webnovel

A GIRL WHO LOVES A MAN IN A DREAM

“ bagaimana jika rantai yang telah bertahun-tahun menyegel hatimu tiba-tiba hancur akan seseorang yang terasa nyata untukmu tapi tidak untuk duniamu? “ “ apa yang harus aku lakukan sekarang, saat aku terbangun dari tidurku mendapatkanku berada dalam ruangan yang sama seperti sebelumnya, fisik yang sama seperti sebelumnya tapi tidak dengan hatiku yang terasa sangat sesak” Aku tersadar akan itu dan berlari keluar ruangan, mencarimu disetiap sudut tempat dan tak menemukanmu, kenyataan itulah yang membuatku terpuruk akan perasaanku yang terasa sangat nyata ini. “ menyadari bahwa kau tidak berada didunia yang sama sepertiku membuat rantai itu kembali menjalar dan menyegel hatiku seperti dulu” Aku menoleh ke cermin yang berada di sampingku, dan tanpa sadar air mataku keluar saat aku melihat bayanganku sendiri, mulai memeluk tubuhku sendiri, terduduk di lantai dan menangis hingga tersedu-sedu. “oh, ini terlalu…”

Hana_Hiromi · 奇幻言情
分數不夠
4 Chs

Lelaki Tak Bernama

Seminggu berlalu dan aku sudah di izinkan untuk pulang kerumah. Beberapa hari sebelum kepulanganku, ayah dan Reina telah membawa pulang barang-barang di apartemeku kembali ke rumah tempat dimana aku dan ayah akan tinggal bersama.

Tiga hari sebelum pulang

"ayah dan Reina akan ke apartemenmu untuk beres-beres, kamu istirahat yah" ucap ayah sambil mengelus kepalaku sebelum dia pergi.

Pandanganku tak lepas dari punggung ayah yang mulai hilang saat pintu itu tertutup.

"jadi seperti inikah rasanya dijadikan ratu oleh seorang ayah?" batinku, yang langsung tersenyum kecil.

"entah sampai kapan mimpi ini berakhir, yang aku lakukan sekarang hanyalah menikmati semua rasa yang akan hatiku terima" batinku.

"oh! Aku lupa memperingati mereka!" ucapku dengan spontan sambil meraih telepon genggamku.

"aku tidak menerima goresan sedikitpun pada suamiku! Dan barang-barangku yang lainnya!" isi pesanku yang langsung aku kirim kepada Reina.s

Malampun tiba, Reina dan ayah sepertinya sudah selesai beres-beres karena itu mereka datang dengan pakaian baru yang rapih dan wangi.

Aku hanya tersenyum ketika pintu kamarku terbuka dan menyambut senyuman hangat dari mereka berdua.

"seminggu dirumah sakit, seminggu dirumah…" ucapku pelan sambil menatap langit-langit kamarku.

"biasa saja…" lanjutku.

Masih menjadi pertanyaan besar kenapa aku adalah anak tunggal dalam mimpi ini. Bagaimana tidak menimbulkan tanda tanya besar dalam otakku, kalau dalam dunia ini aku adalah anak tunggal dan alasan ayah dan ibu bercerai karena ibu lelah mengurusku -_- dan kata ayah ibu sudah meninggal.

"oh, besok aku sudah bisa masuk kuliah, tapi…" aku langsung menarik selimutku hingga menutupi seluruh tubuhku, saat teringat akan kuliah.

"bagaimana jika situasinya sama seperti yang didunia nyata…" ucapku pelan penuh kekhawatiran.

"tidak! Aku musti kuliah! " tegasku pada diri sendiri, sambil membuka selimutku.

"tapi…" kembali mengurung diri didalam selimut.

Tap…tap…tap…(suara langkah kaki)

"BAAA!!" teriak Reina tiba-tiba sambil menarik selimutku.

"apa kamu berencana membuatku terkejut?" tanyaku dengan ekspresi datar.

"hm? Siapa,aku? Tentu saja tidak…" jawabnya dan langsung berbalik badan dan berjalan keluar dari kamarku.

