webnovel

Uncrowned King

Saat kekuatan manusia digolongkan menjadi 6 kelas yang terdiri dari King, Queen, Bishop, Knight, Rook dan Pawn. Seorang pemuda bernama Hiura dengan kelas pawn berhasil masuk academy. Hari-hari berat menanti Hiura, dimana dia dikenal sebagai pawn terlemah di antara yang terlemah.

Ryoichi_Shima · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
9 Chs

Battle Royale

"Tolong jelaskan, Iva." perintah seorang guru bernama Evan.

Iva langsung berdiri dan menatap gurunya.

"Soul weapon diyakini sebagai senjata yang dibentuk oleh jiwa, dikatakan bahwa logam terkeras di dunia juga tidak sebanding dengan soul weapon. Soul weapon juga adalah bentuk dari kekuatan dan tanggung jawab yang telah dipercayakan oleh true king."

"Bagus sekali, Iva. Kau boleh duduk kembali."

"Seperti kata Iva, soul weapon itu ...."

Semua perhatian tertuju pada sang guru, kecuali Hiura, Hiura justru sedang membaca sejarah empat academy atau yang lebih dikenal sebagai the four pillars of the world.

Buku di tangan Hiura terasa lebih berguna daripada pengulangan materi tanpa henti. Selain itu, buku sejarah empat academy lebih masuk akal karena menceritakan sejarah yang asli.

Detik demi detik berlalu, jam pelajaran mulai berganti dan siswa di kelas itu telah pergi menuju ruang ganti pakaian.

Setelah berganti pakaian, mereka berjalan menuju sebuah gedung olahraga yang sangat luas. Di gedung itu mereka di sambut dengan sebuah boneka kayu yang jumlahnya sesuai dengan jumlah murid kelas 1-B.

"Baik, karena kalian semua sudah berkumpul di sini, aku meminta kalian untuk mencoba menghancurkan boneka kayu di hadapan kalian. Kalian diperkenankan untuk menggunakan soul weapon ataupun senjata yang telah kusiapkan di sampingku ini," ucapnya sembari menunjuk pada kotak besar yang penuh dengan macam-macam senjata.

Dua pertiga dari mereka memilih menggunakan soul weapon mereka dan sisanya mengambil senjata yang disediakan oleh gurunya.

Hiura juga menjadi salah satu orang yang tidak menggunakan soul weapon-nya, dia mengambil senjata dengan jenis yang sama dengan senjata yang digunakan oleh Hiura saat latihan tanding pertama mereka.

Iva dan beberapa murid lainnya berhasil membelah dua boneka kayu dengan mudah, ada juga yang hanya bisa memberikan kerusakan kecil pada boneka itu, sedangkan Hiura hanya terdiam untuk melihat boneka kayu. Walau Hiura hanya diam sambil menatap boneka tersebut, Iva ternyata telah memperhatikan dirinya sejak lama.

"Berhentilah menatapku," gerutu Hiura pelan.

Walau hanya ditatap, Hiura seolah bisa mendengar suara dari tatapan Iva.

"Kau ingin melihat sesuatu yang menarik, 'kan?" ucap Hiura seolah bertanya pada Iva.

Hiura kemudian menarik kaki kanannya kebelakang sembari mempersiapkan tanto di genggamannya, kemudian dia menebas sasaran di depannya dengan sangat cepat.

Setelah boneka kayu di hadapan Hiura terbelah menjadi dua bagian, Iva langsung bertepuk tangan, tentu saja hal itu menarik perhatian murid-murid lainnya.

Mereka menyadari Iva yang menatap ke arah Hiura, mereka juga melihat boneka kayu terbelah dua di hadapan Hiura. Beberapa di antara mereka ada yang merasa heran hingga bertanya-tanya tengang teknik Hiura untuk memotongnya, ada juga siswa yang seolah tertantang karena merasa dikalahkan oleh Hiura.

"Baiklah, mari kita ubah kegiatan kita sekarang," ucap sang guru menghapus asa murid-murid yang tertantang.

Guru tersebut mendekati sebuah saklar di dinding dan menyalakannya, ruangan tersebut kemudian dilapisi oleh dinding pelindung transparan. Suasana di sana sedikit menegang dan rasa tegang mereka menjadi kenyataan saat gurunya kembali berbicara.

"Aku akan mengadakan battle royale. Ambillah posisi yang menguntungkan menurut diri kalian sendiri, kusarankan agar kalian memperhitungkan jarak di antara teman-temanmu. Oh, kalian juga tidak boleh melewati garis putih di yang ada di lantai, jika battle royale sudah dimulai dan kalian keluar dari garis putih, kalian dinyatakan gugur."

