webnovel

31. Usaha Chella - One

M

ichella baru saja sampai di rumah sakit, Vino terlihat tengah duduk di taman rumah sakit di temani Leonna. Mereka tengah berbincang dengan tawa mereka, hingga pandangan Leonna tertuju ke arah Chella. Ia melambaikan tangannya meminta Chella untuk mendekatinya. Vino ikut menengok ke arah Chella dan wajahnya terlihat biasa saja tidak ada senyuman sama sekali.

Chella menarik nafasnya dalam-dalam, dan melangkahkan kakinya mendekati mereka berdua. "Hai,"

Vino hanya tersenyum kecil padanya, dan Leonna menarik Chella untuk duduk di atas kursi taman. "Abang ingat sama Chella kan, dia anaknya tante Elza brotherhood." Ucap Leonna membuat Vino memikirkannya.

"Oh iya ingat, yang selalu nguntilin Leon yah." Ucap Vino membuat Chella meringis.

"Syukurlah abang masih ingat," ucap Leonna seraya menatap layar handphonenya. "Chell loe bisa temenin abang dulu."

"Eh?"

"Kamu mau kemana, Princes?"

"Aku ada janji sama seseorang, tenang saja Chella akan menemani abang disini. Bye abang sayang, bye Chell."

Leonna menyambar tasnya dan beranjak dari duduknya. "Good luck," bisik Leonna pada Chella sebelum akhirnya berlalu pergi.

Chella melirik ke arah Vino yang menatap kepergian Leonna, ia menekan rasa gugupnya. "Bagaimana keadaan Abang?"

Vino menengok ke arah Chella diiringi senyumannya, "Sudah jauh lebih baik," ucapnya, "Kamu baru pulang kuliah?" Chella menganggukkan kepalanya. "Sekelas sama Leonna? Fakultas apa?"

"Fakultas kedokteran, Bang." Chellapun mulai berceloteh dan keduanya saling bersautan. Keduanya sudah mulai tak canggung lagi hingga Chella mengeluarkan MP3 playernya dari dalam tasnya.

"MP3 player itu," ucapan Vino terhenti dan mengernyitkan dahinya.

"Ini pemberian seseorang, bagus kan?" ucap Chella membuat Vino mengangguk lirih. "Kenapa?"

"Tidak, hanya saja mirip punyaku. Aku sempat membelinya tahun lalu saat liburan ke Kanada."

"Bukankah ini sangat bagus,"

"Aku membelinya karena itu hanya di buat satu dan memiliki ukiran yang khas, jadi tidak akan ada yang memilikinya. Tapi ternyata aku tertipu," kekehnya membuat Chella meringis.

"Sudahlah, lupakan masalah Mp3 player ini. Sekarang dengarkan ini, ini pasti membuat Abang merasa tenang." Chella memasangkan earphone ke telinga Vino dan sebelah lagi ke telinganya. Ia mulai memutar salah satu lagu yang ada disana,

"Jazz?"

"Iya, dewi matahari. Kamu menyukainya bukan?" tanya Chella menatap manik mata abu milik Vino membuatnya mengernyitkan dahinya.

"Kamu-?"

"Ini bukankah sangat enak untuk di dengar." Vino mengangguk lirih dan terdiam menikmati musik yang terputar disana. Vino menatap ke depan sedangkan Chella terfokus menatap wajah Vino dengan hati yang berdebar kencang.

"Dan lagu ini, lagu kesukaan seseorang." Chella memutarnya membuat Vino mengernyitkan dahinya. Ia kembali menatap Chella yang tengah menatapnya dengan berkaca-kaca. "I Know You,"

Seketika jantung Vino berdetak sangat cepat, ia merasa ada sesuatu dengan diri Chella hingga membuat hatinya bergetar dan darahnya terasa berdesir. "Siapa kamu?"

Chella tersenyum dengan air mata yang luruh membasahi pipinya, "Kenapa semuanya sama?" gumam Vino, hingga beberapa kepingan kenangan melintas di kepalanya, ia meringis seraya memegang kepalanya dengan kuat. "Aaarrggghhh!"

"Abang," Chella menarik lepas earphone dari telinga Vino dan memegang kedua lengannya. "Tolong,, suster, dokter." Teriak Chella sangat khawatir sementara Vino meringis kesakitan.