"dia sungguh berencana mengejutkanku -_-" batinku.

"Reina…" panggilku sambil menuruni anak tangga.

Didalam rumah yang besar ini hanya ada empat orang yaitu Ayah, aku, Reina dan satu ART.

"Reina…" panggilku lagi.

"kemana perginya dia?" gumamku, sambil berjalan mencari Reina.

"apa dia ditaman?" batinku.

Aku berjalan ke halaman depan rumah yang memiliki taman mini yang penuh dengan berbagai macam jenis bunga yang indah dan harum.

"hmm…ini sungguh membuatku tenang…" ucapku merasa legah.

"rumah ini terlalu besar, apa didunia nyata dia sebesar ini?" tanyaku pada diri sendiri sambil menoleh kerumah besar itu.

Aku sungguh tidak tahu wujud rumah ayah didunia nyata, terakhir aku kesana saat umurku sebelas tahun itu juga rumahnya masih yang biasa saja.

"Ainaaaa…." Panggil ayah yang tiba-tiba muncul entah dari mana, sambil berlari kearahku.

"ayah…" ucapku saat ayah berdiri dihadapanku.

"tapi kalau di lihat-lihat dia ini tampan juga, sungguh tipeku" batinku kagum.

"Tipe cowokku adalah seorang Duda tampan yang kaya raya!!"

"Aina?" panggil ayah sambil mengelus pipiku.

"AH!!!" spontan aku terkejut dan berteriak dengan kencang.

"Aina?" panggil ayah sambil memiringkan kepalanya dengan ekspresi kebingungan.

"AP-APA YANG BARU SAJA KUPIKIRKAN?!" batinku histeris karena teringat akan apa yang baru saja terlintas dibenakku.

"wajahmu memerah, apa kamu sakit lagi?" tanya ayah.

"eh, tidak! Aku baik-baik saja!" jawabku dengan gugup.

"a-aku harus persiapkan barang-barang untuk kuliah besok >.< " jelasku dan langsung berlari meninggalkan ayah yang masih terlihat kebingungan dengan tingkahku.

Alu mulai menaiki tangga dengan jantung yang berdetak tak karuan.

"apa aku baru saja menciptakan judul AYAHKU ADALAH SUAMIKU?" batinku, dan mulai terkekeh.

Aku masuk ke kamarku dan mulai mempersiapkan buku-buku yang akan aku bawa ke kampus.

"kapan terakhir kali aku merasa sesenang ini, berangkat ke kampus?" batinku.

Aku menarik nafas berat, duduk dibawah pohon besar itu dan melihat sekelilingku.

"tapi, tak kusangka kampus ini sangat sama dengan yang didunia nyata" batinku.

"tapi ada yang buat aku heran…" ucapku dengan tangan yang memegang dagu.

"ayahku berbeda dengan ayahku didunia nyata, mau dari segi sifat maupun fisik, tapi…" aku menoleh kearah seorang lelaki yang sedang berbincang dengan orang lain itu.

"kenapa dia…"

"KENAPA DIA TIDAK BERUBAH?!" batinku histeris.

Nama lelaki itu adalah Satrio, dosen muda yang dingin dan tak ramah, entah berapa miliar kulkas yang dia pikul, sungguh manusia yang sangat sulit ditebak.

"padahal beberapa orang yang aku temui, mereka benar-benar berbeda dari yang ada didunia nyata" batinku.

"dan ada beberapa orang yang tidak ada didunia nyata, tapi berada didunia ini" lanjutku.

Aku mulai membuka komik yang telah aku siapkan sebelum berangkat tadi pagi, dan mulai terbawa akan dunia komikku sendiri.

"huuuft…hari yang sangat panas" keluhku ketika mulai merasakan udara yang semakin panas.

"Reina kemana sih, katanya bakal ketemu pas istirahat pertama" ucapku sambil menyandarkan kembali tubuhku dipohon besar itu, dengan komik yang aku pakai untuk menutup wajahku.

"hello…" sapa sebuah suara.

