webnovel

Busy Night Schedule

"Udah selesai belum?"

Ana mengelap keringat di dahinya dengan lekukan tangan. Mendongakkan kepala kala pertanyaan tersebut masuk ke dalam telinganya, ia ingin tau siapa yang bertanya karena ini bukan suara Sasa.

"Eh? Chef Roy? udah nih, bentar lagi selesai kok."

"Nih makan malam dulu sebelum pulang, jangan pulang sebelum memakan masakan saya."

Terlihat Roy yang menyodorkan piring berisikan chicken cordon bleu yang di sajikan dengan potato widges, ia tampak memberikan senyuman kepada Ana dengan tulus.

Melihat itu, Ana mengerjapkan matanya. "E-eh?"

Kenapa Ana tidak mengenali —atau kurang mengenali suara Roy sebelumnya?—, karena yang biasanya ia palak makanan adalah Chef Tora, kebetulan mereka juga dekat.

Tapi Roy? Roy adalah kepala chef disini, sebaiknya tidak memperlakukan seorang cuci piring seperti ini. Ya tidak masalah sih, hanya saja Nada kurang nyaman dengan hal ini.

"Makan dulu. Teman mu yang satunya mana?"

Menjadi tukang cuci piring dan hanya handle berdua setiap berganti shift, tentu saja bukan hal yang memberatkan karena mereka mencuci piring dengan mesin cuci khusus mencuci peralatan dapur berukuran besar dan sekali pakai bersih.

"Sasa, Chef? Tadi dia udah ke loker duluan, jam kerja aku dan Sasa kan sudah habis."

"Lalu kenapa kamu masih disini?"

"Ingin menata peralatan dapur yang terakhir ini, setelah itu niatnya ke loker untuk bersiap pulang."

Salah, sebenarnya stay-nya disini adalah menunggu Tora yang mengantarkan sepiring makan malam untuknya. Namun, yang mendekatinya ini adalah Roy, perkaja tua yang belum memiliki hubungan pernikahan karena terlalu mencintai dunia kitchen.

Karena merasa ada yang aneh, Ana pun was-was. "Serius untukku? Maksudnya, kau sangat anti memberikan makanan, bahkan mungkin tidak pernah." Ia berkata.

Roy terkekeh kala mendengar perkataan Ana, ia pun menganggukkan kepala. "Benar, saya penasaran dengan mu. Saya tau semuanya dari Tora, dan saya tertarik."

Mendengar itu, Ana mengerjapkan kedua matanya. Ia menatap ke arah Tota yang ternyata memperhatikan mereka dari balik dinding, ia sedikit menggeram karena ternyata laki-laki yang bekerja sebagai chef itu sepertinya membocorkan 'pekerjaan sampingan' yang ia miliki.

"Tenang saja, Tora hanya cerita pada saya, tidak menyebar ke yang lainnya."

"Jangan bicarakan disini, Chef. Ini masih area kerja, tolong hubungi ku via pesan, saya tidak ingin ada yang mencurigakan kita."

Roy tampak menganggukkan kepala. "Kalau bisa, malam ini." Setelah itu, ia meninggalkan Ana yang sekarang tampak termenung.

HEI, KENAPA JADWAL ANA MALAM INI SANGAT PADAT? Pertama, Ana harus datang ke rumah Sasa, ia berjanji hanya 30 menit lamanya disana. Kedua, ia harus bertemu dengan Denish, jujur saja ia merindukan laki-laki itu. Tapi, ada tambahan lagi yang ketiga! Roy meminta malam ini juga.

"Tentu saja aku akan menolak Chef Roy." Ana berkata pelan, ia mengambil piring yang berisi makan malam untuknya. Pekerjaan menata peralatan dapur ke tempat semula pun sudah selesai ia lakukan.

Ana duduk di sudut ruangan dengan tempat duduk dari balok. Sekarang, ia tidak perlu lagi makan dengan suasana takut ketahuan oleh Roy karena untuk malam ini, Roy sendirilah yang memberikan makanan kepadanya.

"Oke, pertama-tama hal yang harus aku terapkan adalah jangan menaruh kepercayaan kepada orang lain."

"Selamat datang di rumah aku, permisi, aku pulang!"

"Permisi…"

Ana pun mengucapkan salam dengan sopan. Sudah di katakan, Sasa adalah orang kaya yang sangat berkecukupan. Dan yang diinjaknya saat ini adalah kediaman temannya yang sangat luas dan megah, jangan bandingkan dengan tempatnya tinggal karena akan berbeda jauh.