Tak lama Angga dan beberapa suster datang, ia segera membawa Vino ke dalam ruangannya meninggalkan Chella yang masih mematung di tempatnya dengan sangat khawatir. Tubuhnya bergetar hebat melihat teriakan Vino yang kesakitan. "Apa yang sudah aku perbuat," gumamnya dengan tubuh yang gemetar.



Setelah dari rumah sakit, Leonna memilih berkunjung ke kantor Verrel. Ia ingin memberi waktu pada Chella dan Vino untuk berbicara berdua. Dan disinilah dia saat ini, ia baru saja sampai di kantor kak Verrel. Tetapi baru saja Sarah, sekretaris dari Verrel mengatakan kalau Verrel ada meeting di luar kantor membuat Leonna mendengus sebal. Iapun memilih untuk menunggunya di dalam ruangan.

Ia mengamati ruangan kerja Verrel yang baru kali ini dia lihat, terlihat maskulin dan sangat rapi. Ia berjalan menuju kursi kebesaran Verrel dan duduk disana seraya memutar kursinya dengan berulang kali. Leonna lalu mengamati setiap meja kerja Verrel hingga ia menemukan pigura pernikahan mereka. Tanpa sadar sudut bibirnya terangkat ke atas.

Waktu semakin bergulir dan Leonna mulai bosan, ia sudah merangkai tulisan indah di kertas HVS bertuliskan 'aku cinta Kakak,' 'Kakak lama, nyebelin.' 'Aku akaran nungguin Kakak,' 'aku ngambek pokoknya,' dan banyak lagi hal konyol lainnya yang dia tulis di kertas itu. Ia bahkan melemparkan kertas itu ke lantai dan kembali menuliskannya lagi berulang kali dengan isi yang sama karena jenuh.

Tak lama Sarah masuk dan memberikan beberapa cemilan dan makanan untuk Leonna dengan wajah yang meringis melihat ruangan atasannya berantakan. "Makasih Sarah," ucap Leonna dan Sarahpun pamit pergi.

Leonna menyalakan televisi yang ada di dalam ruangan dan menikmati cemilannya. Beberapa bungkus coklat dan cemilan lainnya, juga satu kaleng minuman dingin. Ia menaikkan kedua kakinya ke atas meja Verrel seraya menikmati cemilannya dan membuang bungkusnya sembarangan. Ia terus menekan remote televisi karena tidak menemukan acara yang menarik. Iapun melempar remotenya ke atas meja dan memainkan game di dalam iphonenya.

Setelah mulai merasa bosan, ia memainkan hiasan yang terpajang di dekat meja kerja Verrel. Lalu beranjak menuju ke etalase buku, dimana beberapa buku dan file kantor tertata rapi disana. Ia mulai mengambil salah satu buku untuk dia baca, lalu menyimpannya asal di meja di dekatnya. Ia berulang kali mengeluarkan buku itu dan menyimpannya sembarangan. Lalu ia menatap buku yang menarik perhatiannya tetapi begitu tinggi membuatnya kesulitan untuk mengambilnya, ia meloncat loncat untuk menggapai buku itu.

Ceklek,,, Verrel yang baru saja masuk mematung di tempatnya melihat ruangannya berubah dari 2 jam yang lalu. Awalnya rapi kini menjadi hancur seperti kapal pecah.

Bruk,, suara pekikan seseorang membuat pandangan Verrel tertuju padanya, Leonna terlihat terduduk di atas lantai dengan beberapa buku bertumpuk di depan kakinya. Leonna meringis seraya mengusap pantatnya.

"Ya tuhan," gumam Verrel dan beranjak mendekati Leonna. "Kamu tidak apa-apa?" Leonna menengadahkan kepalanya.

"Pantatku sakit, gendong." Rengeknya membuat Verrel mengangkat tubuhnya dan membawanya menuju sofa.

"Delia," Leonna menatap ke arah Verrel dengan menyandarkan punggungnya ke sofa putih itu. "A-apa yang terjadi dengan ruanganku?"

Leonna mengikuti pandangan Verrel untuk melihat ruangan Verrel yang sudah seperti kapal pecah. Ia hanya bisa menampilkan cengirannya saat Verrel kembali menatap ke arahnya.

