webnovel

TIKAM SAMURAI

An appreciation to Mr. Makmur Hendrik.... ---000----- “kau tak akan selamat Saburo. Aku bersumpah akan menuntut balas dari akhirat. Kau akan mati dibunuh oleh Samuraimu sendiri. Akan kau rasakan bagaimana senjatamu menikam dirimu. Kau akan ditikam oleh Samurai yang kau bawa dari negerimu. Ingat itu baik-baik. Aku bersumpah…..” Tikam Samurai bercerita tentang kisah hidup seorang anak muda yang berasal dari desa Situjuh Ladang Laweh, yang terletak di kaki Gunung Sago, Sumatra Barat. Tragedi bermula dengan penyerbuan sepasukan kecil tentara Jepang di sekitar tahun1942 ke desanya. Kebengisan tentara Jepang mengakibatkan ayahnya tewas di tangan Saburo Matsuyama, seorang perwira lapangan dan ibu dan kakak perempuannya ikut menerima dampak buruk dari perlakuan prajurit Jepang. Si Bungsu nama anak muda itu, satu-satunya yang selamat di keluarganya. Samurai yang ditinggalkan oleh Saburo menjadi sarana latihan untuk mulai meretas jalan menuju Jepang untuk menuntut balas. Ia akhirnya menciptakan jurus Samurai yang khas yang dapat memenangkan pertarungan demi pertarungan melawan para penjahat bahkan prajurit Jepang sendiri. Beberapa prajurit Jepang melakukan harakiri untuk mengakui kekalahannya menghadapi si Bungsu. Berbagai peristiwa unik dengan latar sejarah akhirnya mengiringi perjalanan si Bungsu menuju Jepang. Berkenalan dengan anggota pasukan khusus Inggris Green Barret dan bertarung dengan Yakuza. Dia akhirnya berhasil menemukan pembunuh keluarganya, Saburo Matsuyama, musuh besarnya di Kyoto, dan mengantarkan Saburo untuk memilih harakiri setelah dikalahkan dalam pertarungan Samurai sejati oleh si Bungsu.

BIAAN · Võ hiệp
Không đủ số lượng người đọc
266 Chs

Saya ingin kesuatu tempat...

Dia ikut turun, dalam jarak yang tak mencurigakan dia tetap mengikuti dan mengawasi gadis itu masuk kebagian bawah flat tersebut. Sebuah gedung tua namun terawat dengan baik. Bicara beberapa saat dengan petugas di bawah. Kemudian dia kembali kemobil.

"Kita turun dan menginap disini.." katanya pada si Bungsu.

Si Bungsu turun dan mengikuti Angela. Dipintu dia bertemu Pipa Panjang yang tetap mengawasi mereka.

"Pulanglah, sampaikan pada Yoshua dan Elizabeth, bahwa kami menginap disini. Sampaikan terimakasih kami…" kata Angela.

Pipa panjang mengangguk. Dia menyuruh Elang Merah untuk kembali kerumah, memberi tahu Yoshua.

"Saya akan tetap disini, menjaga mereka.."ujar pipa Panjang.

Elang Merah mengangguk dan menjalankan mobilnya. Angela si Bungsu ke tingkat empat. Memasuki sebuah kamar yang bersih menghadap kejalan raya yang tadi mereka lewati.

Angela membuka kain-kain jendela, dan dari bangunan bertingkat di seberang kanan apartemen itu membias cahaya lampu. Kemudian Angela membuka buku telepon. Lalu memesan makan malam. Dari restoran yang terletak dua blok dari apartemen mereka. Tapi pemilik restoran itu ternyata tak punya petugas mengantarkan pesanan tersebut. Angela terpaksa harus menjemputnya sendiri. Dilihatnya si Bungsu tegak dekat jendela menatap keluar.

"Saya akan pergi mengambil makanan, ke restoran yang hanya dua blok dari sini.."katanya.

Si Bungsu menoleh, kemudian mengangguk. Angela keluar dari kamar tersebut. Dan terkejut mendapatkan Pipa Panjang berdiri sekitar dua bilik dari kamar mereka.

"Pipa Panjang?"

"Ya, Mam…"

"Anda tak pulang?"

"Elang Merah yang pulang mam.."

Angela jadi terharu atas kesetiaan orang-orang Indian ini. Setia kawan yang luar biasa. Padahal mereka, dia dan si Bungsu serta orang-orang Indian ini, merupakan tiga puak suku yang berbeda dan tak punya kaitan apa-apa.

Tapi lihatlah rasa setia kawan yang mereka tunjukkan. Sesuatu yang mungkin tak tersua dari orang-orang kulit putih.

"Saya akan menggambil makan malam dari restoran yang berada dua blok dari sini, dapatkah anda menggantikan saya kesana?"

"Tentu, mam. Tentu! dengan senang hati saya akan membantu apa saja yang anda atau Bungsu kehendaki…"

"Terimakasih. Anda bisa memesan sekalian makan malam untuk anda…" Angela menyerahkan uang kepada Pipa Panjang. Indian itu segera turun, namun separoh jalan dia berhenti, menoleh pada Angela.

