webnovel

What If I

What If Erin not said about her feeling to Kevin? Bagaimana jika Erin tidak mengejar Kevin untuk mendapatkan cintanya? Bagaimana jika Kevin menolak Erin? Bagaimana jika Kevin dan Erin lebih memilih tujuan masing-masing?

dandellyieun · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
4 Chs

2

Erin menatap layar proyektor dengan seksama, tangan kanannya sibuk mencatat dengan sebisa mungkin berharap tidak ada materi yang tertinggal. Hingga dia tidak tersadar jika ada seseorang yang menatapnya dengan sekilas.

"Oh iya, di sini ketua kelas nya siapa? atau bisa kita sebut CO kelasnya?" ucap sang dosen tiba- tiba, membuat Erin berhenti menulis dan menatap sekitar ruangannya.

Secara serentak kelas menjawab 'Belum ada'

"Belum ada? Oke, ini saya tulis nomor telfon saya. waktu kurang 25 menit, manfaatkan dengan baik setelah itu CO yang terpilih silahkan ke ruangan saya di gedung T lantai 2." Dosen tersebut merapihkan peralatannya dan meninggalkan kelas.

"Gimana ini? ada yang mau ngajuin siapa?" suara khas dari Sumatera membuat Erin menatapnya.

Namun tatapan Erin beralih pada ketiga lelaki yang mengangkat tas nya berniat meninggalkan kelas

"Mau kemana kalian?"

"Kantin... kita ikut ajalah siapa CO nya, mau sebat" ucap lelaki berbadan besar yang juga melirik ke arah Erin. Dengan cepat Erin mengalihkan pandangannya.

Yang lainnya hanya terdiam, pemilihan CO dilanjutkan, hingga terpilih teman Erin bernama Ardhi, mahasiswa baru yang berasal dari Medan katanya.

"Erin mau kemana? Kantin yuk?" ajak Finka dengan riang

Erin menjawab ragu, pasalnya dia tidak punya uang lebih untuk jajan.

"Gue yang bayarin nih, gimana? Ikut yuk." ajak Edvan sekaligus

Dengan sedikit paksaan akhirnya Erin mengikuti Finka dan Edvan.

"Erin kecillll.." panggil seseorang yang membuat Erin terkejut, siapa lagi ini?

"Loh yaaa si Andre, masih aja manggil Erin kecil." ucap Finka dengan sebal

"Lah kenapa? Erin aja gak marah kok kamu yang protes." ucap Andre menjulurkan lidahnya ke arah Finka

"Gak usah berantem nanti kalian malahan jadi pacar loh..." ucap Erin

"Ogah banget."

Suasana kantin yang ramai kembali membuat Erin bingung dan pusing. Seolah-olah pusat perhatiannya adalah dia, Erin membencinya. Erin tidak menyukai hal- hal yang ramai.

Finka menarik tangan Erin untuk masuk ke kantin fakultasnya.

"Beuh rame cuy, Rin, kamu sama Finka cari tempat duduk deh, aku yang pesen. Mau pesen apa kalian?" tanya Edvan dengan santai nya

"Aku ikut Finka aja, Andre gimana?"

"Aku ikut si mas nya aja ini, kalian duduk dulu deh."

Mereka berempat pun mengangguk setuju, Finka dan Erin mencari tempat duduk, sedangkan Edvan dan Andre pergi membeli cemilan.

Mata Erin terus menyusuri ruangan kantin, cukup kecil untuk sekelas fakultas kampus besar, namun banyak pilihan makanan dan cemilan yang dia tidak tahu jenis makanan itu, atau mungkin khas dari kota perantauannya ini.

"Eh Rin, kamu emang gak punya BB yah? soalnya digrup itu yang gak ada kayaknya kamu deh, tapi gak tau juga sih yang lainnya gimana?"

"Mmm iya Fin, aku gak punya BB jadi kalau ngehubungi pakai sms aja." Finka hanya mengangguk- angguk.

Mata Erin bertemu dengan tatapan lelaki yang tadi ada di kelasnya. Entah kenapa Erin menjadi gugup, sedangkan lelaki itu hanya melengos saja seolah tidak mengenali Erin dan Finka di sebelahnya.

Percakapan seru antara keempat mahasiswa baru itu turut menjadi perhatian. Erin yang sesekali tertawa mendengar cerita- cerita konyol teman- teman barunya. Edvan dan Finka yang kerap kali melontarkan candaan, Finka merupakan perempuan yang tergolong cerewet. Sedangkan Andre yang kerap kali mengusili Finka. Erin hanya menonton keseruan itu.

"Well.... belum dapat cerita nih dari Erin, dari tadi kayaknya dia diam terus cuma ikut- ikutan kita aja." ucap Edvan membuat Erin tersedak minumannya

"Yaampun kecil... hati- hati dong,"

Erin mengangguk- angguk seolah mengatakan 'dia tidak apa-apa'

"Eheem... Apa yah? cerita dariku? tidak ada yang lucu dan menarik seperti kalian." jawaban Erin membuat Edvan mendengus kesal.

"Gini deh, kamu kok bisa milih sini? jauh pula." Andre kini yang bertanya pada Erin.

"Kalo ngomongin jauh, Edvan lebih jauh dari aku. Kalo milih sini asal cap cip cup aja sih,"

"Tuh kan bener gue bilang apa! Pasti Erin milih namanya yang sok berbobot gitu kan nih jurusan?"

"Bener Van hehehe... waktu itu kan ada expo kampus gitu kan di sekolah ku, penasaran aja, wuihhh ada kampus jauh, dan jujur belum denger juga itu nama gimana kampusnya, pas aku searching wih gede nih kampus, yaudah deh aku pilih. Eh ternyata baru hari pertama kemarin saja sudah pusing karena gak tau sama sekali."

"Hahahaha,,, lagian kamu kenapa gak nyari yang deket- deket aja Rin?"

Erin menggelengkan kepalanya

"Males aja kalau deket- deket, lagian tuh kalo aku nyarinya deket itu kayak kamu nuang air dari mangkok ke cangkir, paham maksudnya? ketemunya bakalan orang- orang itu aja. aku gak mau aja."

"Bener banget, aku aja dari kemarin bosen nih ketemunya anak- anak sedaerah mulu, eh lumayan sih ketemu Edvan sama kamu yang jauh banget."

"Eh itu bukannya si Kevin sama Ijal yah?" tanya Edvan membuat ketiga orang itu menatap kearah yang sama

Dua lelaki yang tengah tertawa terbahak- bahak dengan para senior dan di kedua belah tangannya mengapit rokok.

"Namanya Kevin sama Ijal?" Tanya Erin

"Lah kamu gak kenal mereka Rin? Temen sekelas kita cuy... woy yaampun!!!" Edvan gemas dengan tingkah Erin yang benar- benar lugu.

"Biarin aja Van, Erin cukup taunya aku sama kamu aja." jawaban Andre membuat Finka melemparkan tisu ke arahnya

"Modusmu Mas!!! Gak mutu!"