"Siapa suruh Kakak sangat lama, jadi kan aku bosan." Celetuk Leonna saat Verrel mulai memunguti sampah makanan yang berserakan.

"Kamu tau kan ini apa?" Verrel mengangkat tempat sampah ke udara.

"Taulah, itukan tempat sampah." Ucap Leonna yang duduk santai di atas sofa.

"Gunanya untuk apa?"

"Untuk membuat sampah, apa lagi." Jawabnya enteng membuat Verrel menghela nafasnya dan kembali memunguti sampah itu. Ia membuka kertas lecek itu dan ingin tertawa membaca isinya. Dia baru sadar kalau dia memiliki istri yang sangat labil dan ajaib.

30 menit sudah berlalu, Verrel sudah berhasil membereskan semua kekacauan yang terjadi di dalam ruangannya. Ia memang tipikal pria yang begitu menyukai kebersihan, dia selalu risih melihat satu sampah saja berserakan.

Setelahnya ia mengambil dua kaleng minuman dingin dari dalam kulkas dan menyodorkannya ke Leonna yang masih duduk di atas sofa. "Kakak dari mana saja, aku sudah kesal nungguin Kakak." Keluhnya seraya meneguk minumannya,

"Maaf, kamu juga sih gak kasih kabar akan kesini. Mau pesan bento?" Leonna mengangguk antusias dan Verrel segera meminta Sarah untuk memesankannya.

"Sekretaris Kakak baik banget lho, tadi juga aku di sodorin banyak coklat dan cemilan." Ucapnya yang kini beranjak pindah duduk ke atas pangkuan Verrel tanpa merasa malu dan canggung. Verrel membiarkannya tanpa merasa terusik sedikitpun.

"Dia tau kalau istri Kakak suka sekali ngemil." Ucap Verrel membuat Leonna terkekeh dan mengalungkan kedua tangannya ke leher Verrel yang sudah tak memakai jas, bahkan kemejanya sudah di lipat hingga siku.

"Aku tadi habis dari rumah sakit nengokin Abang, dan aku meminta Chella juga datang."

"Lalu," Verrel merengkuh pinggang istrinya itu.

"Aku meninggalkan mereka berdua disana, aku berharap abang mampu mengingat Chella."

"Semuanya butuh waktu, De. Tidak bisa spontan," Leonna mengangguk setuju dan sedikit merenung.

"Tapi aku tetap harus membantu mereka berdua agar mereka bisa menyatu."

"Kita akan memikirkan itu,"

Tak lama Sarah datang mengantarkan makanan untuk Leonna. "Terima kasih kak Sarah,"

"Sama-sama Bu,"

"Panggil Leonna saja, aku belum ibu-ibu lho Kak. Aku masih 20 tahun," ucapnya dengan riang dan masih duduk di atas pangkuan Verrel tanpa merasa malu.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi." Sarah berlalu pergi meninggalkan Leonna dan Verrel.

"Ayo makan dulu," Leonna berpindah untuk duduk di samping Verrel seraya membuka bentonya. Iapun menikmatinya dengan lahap, sedangkan Verrel hanya memperhatikannya walau sesekali Leonna menyuapinya.

"Kenyang?" tanya Verrel yang di angguki Leonna. Ia mengusap bibirnya dengan tisue dan kembali duduk di atas pangkuan Verrel dengan menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Verrel. Tangannya terangkat memainkan dasi Verrel dan menariknya hingga Verrel menundukkan kepalanya mendekati wajah Leonna.

"Aku pikir Kakak mau menciumku, kan posisinya sudah mirip seperti di film film." Verrel terkekeh mendengar ucapan Leonna.

"Kamu ingin ku cium?" dia menaikkan sebelah alisnya membuat Leonna mendengus kesal karena ketidakpekaan Verrel.

"Andai saja seperti di film-film tanpa harus di minta." Keluhnya membuat Verrel semakin tertawa gemas.

"Korban film," ucapnya mengusap kepala Leonna.

"Aku bukan korban, tapi aku penggemar film. Apalagi film romantic comedy dan juga drama korea, itu membuatku seakan terbawa masuk ke dalam film. Aku seakan menjadi tokoh utamanya, jadi aku bisa merasakan bagaimana tegangnya dan sakit hatinya." Jelasknya.