Aku langsung membuka komik yang menutup wajahku, dan mendapati seorang laki-laki muda yang berdiri dihadapan kusambil tersenyum.

"hy..." sapanya dengan senyum yang ramah.

"aku?" tanyaku memastikan bahwa yang dia sapa adalah aku.

Tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya menatapku dengan diam.

"si-siapa orang aneh ini?" batinku, sambil melihat dia yang sedang menentukan posisi duduknya di sampingku.

"aku ***" katanya sambil tersenyum manis padaku.

"siapa?" batinku.

" aku tidak bisa mendengar namanya " batinku.

"Ha?"

"nama kamu?" tanyanya.

"ah, aku Aina " jawabku, sambil membereskan buku-buku ku.

"terlalu dekat!" batinku.

"HARUMI AINA!!! SAYA TIDAK MENERIMA ALASAN KAMU TELAT DIKELAS SAYA!" teriak pak Satrio tiba-tiba dari depan gerbang fakultas.

"cih, dosen yang sangat menyebalkan…" gerutuku kesal, saat dia melihat kearahku dengan wajah yang membuatku sungguh ingin menampar wajah itu.

"Aku harus kembali ke kelas " kataku yang langsung berdiri dari tempat dudukku.

"eh udah mau pergi?" tanyanya dengan ekspresi kecewa.

"ha? apa-apaan ekspresi itu?" batinku yang mulai kesal.

Aku langsung pergi meninggalkan dia yang masih duduk sambil melihat ke arahku.

"cowok 3D itu sangat merepotkan! " batinku.

Sampainya didepan kelas, aku langsung membuka pintu itu dan betapa terkejutnya aku saat melihat banyak sekali mahasiswa arsitektur yang benar-benar baru pernah aku lihat.

"Pe-permisi..." ucapku dengan pelan, sambil masuk ke dalam kelas.

Aku berjalan dan mengambil tempat duduk paling belakang, tempat yang menurutku sangatlah nyaman untuk tidur.

"permisi ya..." kataku pada seorang laki-laki yang duduk di sebelah kursi kosong itu.

"oh iya silahkan " jawabnya.

Aku mulai duduk sambil menaruh tasku di atas meja, dan memperhatikan dosen yang sedang menerangkan di depan.

"pengen tidur..." keluhku pelan.

"AINA!" panggil dosen tiba-tiba.

"Iya pak" jawabku.

"itu yang disamping kamu kenapa tidur?" tanya dosen.

"heh?"

"CIH! SETIDAKNYA JANGAN PANGGIL TIBA-TIBA, BIKIN JANTUNGAN!" batinku yang mulai kesal.

"aku bahkan gak nyadar dia tidur" batinku, sambil melihat dia yang tertidur pulas di meja.

"bangunin! Saya sangat tidak suka ada mahasiswa yang tidur di kelas saya!" kata dosen dengan kesal.

"ba-baik pak" jawabku.

"woi...woi..." panggilku sambil mengetuk-ngetuk mejanya.

"hm..." jawabnya.

"bangun, dosennya marah loh" bisikku.

"hm..."

"dia sangat berani tidur di jamnya pak Satrio, aku saja walaupun suka tidur di kelas tidak pernah tidur di kelasnya pak Satrio, didunia nyata sih" batinku.

"bangun iih, entar aku lagi yang di omelin!" kataku yang mulai kesal.

"iya ini udah bangun " katanya yang mulai mengangkat kepalanya.

"heh?" benar-benar membuatku sangat terkejut saat melihatnya, ternyata dia adalah cowok yang tadi aku temui dibawah pohon tadi.

"oh kita ketemu lagi " katanya sambil tersenyum padaku.

"ba-bagaimana dia bisa di kelas duluan padahal tadi aku yang pergi duluan " batinku yang mulai kebingungan.

"perhatikan di depan, kalau tidak dosen bakal marah" kataku, karena dia yang terus saja melihat ke arahku.

"oke " jawabnya.

Aku kembali memperhatikan kedepan tapi tidak dengan otakku.

"apa didunia ini ada semacam teleportasi?" batinku.

2 jam berlalu dan pembelajaran selesai...