"Non Sasa udah pulang toh? Wah… temannya cantik banget, Bibi udah nyiapin minuman dan makanan lainnya di kamar Non."

Tiba-tiba muncul seorang yang bisa di bilang adalah asisten rumah tangga (ART) yang bekerja disini, terlihat dari penampilannya.

Ana meringis tidak enak karena di puji. "Termakasih, mbok." Ia hanya menjawab apa adanya.

Sasa pun menganggukkan kepala. "Makasih ya Mbok, Iyem. Kalau begitu aku ke kamar dulu nih sama Ana, sampai nanti." Ia berkata kepada ART yang ternyata bernama Iyem.

Sasa menggandeng tangan Ana, ia jalan lebih dulu dan diikuti oleh Ana di belakang.

Ana memang bukan orang kaya, namun ia tidak norak. Walaupun tempat tinggalnya lusuh dan sekarang ia menginjakkan kaki di rumah besar orang kaya, namun tatapan matanya biasa saja, tidak terlihat orang yang pertama kali melihat benda-benda mahal.

"Kamar aku ada di lantai dua, ibaratnya lantai dua itu lantai untukku sendiri." Sasa seperti tour guide yang memandu.

Ana hanya diam, ia tidak menanggapi perkataan Sasa. Sampai pada akhirnya, mereka sudah menginjakkan kaki di lantai dua setelah melewati tangga besar yang melingkar.

Nuansa biru muda pun menyapa. Dari sekian ruangan berwarna gold di rumah ini, hanya lantai dua lah yang di padukan warna biru muda.

"Ayo masuk, yang ini kamar ku."

Dan mereka berdua pun masuk ke kamar. Bersamaan dengan Sasa yang melepaskan genggaman tangannya pada Ana, wanita ini tampak menutup pintu kamarnya.

"Bagus." Ana memberikan tanggapan, serta menghadirkan senyuman di wajahnya.

"Em." Sasa menganggukkan kepala, ia tersenyum manis. "Kalau begitu ayo siap-siap, nyokap bentar lagi pulang nih. Kue udah siap, ruangan yang di dekor udah siap."

"Maaf, kira-kira lama, gak?" Ana bertanya sambil mengusap lengannya, tidak enak dengan Sasa.

Sasa pun menggelengkan kepala. "Enggak kok, kamu punya waktu tiga puluh menit disini, kan? Sepuluh menit lagi nyokap pulang, dua puluh menit tersisah untuk merayakan."

Enak sekali jadi orang kaya. Jika salah satu anggota keluarga ulang tahun, pasti di rayakan. Uangnya selalu ada dan esok harinya pasti tidak akan kepikiran akan makan apa karena uang yang pas-pasan. Soalnya, dulu Ana begitu.

Percaya tidak? Ana seumur hidupnya tidak pernah merasakan bagaimana perayaan ulang tahun.

"Kalau begitu, ayo bersiap dalam sepuluh menit."

"Sudah termasuk mandi, make up, dan lain-lainnya juga?"

"Iya, sudah, Ana. Maka, lakukan dengan segera. Ada dua kamar mandi di kamar ku, jadi langsung saja mandi, tenang saja ruangannya berbeda."

Tidak habis pikir dengan isi kamar tidur Sasa ternyata memiliki 2 kamar mandi. Kalau di rumah Ana, boro-boro kamar tidur ada fasilitas kamar mandi. Dalam 1 rumah, hanya ada 1 kamar mandi yang di pakai secara bergantian.

Ana pun menganggukkan kepala. Ia melepaskan tas yang berada di pundaknya, meletakkan tepat di atas kasur yang terlihat jauh lebih empuk jika di bandingkan dengan miliknya.

"Nanti ambil saja pakaian yang kamu inginkan dan merasa cocok, nanti sekalian untuk mu jika kamu mau." Sasa kembali berkata. "Lemari di sana adalah lemari yang memuat pakaian baru, tenang saja belum pernah ku sentuh. Aku menaruhnya disana karena ternyata tidak sesuai dengan selera ku," ia menunjuk lemari pakaian yang terbuat dari kayu jati dengan motif yang cantik.

Apakah harus Ana melongo? Sepertinya tidak perlu, kan?

Ana menganggukkan kepala. "Oke."

Hanya 30 menit juga merasakan jadi orang kaya, tidak masalah, Ana harus menikmatinya.

Next chapter