webnovel

Pilihan Terbaik

Ayaka semakin tidak berdaya dengan apa yang dikatakan Kyo. Mendengarnya saja sudah mampu menghantam bagian inti hatinya yang paling dalam.

Semua rencana, impian, masa depan yang sudah terprogram dalam otak Ayaka seketika hancur berserakan seperti potongan daging cincang.

Ayaka terdiam, tangisnya pun sudah berhenti beberapa menit yang lalu. Tubuh lunglainya ia paksa untuk berdiri tegap. Mata yang kacau itu menatap dingin Izumi yang masih dengan wajah tanpa bersalah.

"Sepertinya aku sudah terlalu buta menilaimu sebagai kakak perempuan paling sempurna. Kau menutupi semua kelicikanmu dan menggunakanku untuk menghindari masalahmu sendiri, Izumi ... apa ada yang masih kau sembunyikan selain ini?" Ayaka mengeluarkan aura gelapnya.

Tatapan nanar Izumi berubah seketika menjadi tatapan sinis. "Dari dulu, kita memang tidak cocok, Aya-chan."

Ayaka membalas tatapan Izumi dengan senyuman manis yang tidak bisa diartikan sama sekali. Apalagi saat gadis itu berucap, "Nakamura-san, maaf ... tapi aku tidak bisa menerima pernikahan ini. Sebagai gantinya, aku akan bilang pada tetua untuk membuang nama Hashimoto dari namaku!"

"Hah, apa kau gila!" pekik Izumi memanas.

Tidak hanya Izumi ... Ayah, Ibu, dan Nakamura bersaudara pun juga merasa sangat terkejut dengan keinginan Ayaka barusan. Ini bukan lelucon, 'kan?

Darimana datangnya keberanian yang nekat itu pada diri Ayaka yang terkenal sangat penurut dan manis seperti boneka Barbie. "Lalu, kenapa harus aku yang menanggungnya; kenapa harus aku yang menderita; dan kenapa harus aku yang dikorbankan?!"

"Aya-chan ...," lirih Stephanie Kim, ibunya.

Ayahnya, Hashimoto Hikaru tak berani menatap wajah putri keduanya dan memilih diam. Dia sepenuhnya menyalahkan diri sendiri atas apa yang menimpa kedua putrinya.

Benar, andai saja ia tidak terlalu memaksa Izumi untuk menjadi istri dari salah satu putra Nakamura dan memahamkan gadis itu lebih baik lagi, mungkin semua kejadian ini tidak akan pernah terjadi.

"Ayakaa ... tenang saja, kau hanya perlu menjadi istri Kei dan membuat anak, soal masa depanmu ... keluarga Nakamura bisa menanggungnya. Kami hanya butuh gadis perawan!" seru Kyo lagi-lagi bersuara tanpa beban.

Spontan, Ayaka dan si pria bertopeng menoleh pada Kyo dengan tatapan sengit. Tidak bisakah pria itu lebih memfilter kata-katanya. Apa dia tidak berpikir bahwa kalimatnya tadi sangatlah kasar di telinga bahkan hati Ayaka.

Gadis itu semakin keras menangis. Bukan masalah dia menjadi istri siapa, tetapi masalahnya adalah kekecewaan yang teramat sangat pada kakaknya, Izumi terlalu tega memindahkan beban berat itu padanya dan tidak mau bertanggung jawab sama sekali.

"Tidak," sela Ayaka menyayat hati. "Aku tidak bisa menerimanya!" Gadis itu semakin sesenggukan.

"Nii-san!" panggil Kyo tidak tahan lagi dengan tangisan Ayaka yang terdengar menyedihkan dan menyebalkan di telinganya. "Lakukan sesuatu, jangan hanya diam saja!" bentaknya geram.

Pria bertopeng itu duduk bersandar dengan wajah mendongak ke atas dan mata tertutup rapat seperti menahan diri untuk tidak melakukan tindakan berbahaya. Padahal dalam hatinya sudah muak dengan semua ini.

"Ayaka-chan!" panggil Ryo pelan. Ia merasa kesal sejak tadi yang hanya bisa menunggu. Kakinya mulai merasa pegal.

Ayaka, masih dengan tangisannya, ia menjawab, "Ya!"

"Izumi telah melanggar peraturan dua keluarga, yang artinya dia juga akan mendapatkan hukuman. Dia, tidak akan dianggap sebagai anggota penerima warisan. Dia juga tidak akan pernah bisa menginjakkan kaki ke rumah utama seperti ayahnya dan yang terakhir, hukuman mati bagi kepala keluarga yang tidak bisa menikahkan anaknya dengan benar karena dianggap telah gagal mengurus keluarga!" jelas Ryo mulai tidak sabar.