"ooh kamu suka one piece juga?" celetukku saat tidak sengaja melihat sebuah stiker one piece di sampul bukunya.

"hm, kamu juga menyukainya kan" jawabnya, dan langsung tersenyum.

"GAWAT, AKU KECEPLOSAN!" batinku, ketika menyadari apa yang baru saja aku katakan.

"eh bagaimana kamu tahu?" tanyaku heran, saat menyadari apa yang dikatakan..

"Ra-ha-si-a..." Bisik nya sambil mendekatkan wajahnya padaku.

"hmmm terserah..." kataku yang langsung beranjak pergi.

Aku berjalan keluar dari kelas dan langsung pergi ke tempat aku berteduh sebelumnya, aku tidak punya teman dikelas maupun teman dari jurusan lain, didunia nyata aku lebih suka sendiri tapi sekarang aku punya teman yaitu Reina.

"Ren kamu dimana?" tanyaku lewat pesan.

"masih kelas " balasnya

"aku tunggu dibawah pohon dekat fakultasku yah" balasku.

"oke" balasnya.

Sesampainya dibawah pohon, aku langsung mengeluarkan komik ku dan membacanya, dan mulai asik kembali dengan duniaku sendiri.

"aku juga suka baca komik ini" kata seseorang yang tiba-tiba muncul di hadapanku sambil menunjuk komik yang aku pegang.

"jantungku hamper jatuh ketanah!!" batinku.

"Aina ya?" tanyanya.

"hm" jawabku singkat.

"sedang nunggu teman ya?" tanyanya lagi.

"hm" jawabku singkat.

"kapan-kapan kita bahas one piece ya" ajaknya.

Aku hanya menatapnya dengan kebingungan.

"kamu-"

"Aina!" panggil Reina sambil berjalan menghampiri ku.

"bye…" katanya dan langsung pergi.

"hm? siapa dia?" tanya Reina, saat laki-laki itu melewatinya.

"teman sekelas " jawabku sambil membereskan tasku.

"tumben dekat sama teman sekelas "kata Reina.

"ayo ke kantin " ajakku yang berjalan duluan.

"beneran teman sekelas Ai?" tanya Reina meyakinkan.

"kenapa?" tanyaku balik.

"tidak, bagus saja kamu ada peningkatan bisa dekat sama orang " jelas Reina.

"apalagi itu cowok " sambung Reina.

Aku tidak merespon perkataan Reina dan tetap berjalan dengan santai menuju kantin.

Reina benar-benar seperti seorang sahabat yang sangat tahu sifat asliku, seakan-akan dia juga berasal dari dunia nyata. Sedangkan aslinya aku hanyalah perempuan biasa-biasa saja yang tidak memiliki teman, tidak terlalu banyak bicara, tatapan yang selalu kosong, senyum yang hanya akan muncul ketika menyangkut anime, dan sunyi adalah teman terbaik disetiap situasi.

"siapa lelaki itu?" tanya sambil menyamakan langkah kakiku hingga dia berada disampingku.

"teman sekelas, mau berapa kali kamu menanyakan itu" jawabku tanpa menoleh ke Reina.

"bukan itu maksudku, siapa namanya?" tanya Reina.

"oh itu…"

"aku lupa siapa namanya" jawabku dengan santai.

"haaaa? padahal dia teman sekelasmu, bagaimana bisa kamu lupa namanya" jelas Reina.

"hm, bukan lupa, hanya saja saat dia menyebut namanya seperti ada sesuatu yang menghalang suaranya hingga tak terdengar jelas olehku" batinku.

"wajahnya, tubuhnya, dan stylenya benar-benar persis seperti tipenya Aina…" jelas Reina yang langsung merangkul pundakku.

"haaa? berhentilah beromong kosong, cepatkan langkahmu aku sudah lapar" ucapku sambil melepaskan rangkulannya.

Aku mulai mempercepat langkahku hingga Reina tertinggal dibelakangku.

"rangkulan yang hangat…" ucapku pelan sambil memegang pundak sebelahku, dan tersenyum kecil.