webnovel

Pertarungan Hebat di Ranjang

Daud mengambil satu baju dari dalam kantong plastik itu. Baju itu baru di belinya tadi, dia langsung mau memakainya malam ini, mungkin dia sudah kehabisan baju bersih, semua baju yang ada di dalam tasnya sudah habis dia pakai.

Tidak berapa lama, dia menguap lebar. Dia pasti jauh lebih lelah dan mengantuk daripada Mayang malam ini.

"Daud, kamu tidur di atas saja." Mayang berkata.

"Hah? Beneran? Serius? Enggak apa-apa?"

"Ya, asal kamu enggak macam-macam. Kalau sampai kamu macam-macam aku tidak segan lapor kepada polisi."

Daud tidak menanggapi omelan Mayang. Dia yang sudah mengantuk sekali membaringkan tubuh besarnya dengan tenang di sebelah Mayang. Ranjang yang besar memungkinkan jarak yang begitu jauh. Kira-kira setengah meter. Tapi, tidak ada yang tahu setelah tidur nanti, bagaimana posisi tidur mereka berdua.

Mayang mencium bau harum yang enak dan segar dari tubuh besar Daud. Bau sabun yang sebenarnya sama yang tadi dipakai Mayang. Namun entah kenapa kalau Daud yang memakainya baunya semakin menguar enak. Apa mungkin pengaruh keringat maskulin Daud? Masih menjadi misteri.

Mayang mendengar Daud menghela nafas panjang. Matanya menerawang ke langit-langit kamar, tiba-tiba dia menoleh ke arah Mayang. Dia tahu Mayang juga belum tidur.

Mata Mayang masih terbuka menonton acara televise yang masih hidup sejak tadi.

"Kamu belum ngantuk? " tanyanya sembari menguap lagi.

"Ngantuk banget sebenernya, tapi belum bisa tidur." Mayang membalas pelan. Dia sampai harus menahan nafas karena ekor matanya menangkap tubuh seksi Daud yang mengarah kepadanya. Tuhan, godaanmu begitu berat.

Daud diam sebentar. Matanya sudah makin redup bagai lampu lima watt.

"Aku matikan ya lampunya." Mayang berinisiatif. Tidak nyaman kalau tidur dengan lampu menyala.

Daud mengiyakan saja. Terdengar dia menguap lagi.

Mayang berdiri dan mematikan lampu kamar serta mematikan televise. Hanya lampu tidur yang ada di sebelah sudut dekat Daud tidur masih menyala jadi masih ada cahaya lampu yang temaram di dalam kamar. Suasana di dalam kamar jadi jauh lebih nyaman sekarang, ac nya juga tidak terlalu dingin sekali jadi mereka tidak memerlukan selimut yang sudah tersedia di dekat kaki mereka.

'Karena mereka berdua adalah sama-sama selimut hidup kalau berpelukan.'

Mayang memandang ke arah ranjang. Menarik nafas sebentar untuk kemudian membaringkan tubuhku dengan nyaman di sebelah Daud. Mayang mendengar pelan tarikan nafas Daud yang teratur. Dia agaknya sudah mulai tertidur di sebelahku.

Desingan suara AC di dalam kamar yang terdengar menderu pelan agaknya akan terus menemani tidur mereka malam ini.

Mayang masih menerawang sebentar memandang langit-langit kamar . Mata dan pikirannya sudah tidak mampu sejalan lagi. Pikiran Mayang serasa masih ingin mengajak menerawang jauh ke depan, tetapi tentu saja mata sudah tidak mungkin di ajak berkompromi lebih jauh lagi. Lamat-lamat Mayang masih bisa mendengar dengkuran Daud. Lelap sekali tidurnya. Mayang pun segera mengikuti.

Mayang tersentak bangun. Tercabut paksa dari alam mimpi. Matanya masih terasa berat ketika Mayang mendengar suara petir yang bersahutan keras di luar. Mayang pasti kaget terbangun oleh gelegar suara petir itu.

Mayang mendadak kedinginan. Ac yang sedari tadi hidup membuat suasana di dalam kamar menjadi dingin menggigilkan. Apalagi di luar agaknya sedang hujan deras kembali.

Mayang tidak tahu sekarang ini jam berapa karena tirai di dalam kamar menghalangi pandangan ke luar.

Dia meraih ponselnya yang ada di sebelah bantal di dekat kepala. Jam empat pagi, masih gelap pastilah di luar sekarang ini. Terhitung hari masih subuh.

Mayang menoleh ke samping. Dengkuran keras Daud menyadarkan Mayag bahwa ada orang lain yang sedang tidur bersebelahan satu ranjang dengannya malam ini.

Terlihat dia sudah memakai selimut tebal yang menutupi tubuh besarnya itu. Agaknya tadi dia pasti juga

terbangun karena kedinginan dan mungkin juga karena suara petir yang keras di luar.

Mayang menarik pelan selimut yang sedang dipakai olehnya. Mayang juga merasa kedinginan sekali sampai menggigil karenanya, selimut yang tersedia hanya ada satu, selimut itu besar ukurannya dan seharusnya memang bisa dipakai untuk berdua.

