webnovel

Makan Siang

Laki-laki itu baru saja keluar dari ruang operasi dan mulai melepaskan satu persatu pakaian khusus yang ia gunakan untuk mengoperasi pasiennya.

"Oh God jangan sampai"dan laki-laki itu,Revano Ilyasa Nugraha terhuyung mundur saat seoranh laki-laki mendorongnya.

"Lo ngapain?"tanya Revano kepada teman sesama dokternya,Alvino Aldian Utama yang sibuk memgorek-ngorek tempat pembuangan baju bekas operasi.

"Lo ingat cincin yang dikasih Bunga?"tanya Alvino seraya menatap Revano panik dan Revan menganggukkan kepalanya.

"I lost that ring" kata Alvino sebelum mengubek-ngubek tempat pembuangan.

"Ck,lo kehilangan cincin itu dan sepanik ini? Lo bilang cincin itu nggak berarti apa-apa buat lo,karena lo nggak ada rasa sama Bunga"kata Revano seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ya emang cincin itu nggak berarti apa-apa buat gue!"teriak Alvino kesal,dia tak menemukannya di sana.

"Oh really?!" kata Revano dengan senyum mengejek,membuat Alvino berdecak.

"Bukan masalah hilangnya,tapi di mana hilangnya tuh cincinyang jadi masalah" kata Alvino seraya meremas rambutnya frustasi.

Revano menaikkan sebelah alisnya tak mengerti yang membut Alvino memukul kepalanya temannya itu.

"Tadi waktu masuk ruang operasi gue lupa lepas cincin itu dan karea waktunya udah mepet akhirnya gue taruh di jas dan sekarang nggak ada. Gue takut gue nggak sengaja jatuhin tuh cincin ke dalam tubuh pasien gue" kata Alvino membuat Revano melotot.

"Are you kidding me???" kata Revano tajam.

"Gue nggak tau oon. Mangkanya ini gue cari" kata Alvino dengan wajah paniknya.

Revano mendorong Alvino menjauhi tempat pembuangan dan mulai mencari cincin yang dimaksud di sana.

Lima menit berlalu membuat Revano dan Alvino menghela nafasnya karena cincin yang mereka maksud ada di sana,di dalam jas bekas operasi milik Alvino.

"Lo bisa nggak hati-hati dikit?? Kalau sampai apa yang lo pikirin tadi terjadi, lo bis dituntut dan rumah sakit ini bisa di tutup!" kata Revano geram.

Alvino tak memperdulikan ucapan Revano,dia lebih sibuk mensyukuri ditemukannyacincinnya itu,"Thank God. Thanks,Van" kata Alvino seraya memeluk Revano erat.

Revano langsung mendorong Alvino menjauhinya karena mereka sudah mendapatkan tatapan aneh dari beberapa pengunjung dan para perawat yang lewat.

"LO GILA?!" teriak Revano dan Alvino hanya menyengir,menunjukkan gigi putihnyayang tertata rapi.

"Nanti siang gue traktir makan deh" kata Alvino membuat Revano menghela nafasnya.

"Gue ada janji" kata Revano acuh seraya berlalu,hendak kembali ke ruangannya sebelum operasi selanjutnya,kira-kira 1 jam lagi.

"Hayo loh sama siapa?! sama cewek ya?! wuih lo ada gebetan nggak kasih tau gue! nggak akan gue tikung kok!" kata Alvino yang diacuhkan oleh Revano.

"Van,ciyusn lo mau ketemu cewek?"tanya Alvino yang dibalas anggukan oleh Revano.

"Cantik?"tanya Alvino dan Revano mengangguk.

"Montok?" tanya Alvino dan kembali Revano mengangguk.

"Sexy?"tanya Alvino dan sekali lagi Revano mengangguk.

"Aduhai?" tanya Alvino lagi dan lagi yang tetap dijawab Revano dengan anggukan

Mata Alvino berbinar-binar, sifat Playboy nya kembali keluar.