"Begitukah?"

"Iya, Kakak tidak percaya? Aku akan buktikan kalau sudah menjadi seorang artis film suatu saat nanti, aku akan beracting dengan sangat baik." ucapnya dengan penuh percaya diri dan Verrel masih terkekeh mendengarnya membuat Leonna mencibir lucu.

"Jangan mengkhayal terlalu tinggi De, kalau jatuh sakit lho rasanya." Kekehnya membuat Leonna semakin geram dan cemberut seraya melipat kedua tangannya di dada.

"Cie ada yang ngambek," Verel mencolek dagu Leonna membuatnya menepis. "Ya udah Maaf deh, maaf yah istriku yang cantik."Verrel mengusap kepala Leonna. "Sudah jangan marah lagi, Kakak mau bicara sama kamu,"

Leonna menengok ke arahnya. "besok aku harus ke Bandung," Leonna mengernyitkan dahinya kaget.

"Berapa hari?"tanyanya terdengar lirih.

"Satu minggu."

"Kenapa lama sekali? aku tidak mengijinkan." Leonna memasang wajah garangnya seraya melipat kedua tangannya di dada.

"Dasar diktator cilik," ucap Verrel.

"Aku sudah dewasa Kakak."

"Yakin sudah dewasa?" Verrel mengangkat sebelah alisnya.

"Yakinlah, karena aku sudah bisa memuaskan Kakak," bisik Leonna membuat tawa Verrel pecah mendengarnya, istrinya ini memang ajaib...

"Kecil-kecil sudah mesum yah,"

"Kan Kakak yang ngajarin," Leonna meleletkan lidahnya.

"So?" Tanya Verrel.

"Kakak pergi dengan siapa saja?" Verrel terlihat bingung dan seakan memikirkan sesuatu hingga membuat Leonna penasaran. "Kak,"

"Aku pergi bersama Sarah, Percy, Andra, Adit, dan-" Verrel terdiam sesaat membuat Leonna semakin penasaran. "Caren,"

"APA?" pekik Leonna membuat Verrel meringis mendengar suara menggelegar milik Leonna. "Si Angel itu, kenapa harus dia?"

"Dengar dulu De, dia adalah salah satu clientku. Pembangunan resort yang akan om Gator bangun berhubungan dengannya." jelas Verrel.

"Aku akan telpon daddy sekarang dan meminta dia memecat Angel itu." Leonna segera mengambil tasnya dan mengeluarkan handphonenya.

"Percuma saja, dia bukan karyawannya om Gator."

"Aku tidak percaya," ucapnya dengan sebal. "haloooooo Daddyyy,"

"Astaga, kamu mau buat daddy tuli di usia dini. Makanya jangan suka ngemilin toa masjid," pekik Okta dari sebrang telpon membuat Leonna dan Verrel terkekeh.

"Ihh daddy, itukan cemilannya istri daddy. Lagian, apanya yang dini daddy? sisa umurnya yah."

"Dasar anak durhaka, ada apa? Apa Papamu menghukummu lagi?"

"Tidak, aku mau daddy pecat si Angel sekarang juga," ucapnya seraya melirik ke arah Verrel yang begitu santai menatap ke arahku.

"Angel siapa maksudmu, Princes?"

"Kalau daddy gak tau, buka dulu kamus keramat milik si kunyuk Datan. Pasti ada tuh nama Angel."

"Hah, Aku beneran bisa mati muda. Kalau ngadepin kedua anak ajaib ini," celetuk Okta dengan helaan nafasnya membuat Leonna mencibir dan Verrel semakin terkekeh.

"Ih Daddy jangan mati dulu, Leonna belum kasih daddy cucu yang lucu,"

"Daddy tidak akan mati cepat, sebelum buat kalian insyaf."

"Emang daddy sendiri udah insyaf?" ucapan Leonna mampu membuat tawa Verrel semakin pecah.

"Leonna!!" amukan Okta membuat Leonna tertawa puas karena berhasil menggoda sang daddy.

"Daddy aku serius nih, Daddy tolong dong pecat Kere eh maksudku Caren."

"Caren yang mana?"

"Itu lho, yang besok mau ke Bandung bareng Kakak."

