Dulunya Mona adalah gadis kuliahan berumur 19 tahun. Namun Ia meninggal karena terkena penyakit jantung. Saat Ia tersadar, roh Mona masuk ke dalam tubuh gadis cilik berumur 7 tahun di sebuah desa kecil pada tahun 1972. Padahal sudah bereinkarnasi, sayangnya cerita hidup Mona tak seperti cerita di webnovel... Mona justru terlibat dalam suatu konflik keluarga besar. Diujung perseteruan warisan itu, keluarga Mona pun diusir dari rumah utama. Mau tidak mau, Mona dan keluarganya hidup sulit di dunia luar, mencari gubuk untuk tidur dan makan makanan yang tidak bisa mengenyangkan perut. Apa yang harus Mona lakukan? Apa perlu dia mati lagi, lalu memohon reinkarnasi ketiga supaya hidupnya menjadi lebih baik???
"Teng.. Teeeng. Teeeng" Terdengar suara denting jam dari kamar atas. Suara denting jam yang menggelegar membuat Mona terjaga, dia gemetar dan melihat sekeliling dengan sedikit panik. Kakak perempuan yang duduk di sebelahnya melihat Mona terbangun dan panik langsung mendekap Mona, menyentuh dahinya dan berkata dengan lembut, "Putri Kecil, kau bersamaku, tidak perlu takut!."
Ditemani sang kakak didekap lembut, perlahan Mona lebih tenang. Masih di pelukan kakaknya, Mona memejamkan mata, mengingat apa yang sudah terjadi setengah bulan lalu, kejadian dahsyat yang meninggalkan trauma hebat.
Mona juga dipanggil dengan nama Putri Kecil di kehidupan sebelumnya, tepatnya ketika ia masih berusia 7 tahun. Kehidupannya sebagai Putri Kecil berakhir ketika ia menderita penyakit jantung dan meninggal saat masih menjadi mahasiswa semester 4, tepatnya saat masih berusia 19 tahun. Dia tidak pernah menyangka jika ia tidak akan pergi ke alam arwah setelah meninggal, dan justru terlahir kembali sebagai Mona di sebuah desa kecil di tahun 1972. Semua karena tak sengaja, dua tubuh meninggal di hari yang sama, dan kebetulan roh Putri Kecil masuk ke tubuh Mona.
Saat pertama kali hidup sebagai Mona, ia melihat seorang wanita galak menghajar wanita yang ada di dekatnya. Mona berusaha menemukan ingatan yang tersisa di otaknya, menyusun cerita, dan menemukan fakta jika wanita jahat itu adalah bibinya.
Makan malam keluarga Restu hari ini adalah makan malam perpisahan. Paman telah bercerai sebelumnya, tapi paman tetap datang meski bukan lagi bagian dari keluarga sehingga semua orang yang pernah menjadi bagian keluarga Restu akan hadir malam ini.
Meski paman ikut hadir, bukan berarti paman bisa mendapatkan bagian rumah. Saat itu, semua orang diam tidak berani berpendapat. Membagi rumah kecil sama halnya dengan membagi potongan kue kecil kepada banyak orang sehingga orang yang mendapatkan bagian tidak akan merasa kenyang. Ayah yang sedikit mabuk tidak hadir, ia memilih tidur dibandingkan ikut berdiskusi. Setelah sekian lama hening, nenek dan bibi meminta semua orang keluar. Namun, ibu ditahan untuk diminta melunasi hutang.
Saat itu, kakak dan adikku keluar rumah, tapi tak tahu kemana mereka akan pergi. Hanya tersisa Mona dan ibunya yang tinggal di rumah. Mona sebenarnya tak tahu jika wanita yang bersama dengannya saat ini adalah ibu di kehidupan barunya, namun nalurinya meminta dirinya membela dan membantu wanita di hadapannya.
"Jangan pukul ibuku" Mona berjingkat, mendorong bibinya yang sedang menjambak rambut ibu barunya, tapi bibi itu sepertinya sudah tidak memiliki lagi rasa sayang di hatinya, ia justru menampar Mona hingga tersungkur ke tanah.