Hiura menatap garis putih yang mengelilingi gedung, dia sadar bahwa jarak antara garis putih dan pelindung atau kekkai itu adalah satu meter. Setelah berpikir sejenak, Hiura melangkah ke ujung garis, dia berdiri di posisi paling bawah di sebelah kiri.

"Baiklah, kita mulai dari sekarang!"

Murid-murid mulai bertarung, mereka langsung menyerang orang terdekat dari diri mereka masing-masing.

Hiura juga diserang oleh beberapa teman sekelasnya, sayangnya di antara mereka tidak ada yang bisa membuat Hiura keluar dari arena itu.

Sementara itu terdapat ledakan dari berbagai sisi, Hiura yakin salah satu penyebab ledakan adalah Iva. Setelah beberapa saat, sekitar setengah murid telah meninggalkan arena.

Sedangkan Iva juga terlihat mencari-cari Hiura, bahkan murid-murid lainnya dengan sengaja menghindari Iva agar mereka tidak keluar dari arena.

"Ketemu," ucap Iva sembari tersenyum penuh semangat.

Hiura tahu bahwa Iva akan dengan sengaja mencarinya, karena itulah dia langsung bersiap setelah Iva menemukannya.

Iva yang sangat bersemangat langsung menerjang ke arah Hiura. Pedang di tangannya seolah menari dan berusaha untuk melukai HIura. Hiura sendiri mencoba untuk bertahan, dia mencoba untuk menghindari setiap serangan Iva dengan gerakan kecil.

Tanpa di sadari, semua murid telah keluar dari arena. Bukan karena mereka keluar dengan sendirinya, tetapi secara tidak sadar, mereka digunakan sebagai tameng oleh Hiura dari serangan Iva. Iva yang tidak menahan kekuatannya dengan mudah menghempaskan teman-temannya ke luar arena.

"Sudah kuduga, Hiura itu sangat menarik," gumam sang guru olahraga.

Ucapan guru tersebut tentu menarik perhatian murid-murid di sekitar, mereka merasa heran dengan pernyataan gurunya.

"Apa kalian menyadari sesuatu di pertandingan ini?"

"Tentang kekuatan Iva yang tak tertandingi?" celetuk salah satu murid.

"Bukan, tapi ini tentang kecerdikan Hiura. Kalian yang dihempaskan oleh Iva mungkin berpikir bahwa kalian tidak beruntung. Sejujurnya, ketidak beruntungan kalian bukan saat kalian dihempaskan oleh Iva, melainkan saat Hiura memanfaatkan kalian sebagai tamengnya."

Murid-murid yang mengalami hal itu langsung tersadar, awalnya mereka berpikir bahwa Hiura beruntung ada di dekat mereka, tapi setelah penjelasan guru mereka, mereka menjadi malu dan sedikit kesal pada Hiura.

Sementara itu, pertarungan Hiura dan Iva menjadi lebih intens, Hiura sudah tidak memegang senjata dan sudah banyak lekukan yang dibuat oleh Iva. Ledakan juga terus terjadi dibarengi dengan lekukkan baru yang dibuat oleh Iva.

Suara besi yang terus beradu terdengar menggema ke seluruh ruangan, semua orang mulai takjub pada serangan Iva maupun pertahanan Hiura. sayangnya, mereka masih yakin bahwa Hiura kan kalah.

Klang! Klang! Klang!

Tanto di tangan Hiura akhirnya terlepas dari genggamannya, dan Hiura berusaha mati-matian untuk terus menghindar dari setiap serangan Iva. Tak berselang lama, Iva telah bersiap untuk melakukan serangan terkuatnya ketika melihat Hiura tersudut di ujung arena.

Namun saat soul weapon Iva hampir menyentuh Hiura, serangannya malah di tahan oleh guru mereka dengan sebuah tonfa.

"Cukup sampai di situ, pemenangnya sudah dipastikan."

"Apa maksud anda?!" ucap Iva kesal.

Iva kemudian melihat kaki Hiura yang sudah keluar dari arena, dia langsung kehilangan kata-katanya.

Raut wajahnya terlihat sangat kecewa, kemudian dia berbalik dan meninggalkan gedung olahraga itu tanpa berkata apa-apa pada siapapun.

"Anda harusnya menghentikan dia dari tadi," ucap Hiura kesal.

"Hahaha, aku sedikit tertarik dengan apa yang akan kau lakukan, jadi aku terbawa suasana dan sempat melupakannya."

"Dasar guru gila," umpat Hiura pelan.

Setelah itu guru mereka segera mengakhiri jam pelajaran mereka lebih awal dan memperbolehkan mereka pergi untuk beristirahat.