"Carelina?"

"Iya pokoknya dia lah, mau care ayam, care sapi, mau don't care pun, Leonna tidak perduli. Pokoknya daddy harus pecat dia, titik."

"Aissshhh nih bocah, si Lita ngidam apaan sih pas hamil nih anak."

"Jangan menggosipkanku, di tusuk dari depan lebih sakit daripada di tusuk dari bawah."

"Dasar anak nakal, kenapa malah ngomong mesum?"

"Idih siapa yang mesum, daddy aja yang gagal fokus dan ngeartiinnya padahal kan aku lagi ngomongin sate, enak kan di tusuknya dari bawah."kekeh Leonna membuat Okta menghela nafasnya.

"Apa katamu deh. Yang jelas, daddy tidak bisa memecatnya. Dia anak dari client daddy yang saat ini bekerjasama dengan daddy untuk membangun sebuah resort di Bandung."

"Kenapa begitu??? Leonna tidak mau tau pokoknya pecat dia, titik."

"Tidak bisa Princes sayang, bagaimana kalau kamu ikut ke Bandung saja bersama suamimu. Jadi kamu bisa pantau mereka." Leonna melirik ke arah Verrel yang mengedikkan bahu acuh.

"Memang tidak apa-apa?"

"Ya tidaklah, pergi saja." Ucap Okta. "tetapi ingat, jangan buat kekacauan."

"Siap, daddy gatorku yang unyu unyu dan imit imit. Muach muach bye bye." Leonna langsung memutuskan sambungan telponnya. "Kakak gak bisa melarangku ikut, karena daddy sudah mengijinkan."

"Emmm," gumam Verrel seraya membuka dasinya membuat Leonna mengernyitkan dahinya. Ia mendekati Leonna membuat Leonna beranjak dari duduknya dengan kebingungan.

"Kakak mau apa?" Leonna terus berjalan mundur dan Verrel terus berjalan mendekatinya, hingga pantat Leonna membentur meja kerja Verrel dan Verrel segera mengungkung tubuhnya.

"Tadi kalau gak salah ada yang bilang di tusuk dari depan lebih sakit daripada di tusuk dari bawah," ucapnya menaikkan sebelah alisnya.

"Ah, itu Kakaknya saja yang tuli. Makanya bersihin setiap hari kupingnya, biar tidak salah dengar." Ucap Leonna ingin segera kabur tetapi Verrel semakin mendekatinya hingga tubuh mereka saling menempel.

"Kakak mau apa?"

"Melakukan apa yang ada di otak cantikmu itu." ucapnya dengan tersenyum misterius.

"Otakku saat ini sedang menginginkan kau mengijinkanku ikut ke Bandung dan tak mau ada bantahan ataupun larangan, kalau tidak-" ucapannya terhenti saat hidung mereka bersentuhan membuat Leonna terpaku dan menelan salivanya.

"Kalau tidak?" ulang Verrel membuat Leonna menelan salivanya sendiri.

"Kalau tidak, aku akan," gumamnya terdengar parau, tatapannya masih terpaut dengan mata biru milik Verrel yang begitu lembut dan menghangatkan.

"kalau tidak, kau akan berbuat apa?" Tanyanya seraya menyentuhkan bibir atasnya pada bibir Leonna seakan ingin menggodanya.

"Ikutt," rengek Leonna menyembunyikan kegugupannya.

"Kenapa pengen ikut?" tanyanya,

"Karena ada si don't care itu, aku harus jaga suamiku biar tidak berpaling padanya. Yah kakak," ucapnya dengan menampilkan wajah memelasnya yang begitu menggemaskan.

"Baiklah, tapi sebelum itu-" seringai tercetak jelas di bibir Verrel. Iapun mencium bibir Leonna dengan sangat lembut, kedua tangannya tak tinggal diam membuat Leonna mengeluarkan erangannya.

"Kak, ini di kantor." Bisiknya,

"Tidak masalah," Verrel mengangkat tubuh Leonna dan mendudukannya di atas meja. Ia kembali menciumi Leonna membuat Leonna meremas rambutnya.

"Kak, kalau ada yang masuk gimana?" bisik Leonna dengan parau.

"Tidak akan," jawabnya masih fokus dengan kegiatannya hingga tuntas.