"Jangan pukul anakku, Putri Kecilku, ada yang harus kau lakukan, mari kita bicara berdua" Wanita itu mulai melawan, dia bisa diam jika ada yang memukulnya, tapi tidak jika ada yang menyakiti anaknya.
Mona berpikir untuk meminta bantuan. Tapi, ia sadar jika ia hanya bersama seorang gadis kecil yang hanya mengandalkan senyum sombong untuk melawan kekejaman bibinya. Dan seorang wanita tua di sampingnya tentu tidak memiliki daya melawan. Sementara sang ayah adalah seorang pemabuk yang tidak bisa diandalkan. Dalam ingatan Mona, wanita tua dan gadis kecil itu yang ada di sampingnya ini adalah nenek dan bibinya.
Keinginan Mona untuk memberontak dan meminta bantuan kandas seketika. Ia harus menerima kenyataan jika nenek dan bibinya hanya mematung melihat ia dan sang ibu disiksa. Mona mulai putus asa.
"Tolong!" Setelah berteriak beberapa kali, dia mengira tetangga di sekitarnya akan mendengarnya. Mona berpikir untuk mengambil kayu bakar yang masih menyala di sudut rumah. Mona menggunakannya untuk menggertak bibinya. Kemarahan memberinya kekuatan, ia tak lagi berpikir jika dirinya masih kecil dan tidak mungkin bisa mengalahkan orang-orang dewasa.
Sang bibi yang melihat Mona mulai bertingkah meminta ibu dan saudaranya yang sedari tadi hanya berdiri sebagai pengawas untuk membantu. "Kalian berdua jangan diam saja, apakah kalian hanya menjadi penonton semenara aku diganggu si brengsek kecil itu?"
Seorang wanita dan gadis itu bergegas menahan Mona. Seseorang memeluk Mona dari belakang, sementara seorang lagi merebut kayu bakar di tangan Mona yang masih menyala. Mona memberontak, tapi sekuat apapun, Mona yang masih muda tentu saja tidak bisa mengimbangi tenaga dua orang dewasa. Kayu bakar yang digunakannya mengancam berhasil direbut, tubuhnya tidak berdaya karena tangannya kini dipegang erat oleh sang nenek.
Mata Mona mulai nanar melihat rambut ibunya rontok ke tanah. Ya, ibunya dijambak dengan kuat hingga rambutnya rontok. Hati Mona mulai sakit, bahkan jika wanita yang sedang disiksa itu bukan ibunya, Mona akan tetap merasa sedih. Sungguh ia menyimpan dendam dan akan ia bawa sampai mati.
"Tolong, ibuku akan dibunuh", Mona berteriak. Ia memang tidak bisa melawan untuk menyelamatkan ibunya tapi mulutnya masih bisa berteriak minta tolong.
Tetangga sekitar yang mendengar teriakan Mona mendekat. Mereka segera melerai dan menarik Mulan, bibi Mona yang sedari tadi asyik menyiksa ibu Mona menjauh.
"Mulan, apa yang kamu lakukan? Bagaimanapun, dia adalah saudara ipar perempuanmu. Bagaimana kamu bisa melakukan ini?". seorang nenek tua kemudian mendekati Mona yang masih berusaha memberontak dengan tangan yang dipegangi neneknya. Nenek tua tersebut kemudian berkata kepada nenek Mona, "Dan Anda, Anda perlu ingat jika Mona juga cucu Anda". Nenek tua tersebut melepaskan Mona dari cengkraman neneknya.
Melihat lebam di tangan Mona, Dewi merasa semakin tertekan. " Adik ipar, lihat saja kamu pasti akan mendapatkan balasan. Lihatlah tangan Mona, kamu benar-benar kejam".
Dewi yang sempat tersungkur langsung bangkit. Ia mengabaikan luka di sekujur tubuhnya dan dengan cepat memperhatikan keadaan Mona.
