webnovel

Tidak Rela Meninggalkan Bali

Mayang tidak berkutik saat Daud menggenggam tangannya erat. Dia bahkan hanya pasrah saat Daud menciumi tangannya. Rasanya gemetar seluruh badan. Malu, tersipu, menjadi satu.

Namun, tidak ada kata yang terlontar. Mayang yang semula bernafsu pun mereda tatkala merasakan kecupan Daud di tangannya. Pria itu begitu tulus. Bahkan seandainya dia ingin menodai Mayang, Sudah dilakukannya sejak awal kedatangan ke Bali, tapi pria itu sama sekali tidak melakukannya.

Mata Mayang berair. Astaga, Mayang merasa berdosa sekali telah mempermainkan hati Daud. Dia yang menolak Daud, tetapi juga bernafsu dengannya. Bisa saja mereka melakukan hubungan badan. Terlebih masing-masing dari mereka mempunyai bentuk fisik sempurna. Mayang sebagai wanita dengan badan berisi sedangkan Daud dengan segala kesempurnaan fisiknya sebagai laki-laki. Seharusnya pertarungan hebat terjadi di sana.

Namun, harga diri dari masing-masing mereka sangat kuat. Mayang yang memang tidak ingin menyakiti Andini sedangkan Daud. Hanya mau melakukan kalau pasangannya Mau. Intinya suka sama suka. Tipikal pria yang mampu menjaga wanita.

Mayang membenamkan kepalanya di pundak Daud. Tangis tertumpah di sana. Sedangkan Daud tidak bereaksi. Seolah membiarkan Mayang melampiaskan tangisnya. Bersedia menyediakan sandaran yang kokoh bagi wanita spesialnya itu.

Mereka kembali lelap tertidur.

Beberapa jam kemudian, Mayang terbangun. Dia seperti tersentak saat merasakan tubuhnya di peluk oleh Daud. Mata Mayang membulat. Astaga, perasaan Mayang deh yang memeluk Daud, tapi kenapa sekarang malah Daud yang memeluknya.

Mayang hendak melepaskan pelukan Daud. Tapi, pria itu seperti tidak rela Mayang lepas, sampai terasa pelukan yang semakin erat. Mayang bisa merasakan hawa dan hangatnya tubuh Daud. Nyaman sekali.

Namun, Mayang memaksa. Dia mendorong tubuh Daud sampai benar-benar pria itu berganti posisi menjadi telentang. Tubuhnya yang setengah telanjang itu terlihat bebas. Daud juga terlihat tidur masih nyenyak sekali.

Mayang tertegun sejenak. Padahal sepertinya baru sekejap saja dia tidur, tapi jam di ponselnya sudah menunjukan pukul sembilan saja. Yang lebih mengherankan lagi Mayang merasa sangat segar sekali, berbeda dengan sewaktu Mayang terbangun pukul empat tadi. Pelukan Daud memang selimut yang paling mujarab. Duh, coba kalau Daud suaminya, mungkin Mayang akan membenamkan kembali kepalanya di dada gempal Daud yang sedang telentang itu.

Ketika Mayang hendak beranjak. Mendadak dia dikejutkan dengan Daud yang tiba-tiba berdiri. Melangkah dengan langkah gontai ke kamar mandi.

Duh, pria itu ngelindur apa sadar sih? Mayang bergumam, Namun dari gerak-geriknya sepertinya memang ngelindur. Memang kebelet pengen ke kamar mandi. Dan biasanya tidur lagi.

Beberapa menit kemudian, Daud keluar. Rupanya dia sekalian membersihkan diri. Pria itu terlihat segar dan berwajah cerah.

"Yok, sarapan dulu."

Daud berkata dengan enteng seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Pria itu bahkan tidak menggodanya karena telah memeluknya subuh tadi. Mayang juga enggak mau ditanya. Bingung mau menjawab apa.

Mayang pun membersihkan diri. Setelah itu baru kemudian, mereka menuju restoran.

Sarapan pagi itu juga tampak biasa saja bagi Mayang. Dia masih terbayang-bayang akan pelukan Daud subuh tadi. Harus dia akui bahwa pendiriannya mulai goyah. Pelukan Daud adalah yang ternyaman. Bahkan, Sapto dan Manto tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan berondong ini.