"Siapa-siapa? wah jangan lupa kenalin ke gue ya" kata Alvino mengekori Revano seperti anak yang mengekori ayahnya.

"Lo kenal kok" kata Revano seraya mencuci tangannya di sebuah wastafel.

"Siapa? Dokter di sini? Apa perawat? Atau jangan jangan pasien? Ah atau mantan gue? wah nggak nyangka lo suka bekas teman" kata Alvino seraya menggeleng gelengkan kepalanya dramatis,membuat Revano berdecak.

"Namanya Millenia" kata Revano sebelum berlalu,meninggalkan Alvino yang berfikir keras.

"Kayaknya gue pernah dengar nama itu. Tapi di mana? Dan siapa?" kata Alvino sambil mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuknya.

"VAN,BANGSAT!! ITU NAMA NYOKAP ELO BANGKE!!" teriak Alvino yang membuatnya ditatap aneh oleh beberapa orang yang lewat.

Di ujung sana,Revano hanya mendengar teriakan Alvino hanya bisa terkekeh kecil. Dia suka mengerjai sahabatnya yang mata keranjang.

💉💉💉💉💉

Jam sudah menunjuk pukul setengah 12 siang dan itu tandanya sebentar lagi waktunya makan siang. Revano segera melepas snellinya,menyisakan kemeja biru lautnya yang tertutup sweater biru gelapnya.

" Dokter Ilyas" panggilan itu menghentikan langkah kaki Revano yang akan memasuki lift. Ya dirumah sakit Revano menggunakan nama Ilyas atau Ilyasa,karena menurutnya lebih enak di dengar.

"Mau ke mana?" pertanyaan itu membuat Revano mengurungkan niatnya untuk segera masuk ke dalam lift.

"Ngapain kamu di sini, Vale?" tanya Revano mengacuhkan pertanyaan gadis di depannya,Valeria George,salah satu pasiennya di rumah sakit.

"Jalan jalan Dok" Jawab Valeria seraya berjalan semakin mendekat ke arah Revano.

"Udah berapa kali saya bilang, jangan jalan jalan Valeria, keadaan kamu belum pulih" kata Revano membuat bibir Valeria mengerucut.

Valeria adalah gadia dua puluh tiga tahun yang masuk ke rumah sakit sekitar lima bulan yang lalu karena penyakit leukimia yang dideritanya.

"Saya baik baik aja Dokter Ilyas yang ganteng" kata Valeria seraya menekan tombol lift menuju lantai satu.

Revano hanya bisa menghela nafasnya, gadis dua puluh tiga tahun itu sangat keras kepala, bahkan dengan Mamanya pun dia suka mendebat.

"Mau ke mana kamu?" tanya Revano saat dia dan Valeria sudah berada di dalam lift yang membawa mereka menuju lantai 1.

"Kantin, lapar" kata Valeria menatap Revano dengan cengirannya.

"Jangan ma ....."

"Jangan makan makanan yang pedas, ada sawi putih, tauge sama nanas,jeroan juga nggak boleh,kopi juga , mmmmm ... makanan yang asin juga jangan" kata Valeria membuat Revano tersenyum kecil.

"Anak pintar" kata Revano seraya mengacak rambut Valeria bersamaan dengan pintu lift yang terbuka.

"Saya pergi duli, hati hati" kata Revano seraya berlalu tanpa menyadari wajah Valeria yang merona malu.

"Tuhan, perasaan apa ini?!" tanya batin Valeria berteriak.

💉💉💉💉💉

Revano memasuki sebuah restoran di mana dia akan bertemu dengan Mamanya yang pasti akan membicarakan perjodohannya.

"Atas nama Millenia Nugraha" kata Revano dan seorang pelayan menuntunnya menuju private room pesanan Mamanya.