"Oke, Jika kamu ingin tahu. Aku dan dua saudaraku hidup miskin. Keluarga kami hidup sulit. Kamu bilang jika lebih baik kami keluar dari rumah, demi kebaikan rumah tangga mereka. Tapi, dua anak tertua dari keluarga besar kami yang harusnya jadi kakak iparnya justru harus ditendang keluar rumah. Jadi, kenapa dia harus diberi bagian harta yang banyak sementara keluarga kami hidup menderita? Wanita itu tak jauh beda dari pelacur yang menikmati harta anak tertua keluarga kami, harta kakakku yang harusnya jadi hak kami. Bukankah jika lelaki menikahi wanita, ia harus memilih wanita yang berbudi luhur? Keluarga kami salah memilih menantu, salah memungut wanita seperti ini." Keberadaan anita tua yang melerai pertikaian itu tak cukup untuk meredam amarah.
Nenek tua itu dibutakan harta. Nenek tua ini hanya tahu jika saudara ipar keempatnya adalah pemilik rumah. Namun, sebelum ia menikah, kakak lelaki tertuanya juga ikut tinggal di rumah. Sebuah kebodohan keluarga besar yang nyatanya tidak memiliki harta keluarga sehingga ketika satu-satunya harta harus dibagi, maka semua anggota keluarga akan jatuh miskin, Namun, setelah menikah ia tetap tidak mengubah gaya mewahnya bersama sang ibu, dan bahkan putrinya.
"Kakak ipar, jika kamu bercerai, kamu harus membagi hartamu dengan anak-anakmu. Bagaimanapun, mereka semua adalah anak-anakmu, Mereka butuh makan dan tempat tingal. Kamu sudah membangunkan rumah untuk dua putramu, tapi apakah kamu tidak akan peduli dengan dua anakmu yang lain?".
Siang hari sebelum kejadian ini, nenek tua yang tinggal bersebelahan dengan rumah Dewi sudah pernah mendengar rencana perceraian Restu. Istrinya menginginkan rumah yang cukup untuk ditinggali bersama keluarga, tetapi ia tidak dapat memenuhi permintaan menantunya itu. Menantu ketiga pun harus segera diberitahu agar bersedia membagi rumah yang ditinggali bersama.
Pada akhirnya, nenek tersebut mengalah. Ia merelakan diri pergi dari rumah yang ditinggali demi keutuhan rumah tangga anaknya. Ibu mertua seperti ini memang benar-benar sulit ditemui. Ia bahkan uang tabungannya ikut diserahkan kepada anak dan menantunya. Jumlah uang memang tidak tak banyak, namun uang tersebut adalah tabungan kerja selama satu tahun.
"Adik ipar, saya seharusnya sudah tua, jadi seharusnya saya tidak lagi ikut campur dengan masalah duniawi. Lihat keempat anak dari menantu ketiga. Mereka semua butuh makan, mereka tidak akan kenyang hanya dengan diberi minum air. Jika kamu tidak bisa adil dengan mereka, aku khawatir jika mereka akan berbalik mengabaikanmu ketika kamu tua. "
"Hei, jangan ikut campur. Cucu saya bukan hanya dari keluarga mereka. Anak-anak dari anak pertama dan anak keduaku juga cucuku. Dan kamu perlu tahu jika cucu dari dua anak tertuaku jauh lebih baik dibandingkan mereka."
Ketika wanita tua itu mengatakan ini, dia tidak memperhatikan bahwa beberapa cucu dari anak ketiganya sudah kembali.
"Bu, ada apa denganmu?" Putra tertua, Eka dan adik laki-lakinya Rano membantu Dewi, yang masih duduk di tanah sambil menggendong adiknya.
"Nak, ibu baik-baik saja." Dewi menyerahkan Mona di tangannya kepada putra tertua. "Eka membawa adik perempuannya ke dalam rumah."
"Bu, aku tidak akan masuk, bibi telah memukuli ibu." Mona melihat bahwa sosok kakak tertua dalam ingatannya telah kembali, dan dia dengan cepat mengeluh kepada kakak lelaki yang memiliki postur tubuh tidak terlalu tinggi itu.
Ketika dua kakak Mona mendengarkan cerita Mona dan kemudian melihat bekas luka di wajah ibunya, mereka langsung marah.
Dewi menyadari jika Mulan tidak mungkin tega melakukan hal sekeji ini, Dewi berusaha maklum dan mengalah karena yakin jika Mulan dipengaruhi oleh nenek dan saudaranya yang lain.
"Nenek, kita semua bisa mendengar apa yang nenek katakan barusan. Kamu bilang kita bukan cucu?".