Sementara, Daud masih dengan gaya cueknya. Pria itu seperti tidak merasakan apa-apa. Apa mungkin karena subuh tadi Daud terlalu nyenyak tidurnya sampai tidak menyadari berpelukan dengan Mayang. Tapi bagaimana dengan tangan Mayang yang dikecup Daud tadi?

Mayang menghapus semua pertanyaan itu. Anggap saja itu tidak pernah terjadi. Lagipula cukup bagi Mayang untuk berpelukan sebagai momen terakhirnya bersama dengan Daud.

Sore harinya mereka check out dari hotel.

Setelah menyerahkan kunci ke resepsionis, Mayang dan Daud segera keluar untuk mencegat taksi.

Dalam suasana yang panas terik serta angin yang terbawa dari pantai Kut, Mayang dan Daud berdiri menunggu taksi.

Jelas sekali kalau mereka adalah turis lokal yang sedang bersegera mau meninggalkan Bali.

Mobil yang mereka sewa sudah dikembalikan. Sehingga mereka harus ke bandara menggunakan taksi.

Tidak berapa lama, taksi yang ditunggu sudah datang. Segera saja mereka naik dan meninggalkan kawasan kuta menuju Bandara Internasional Ngurah Rai.

Mayang sempat menoleh ke belakang. Mengedarkan pandangan ke khawasan Kuta yang penuh akan kenangan. Memberikan sebuah pengalaman berharga yang Mayang idam-idamkan. Bulan madu yang sangat mengesankan. Bersama Daud, berondong perkasa yang bukan suaminya. Namun, cara pria itu memperlakukannya. Kejutan romantis yang dia lakukan membuat Mayang merasa hidup kembali.

Mayang juga tidak memungkiri kalau rasa itu semakin menguat saja di hatinya.

Sedangkan, Daud terlihat membuka kaca jendela taksi karena mau merokok. Dia bilang nanti sesampai di Bandara sudah tidak boleh merokok lagi. Mayang hanya membiarkannya saja.

Mereka sampai di Bandara Ngurah Rai.

Setelahnya sibuk mengurusi bagasi, barang bawaan mereka memang terlalu banyak jika harus ditentengmasuk ke dalam pesawat.

Mereka akhirnya duduk di dalam pesawat. Perasaan sedih dan sangat kehilangan moment indah di Bali membuncah dalam dada Mayang. Ingin rasanya mengulang waktu agar kembali lagi di saat pertama kali duduk dalam pesawat dari Bandara Soekarno Hatta menuju ke Bali.

Namun apa daya. Semua yang terjadi sudah tinggal kenangan. Beberapa pramugari sudah mendekati penumpang untuk mengingatkan memasang sabuk keamanan. Sebentar lagi pesawat akan take off dan meninggalkan Bali.

Mayang melirik Benny. Pria itu terlihat memejamkan matanya. Bersiap untuk tidur lagi rupanya.

Mayang memandang keluar, matanya lekat mengikuti gerak pesawat. Landasan aspal di samping jendela pesawat kami seakan bergerak cepat. Pesawat yang mereka tumpangi sedang bergerak melesat siap lepas landas,

Terasa badan pesawat sudah meninggalkan daratan, melaju kencang menuju langit luas di depan, meninggalkan Pulau Dewata. Indah nan Permai ini.

Mayang terus memandang lekat. memandang ke Bawah. Dia mengikuti semuanya, sampai akhirnya pandangan matanya sudah tidak mampu lagi melihat daratan. Pulau Bali yang indah bak surga itu tinggal seperti sebuah titik kecil di jauh bawah sana, kemudian lapisan awan terang menutupi semuanya.

Mayang menarik nafas panjang. Berat sekali.

Mayang menyenderkan tubuhnya di kursi pesawat. Memejamkan mata. Membayangkan entah apa yang akan terjadi nanti di Jakarta.

Kembali ke Jakarta berarti kembali ke kenyataan semula. Back to reality. Back to normal. Kenyataan yang sesungguhnya. Kenyataan bahwa Daud dan Mayang tidak bisa bersama.