, Mile. Terus begitu, dan rusak sudah anakku."

".... sudah tahu kenapa tidak menyerah? Tanganku memang bukan untuk keluarga."

Menyerah? Nazha tidak sedang memikirkan keluarga di sini. Dia muak. Apalagi orang rumah sudah menyalahkannya 100%. Tidak ingin membela lagi, dan mereka  dulu menekan Romsaithong demi diri sendiri.

"Kan Papa sudah bilang! Mile itu angkuh sekali, Nak! Baru jadi menantu saja tak bergaul dengan kita! Apalagi setelah ada masalah? ARRRGGGHHHHHH! TAPI TERSERAHMU LAH! Mau Liu Hanyi, Mile Phakphum, atau siapa pun yang kau pilih--kau ini mana pernah menurut kepada Papa! Kau tidak pernah peduli pilihan Papa! Coba kalau kau mau menikah dengan Tuan Choi. Pasti semakin kokoh kita sekarang--"

Nazha juga tak mau mengingat omelan Lufeng karena itu lebih menyakiti hatinya. "Ha ha ha ... tapi aku juga bukan barang untuk kau jual kemana-mana, Pa. Sial ... semua orang suka sok paling benar saat ini ...."

Botol di kepalan pun makin diremas. Jemarinya tremor. Tapi wajah Alan makin terbayang saat ujung telunjuknya membuka tutup benda itu. "Lin Liiiiiiiiiin! Aaaaa! Aku mau onis keik! Huaaaaaaaa! Ayiiiiiii! Hiks ... hiks ... hiks ...."

.... atau cara mata itu memandang antusias foto bayi triplets Apo Nattawin.

"Mau berkeliling sebentar, Tuan Muda?"

"Wah! Boleeeeh?"

"Boleh, kenapa tidak?"

"Ayiiiii! Maaaa! Maaaaa! Woah! Peri kecil!!"

Alan sepertinya sungguh ingin adik kecil. Bahkan Fengmian sempat jauh-jauh datang untuk membujuk dirinya.

"Are you okay? Aku benar-benar tidak tenang jika tak kemari ....."  Sang kakak sepupu bahkan rela meninggalkan istrinya demi menjenguk, padahal wanita itu juga hamil setelah dinikahinya tidak lama usai pernikahan Nazha. "Meimei ...." desahnya karena  tidak didengarkan. (*)

(*) Meimei: sebutan untuk adik, baik kandung maupun tidak.

(**) Gege: sebutan untuk kakak, baik kandung maupun tidak.

"Bisa Gege pulang saja?" bentak Nazha. "Gege ini kan sudah punya keluarga! Aku tahu! Aku paham! Tapi jangan sampai kepedulianmu kemari malah membuat aku makin dimarahi Papa!"

Namun, Fengmian tidak segera menyerah. "Tapi aborsi tak selalu bagus, paham?! Berhasil kau yang dapat resikonya! Tidak berhasil, bayimu nanti yang cacat!"

"Oh, ya? Terus kau maunya aku bagaimana?! MILE PHAKPHUM ITU SUDAH TAK PEDULI! Kakaknya sehat di rumah. Dia segera kembali. Terus dimana posisiku sekarang? TIDAK ADA!"

"NAZHA SADAR!"

PLARRRRRRRR!!!

"GEGE BISA KAU KELUAR SEKARANG JUGA?!" teriak Nazha usai menggampar Fengmian Bextiar. Dia yang berprofesi sebagai pelukis, meski menyukainya. Tapi Lufeng tak pernah menerima kaki lelaki itu setelah kejadian Liu Hanyi.

"Oke, fine. Calm down, Gege akan lakukan itu sekarang ...."  kata Fengmian sambil mundur-mundur. Dia menatap Nazha dengan mata yang berair, bukan karena sakit hati. Tapi perih sekali melihat adik sepupunya bingung. "Tapi, please ... tolong jangan rusak dirimu sendiri, Nazha. Kumohon ... aku hanya tak ingin kau kenapa-napa setelah jadi milik orang lain ...."

"Ha ha ha ha ha, aku ini baik-baik saja, Ge. Aku sangat baik-baik saja ... hiks ... hiks ...." kata Nazha sambil mengeluarkan tiga pil sekaligus. Dia pun menatap benda itu dengan mata buram. Lalu melemparkan ketiga-tiganya ke dalam mulut hingga semua menjadi gelap.

BRUGGGGHHHHHH!!

"NONA NAZHA!"

"NONA NAZHA!"

"NONA NAZHA!"

..... tak ada lagi suara yang terdengar setelah itu.