Daud masih juga lelap tertidur ketika aku menarik ujung selimut yang menutupi tubuhnya. Dengan pelan

Mayang ikut masuk ke dalam selimut tebal itu setelah sebagian dari selimut itu berhasil ditarik, Mayang

meringkuk didalamnya.

Dengkuran Daud masih juga terdengar. Dengkuran itu keras. Dia pastilah tertidur nyenyak sekali saat ini

bahkan dia tidak terbangun sama sekali tadi ketika Mayang menarik selimut yang sedang dipakainya.

Suasana kamar yang dingin serta hujan lebat diluar membuat suasana tidur mereka jadi makin mengenakkan.

Mayang membenamkan wajahnya ke dalam selimut. Wajahnya bahkan menjadi kaku karena kedinginan tadi. Hangat Mayang rasakan sekarang. Nyaman sekali berselimut di dalam suasana dingin seperti ini.

Di dalam selimut, Mayang bisa sedikit merasakan hangat tubuh Daud yang tepat berada di sampingnya, jarak tubuh mereka hanya beberapa senti saja sekarang.

Mayang mulai membiasakan pandangannya dengan cahaya gelap di dalam selimut. Pelan-pelan Mayang bisa mulai melihat bentuk tubuh Daud di dalamnya.

Dia tidur membelakangi Mayang. Mayang kagum akan bentuk bahunya yang tegap atletis. Suka juga akan bentuk lehernya yang besar berotot itu. Mayang menatap ke arah pinggangnya yang kuat , kemudian turun ke arah tonjolan belakang Daud yang sekal membulat di balut oleh celana pendek yang dipakainya.

Mayang mencoba bertahan untuk tidak melakukan sesuatu yang bodoh.

Mayang bertahan untuk hanya sekedar mengagumi pemandangan indah yang ada di depan matanya saat ini.

Mayang menutup mata. Mencoba untuk tidur kembali.

Namun, entah kenapa pikiran lain mulai mencoba menyusup dalam pikirannya saat itu, pikiran jahat dan menggoda nakal timbul tenggelam dalam benaknya.

Mayang membuka matanya kembali. Suara petir diluar seakan terus mengusik rasa kantuk Mayang. Mayang bernafas pelan.

Dengkuran keras Daud masih terdengar di luar selimut yang masih menutupi wajah Mayang.

Dengan pelan dan gemetar, Mayang mulai mendekatkan tangannya ke pundak Daud.

Jari telunjuknya menyentuh pelan ke pundaknya yang tegap itu. Lama Mayang meletakkan satu jari tangannya di situ. Menunggu reaksinya.

Lalu dengan hati hati sekali, Mayang mulai meletakkan satu lagi jari tangannya disitu. Tidak ada reaksi. Daud masih kudengar dengkurannya yang keras .

Kemudian, Mayang mulai memberanikan diri meletakkan seluruh jemari tanganku di sana, menempel dengan lembut di pundaknya.

Diam sebentar, deg-degan Mayang mulai menggeserkan tangan ke arah bawah, menggeser pelan seperti mengelusnya turun ke bawah.

Mayang deg-degan dan takut melakukannya, tapi makin nekat, karena hasrat yang sudah tahan begitu lama. Sudah dia pendam begitu lama.

Tangan Mayang sudah berada di ujung pinggul bagian belakangnya. Jemari tangannya bisa merasakan lekuk ritmis perbatasan pinggul Daud yang kekar itu.

Namun, Mayang mengurungkan niatnya. Rasa gemas masih kalah dengan rasa takut dan cemas jika Daud bangun. Astaga, bagaimana kalau sampai itu terjadi. Bukan tidak mungkin pertarungan ranjang hebat akan terjadi.

Kembali, Mayang meletakkan dengan pelan jemari tangannya di atas pinggangnya, bisa dirasakan gerakan naik turun teratur nafas Daud disitu.

Mayang mengelus pelan pinggangnya. Memegang ujung baju kaus yang dipakai Daud, pelan Mayang angkat sedikit dan meletakkan jari tanganku disitu. Menyentuh kulit pinggang Daud, hangat sekali yang Mayang rasakan sekarang.

Dengkuran Daud masih terdengar, Mayang terus nekat karenanya. Dia menyusuri jemari tangan sampai akhirnya bisa merasakan tangannya telah menyentuh bebuluan lebat di atas pusarnya. Pelan Mayang mainkan jemari tangannya di rambut keriting yang tumbuh lebat disitu.

Mayang makin nekat dan berani. Mayang merapatkan diri ke tubuh Daud. Sehingga dua gunung indahnya bisa menempel ketat di punggung kekar Daud. Tangannya semakin menyusup. Melingkari tubuh gempal daud yang besar.

Mayang memejamkan mata. Merasakan bebuluan yang ada di sekitar dadanya. Dia suka tergila-gila sekali dengan bebuluan itu.

Lantas, Mayang menyandarkan kepalanya ke pundak tegap Daud. Berusaha menciumi bau tubuhnyasementara jemari tangannya masih dengan pelan meraba bulu dadanya.

Tiba-tiba, Daud seperti tersentak bangun, Mayang kaget setengah mati, Mayang tidak sempat menarik seluruh tangannya. Yang lebih gilanya lagi, Daud ternyata memegang tangannya itu. Mati aku! ketahuan Mayang sekarang.