"Mam, saya yakin anda tahu mengapa saya ada disini. Orang-orang dari klu klux klan itu takkan berdiam diri.."

"Saya tahu, Pipa Panjang.."

"Saya yakin anda akan waspada, mam.."

"Tentu, Pipa Panjang.."

Dan Pipa Panjang pun segera turun. Berjalan ke blok dimana reestoran seperti disebutkan Angela berada. Angela sendiri segera memesan sebuah kamar yang terdapat diseberang kamar mereka untuk Pipa Panjang. Tak lama kemudian Pipa Panjang datang membawa makanan. Lalu mereka makan bersama di kamar itu. Ketika Indian itu akan keluar, Angela mengatakan kalau dia telah memesan kamar diseberang untuknya.

Pipa Panjang pertama keberatan, namun setelah didesak akhirnya dia menerima. Dia lalu pergi kekamar sebelah. Si Bungsu kembali dilihat Angela menghadap jendela. Menatap keluar, kemalam yang gelap. Didekatnya lelaki itu, memeluknya dari belakang. Dan menyandarkan kepalanya kebahu si Bungsu yang bidang.

"Rasanya aku kenal dengan gedung didepan sana.."kata si Bungsu perlahan.

Lewat bahu si Bungsu, Angela melihat gedung yang berada di depan gedung yang mereka tempati.

"Itu adalah gedung tua, yang lantai dua dan tiga nya dipakai untuk pustaka.."

"Ya, saya ingat sekarang, pustaka. Saya sudah pernah kesana, membaca beberapa buku tentang organisasi ku klux klan …"kata si Bungsu.

"Ya, itu adalah satu dari beberapa pustaka yang ada dikota ini, pustaka itu sudah akan ditutup. Akan dipindahkan ketempat yang baru…"

"Angela.."

"Ya…"

"Saya ingin kesuatu tempat, misalnya menonton film, atau ke teater, atau apa saja…"

"Malam ini?"

"Ya, apakah ada?"

"Dallas menyediakan segalanya waktu malam. Siang kota ini adalah kota pegawai dan pedagang. Tapi malam adalah kota seluruh penduduk. Baik, saya akan bersiap…"ujar Angela melepaskan pelukannya dari tubuh si Bungsu.

Kemudian kekamar mandi. Ketika dia selesai bersisir dan sekedar berbedak tipis serta melekatkan gincu bibir. Dia lihat si Bungsu masih tegak didepan jendela. Dia berjalan mendekati lelaki itu dan memeluknya kembali dari belakang sambil berbisik.

"Oke, kita pergi kini…?"

"Kemana?"

"Bukankah kau ingin menonton, film, teater atau hiburan lainnya?"si Bungsu tak menjawab.

Sepi.

"Kita pergi?"tanya Angela.

"Tidak.."

"Tidak?"

"Tidak saya mengantuk.."

Angela tersenyum. Dia memahami perubahan-perubahan sikap lelaki itu. Diamembalikkan tubuh si Bungsu. Mereka saling tatap.

"Baiklah, kalau mengantuk. Ayo kita tukar pakaianmu. Di lemari ada kain dan kimono disediakan pengelola flat bagi orang-orang yang tak sempat membelinya…"

Saat malam berangkat larut, mereka berbaring di satu tempat tidur, dibawah satu selimut. Si Bungsu menelantang, menatap loteng. Angela yang ada dikanannya memeluknya.

Dalam situasi begitulah pintu diketuk, sekali, dua kali. Ketukan itu tak begitu keras. Sebelum mereka sempat bangkit di luar terdengar orang bicara. Mereka sudah bangkit dan saling pandang.

"Seperti suara Pipa Panjang.."kata Angela.

Ketukan di pintu kembali terdengar.

"Angela, buka.."terdengar suara Pipa Pinjang.

"Ada sesuatu?" tanya Angela yang khawatir kalau-kalau Indian itu bicara di bawah ancaman.

"Tidak, bukalah…!"

Angela mengintip lewat kristal pengintai sebesar kepala korek api yang menempel dipintu. Di luar lewat kaca kristal yang berfungsi sebagai pembesar disebelah luar itu dilihatnya dua lelaki. Dan mereka keliahatan tidak mencurigakan. Angela membuka pintu. Kedua lelaki itu mengangguk hormat. Satu diantaranya mengeluarkan kartu dari kantongnya.

"Kami mohon maaf karena menganggu. Kami dari FBI boleh kami masuk?"

"Silahkan..!"ujar Angela.

Kedua lelaki itu masuk dan Pipa Panjang juga ikut masuk. Kedua lelaki itu menatap si Bungsu dengan cermat.

"Maaf, kami diperintahkan memeriksa seluruh rumah, toko, kantor ,penginapan atau segala tempat yang terletak di pinggir jalan yang akan di lewati Presiden Kennedy dalam kunjungannya dua hari lagi kekota ini…"

Angela mengambil rokok dari tas. Salah satu dari anggota FBI yaitu polisi federal Amerika itu, dengan sopan menyalakan geretan.