Revano masuk ke dalam ruangan tempatnya bertemu dengan sang Mama, dan di sana, dia melihat Mamanya yang menatap kosong ke arah luar restoran. Revano menghela nafasnya, dia tahu keluarganya khawatir dengan masa depannya, tapi dia juga tidak mau menikah tanpa cinta, meskipun dia sendiri tidak yakin, akankah dia meradakan cinta lagi?!

"Ma" panggilan Revano membuat sang Mama, Nia langsung menghilangkan wajah sedihnya dan menunjukkan senyum ceria keibuannya.

"Ah sudah datang anak Mama yang nakal ini" kata Nia seraya menarik telinga Revano

"Mama sakit!!" Teriak Revano dan Nia langsung melepaskan tangannya dari telinga putra sulungnya itu.

"Siapa suruh nakal? Mama sama Papa udah tua, kamu malah nggak pernah pulang" kata Nia mendengus sebal sebelum duduk di kursinya.

"Kan Revano cari tempat yang lebih dekat da ...."

"Alasan!" potong Nia membuat Revano mengerucutkan bibirnya layaknya anak kecil.

Pandangan Nia yang sebelumnya sinis berubah menjadi sayu, dan Revano tau selanjutnya Mamanya akan membahas ten .....

" Mama mau malam ini kamu pulang. Kita akan ketemu rekan kerja papa" kata Nia membuat Revano menghela nafasnya lelah.

Benar kan, tentang perjodohan. Meskipun Mamanya itu tidak mengucapkannya secara langsung.

"Ma .... "

"Mama nggak mau penolakan" kata Nia dan setelah itu beberapa pelayan datang membawa menu makan siang mereka.

"Sekarang kita makan, Mama masih ada kerjaan di butik" kata Nia mulai memakan makan siangnya, meninggalkan Revano yang bungkam.

Revano dan sang Mama makan dalam diam, hanya suara dentingan sendok dan piring yang meramaikan suasana siang ini.

Keduanya sibuk dengan pikirannya masing masing. Revano yang memikirkan apa yang akan dilakukannya untuk menolak perjodohan nanti dan Nia yang memikirkan masadepan putra satu satunya itu.

Nia mendongak, menatap wajah putranya yang nampak lebih dewasa namun agak tirus. Sudah 6 bulan Revano tidak pulang, dan selama itu pula dia tak bertemu dokter muda itu.

"Van...." panggil Nia menarik Revano dari lamunannya.

"Apa kamu makan dengan baik selama ini?" tanya Nia lirih, dia tau jawabannya, namun entah kenapa dia masih bertanya.

"Banyak pekerjaan Ma di rumah sakit" dan jawaban Revano mengecewakan Nia.

"Mama kan udah bilang,Mama nggak suka kamu jadi dokter. Tapi kamu masih bersikeras mau jadi dokter" kata Nia menatap Revano dengan pandangan kecewa.

"Maaf,Ma" dan hanya kata itu yang mampu Revano keluarkan.

"Nasi sudah menjadi bubur. Toh sekarang kamu sudah menjadi dokter. Mama nggak bisa merubahnya lagi" kata Nia dengansenyum kecut.

Nia menghela nafasnya dalam dalam dan rasanya dadanya sesak melihat putranya yang seperti ini

"Mama mau balik ke butik. Jangan lupa malam ini. Pakai setelan jas hitam ya, yang rapi" kata Nia sebelum berlalu setelah memeluk dan mencium puncak kepala Revano yang masih terduduk di tempatnya.

Revano menatap kepergian Mamanya dengan pandangan sayu, sungguh dia tak bermaksud menyakiti atau punmengecewakan Mamanya, hanya saja dia ingin mengenang 'dia'.

"Hanya dengan jadi dokter aku bisa mengenang 'dia', Ma. Maaf kalau Revano mengecewakan Mama" lirih Revano menatap.pintu ruangan yang sudah benar benar tertutup.