Ayaka yang baru mengetahui hal itu hanya bisa terdiam tanpa bisa berkata-kata. Ternyata dampaknya akan separah itu. Dirinya menjadi bimbang apalagi saat Ryo melanjutkan kalimatnya. "Dan ... jika keluargamu tidak ada satupun yang bisa meneruskan tradisi, maka keluarga kalian harus dibunuh agar tidak mempermalukan tetua!"

"Cukup!" Isak Stephanie tidak kuat lagi mendengar kata-kata Ryo yang sangat kejam pada Ayaka.

Tidak ada lagi yang berani bersuara setelah Stephanie membentak Ryo. Semuanya bungkam, Ayaka sendiri tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan.

Ia pun berdiri dan menatap wajah ibunya dengan wajah yang sangat menyedihkan, penuh air mata dan bengkak pada manik indah berwarna coklat muda itu. Diusapnya pipi dingin penuh luka itu dengan halus.

Ia melakukan hal yang sama pada ayahnya, Hikaru. Hatinya yang panas sedikit lebih baik setelah bisa bertemu lagi dengan kedua orang tuanya. Meskipun pertemuan mereka berada pada waktu dan tempat yang salah.

Mengusap darah dan kotoran yang menempel pada wajah ayah dan ibunya, Ayaka tidak lagi mengeluarkan air matanya. Perasaannya hanyalah rasa tenang tetapi kering.

Ayaka berjalan menghampiri si pria bertopeng itu dan membungkuk 45°. "Maaf untuk ketidaksopanan saya tadi, Nakamura-san ... baiklah, saya akan menandatangani kontrak itu. Tetapi, izinkan saya menyelesaikan sekolah saya terlebih dahulu!"

"Ayaka!" lirih Stephanie dan Hikaru bersamaan.

Ayaka tidak memiliki tujuan spesifik kenapa dirinya menerima kontrak pernikahan itu. Yang ada di kepalanya, ia masih membutuhkan ayah dan ibunya untuk tetap hidup.

Tidak ada alasan lainnya, hanya itu saja.

Untuk Izumi, ia yang terlanjur sangat kecewa tidak bisa lagi merasakan perasannya. Hatinya sudah teramat sakit sampai tidak kuasa menatap wajahnya. "Bagaimana, apa anda bisa menerima permintaan saya, Nakamura-san?"

"Kyo, bawa gadis ini ke kediamanku dan kau Ryo ... urus keluarga ini. Aku akan menemui tetua. Gadis ini harus istirahat ekstra!" titah mutlak pria bertopeng itu. Ia pun berdiri dan melangkah pergi melewati Ayaka yang masih membungkuk.

Ayaka bisa merasakan angin yang sangat harum melewatinya. Spontan, tubuhnya tiba-tiba menjadi limbung karena terlalu kelelahan. Serangan batin yang menghantam hati Ayaka yang masih 17 tahun itu terlalu kuat untuknya.

Dengan sigap, Kyo menahan tubuh Ayaka. Tubuh ringkih itu terjatuh di pelukannya. "Ck, dasar lemah!" gumamnya didengar langsung oleh Hikaru dan Stephanie. Pria itu pun segera menggendong Ayaka ala bridal.

Melihat pemandangan itu, Izumi memalingkan wajahnya. 'Kyo ...,' lirih hatinya merasa panas.

Kyo menatap wajah Ayaka yang tertidur pulas. Wajahnya yang penuh dengan air mata yang telah mengering kembali putih seperti semula, padahal tadinya memerah seperti tomat.

'Menikah dan memiliki anak dari gadis ini rasanya tidak buruk juga, dia juga cukup cantik!' gumamnya dalam hati.

Masuk ke dalam mobil, Kyo memanggil seseorang. "Nii-san ... apa kau benar-benar akan menikahinya?"

"Ya, kenapa?"

"Apa kau mencintainya?"

"Apa kau gila, tentu saja hanya karena warisan. Baik Izumi maupun adiknya, aku tidak pernah tertarik dengan mereka!" jawabnya datar.

"He, bagitu ya. Oh ya, apa aku boleh memakainya setelah ini?" tanya Kyo menyerigai.

Pria bertubuh 185 cm itu menatap Kyo dengan pandangan sinis. "Lakukan sesukamu, asal jangan mengambil keperawanannya atau kau yang harus menikahinya!"

"Kau mengizinkanku menikahinya, wah. Kebetulan!"

"Jangan bercanda, dia milikku!" tegas pria bertopeng itu.

To be continued...