"Boleh kami melihat kartu identitas anda berdua, dan juga anda, Tuan?" katanya pada Angela, Pipa Panjang dan si Bungsu.

Sementara ketiga orang itu memperlihatkan kartu identitas mereka, petugas yang seorang lagi memeriksa setiap sudut kamar itu. Jendela, kamar mandi, bawah kolong, loteng, semua diamati dengan cermat dan teliti. Yang memeriksa identitas itu menatap Angela, ketika diketahuinya gadis itu adalah seorang perwira kepolisian Dallas.

"Anda, pastilah dalam masa cuti, letnan.."katanya.

"Ya, cuti tahunan, sebulan. Masih tersisa sepekan lagi…"

"Anda tidak mendapat panggilan?"

"Panggilan? Dari mana…"

"Jika anda tidak keberatan, anda bisa menelpon kemarkas Anda, Letnan. Anggota kepolisian yang cutinya sementara. Presiden Kennedy akan berkunjung kesini.."

Angela segera menuju ketelepon. Memutar nomor markasnya.

"Hallo.."

"Yes, Mam. Markas Polisi Dallas Utara disini, dengan sersan.."

"Hofner.."potong Angela.

"Yes Mam..Anda..hei! Anda pastilah Letnan Angela! Dimana Anda Letnan? Markas telah menelpon apartemen anda puluhan kali, tapi tak ada sahutan. Kata petugas disana, anda nampaknya mendapatkan kesulitan. Kami sudah menyebar anggota, namun jejak anda tak kami temukan. Cuti anda, termasuk semua cuti polisi Dallas di batalkan. Anda tahu Presiden akan kemari bukan? Dan.."

"Ya, ya..Saya tahu Hofner. Kini berhentilah bicara. Sekarang jelaskan, kemana saya harus melapor dan apakah ada nomor kode buat saya…"

"Ya, sebentar Letnan. Saya bisa hubungkan anda dengan Inspektur Noris, Anda ingat bukan? dia baru dipindahkan lagi kekota ini setelah dua tahun di New york.Dia.."

Angela merasa detak jantungnya mengencang mendengar nama Noris disebutkan.

"Halo..halo.., Angela.. Anda masih disana?"Terdengar suara memanggilnya dari telepon, bukan sersan tadi. Lama Angela terdiam.

"Ya, saya masih disini Inspektur…!"

"Angela, senang mendengar suaramu kembali. Hei, ada kesulitan?"

"Tidak, Inpsektur.."

"Angela, kemana saja kamu hampir sebulan ini? Jejakmu lenyap sama sekali. Kami sangat mengkhawatirkanmu…."Angela tidak berusaha menjelaskan. Dia diam.

"Angela, kamu masih disana?"

"Ya. Inspektur…"

"Baiklah, barangkali suasananya kurang memungkinkan untuk bicara panjang lebar lewat telepon. Saya akan jemput engkau sekarang. Dimana Engkau kini?"

"Tidak, saya tak perlu dijemput. Saya ingin tahu kemana saya harus melaporkan diri, wilayah tugas dan nomor kode saya…"

"Baiklah…"Inspektur itu segera memberikan arahan dan rincian yang diminta Angela.

Setelah rincian itu dia terima kemudian meletakkan telepon.

"Anda membawa senjata api?" anggota FBI itu bertanya pada Angela.

Angela mengangguk dan menyerahkan pistolnya pada mereka. Kedua anggota FBI itu mencatat nomor dan suratnya. Kemudian menyerahkannya kembali.

"Anda Tuan, apakah anda mempunyai senjata api?"pertanyaan yang diajukan pada si Bungsu itu, dijawab gelengan oleh si Bungsu.

"Anda masih berada disini dalam dua hari ini?"

"Saya tak bisa memastikannya…."

"Baiklah, tapi kalau kami boleh menyarankan, tetaplah disini dalam dua hari ini, agar memudahkan checking…"si Bungsu tak menjawab. Anggota FBI itu menoleh pada Angela.

"Letnan, jalur jalan ini akan dilewati oleh Presiden dua hari lagi. Anda mengerti apa yang kami maksud, bukan?"

Angela mengangguk. Kemudian kedua petugas itu memeriksa senjata milik Pipa Panjang. Dia jelas tak memiliki izin memegang senjata itu. Namun Angela memberikan jaminan.

Petugas FBI itu hanya tinggal mencatat nomor dan jenis senjata genggam itu. Kemudian mereka pamit.

Sepanjang malam itu, secara maraton sejak sepekan yang lalu, para petugas FBI ini, dalam jumlah yang sulit diperkirakan, telah mengetuk ribuan pintu rumah. Telah memeriksa ratusan ribu orang, mendatangi banyak sekali gedung-gedung.

terima kasih atensinya reader.... jangan pelit kasih penilaian dan batu kuasanya....

BIAANcreators' thoughts