webnovel

The Prosecutor : End War of Amideth

Rico adalah seorang anak yang biasa saja, ia tidak mengetahui bahwa sebenarnya ia seseorang yang memiliki darah sang legenda panah di dunia Amideth, dunia yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Namun ia mengetahuinya setelah Carther salah satu penghuni Amideth menjelaskannya dan mengatakan bahwa mereka membutuhkan Rico dan sang ayah untuk memerangi kaum Glogs yang dengan berani menculik salah satu anak dari kaum Wit yang diyakini bisa memulihkan kembali kehancuran yang diakibatkan oleh kaum Glogs saat itu. Pada awalnya, Rico tidak meyakini cerita Carther, namun setelah ia bertemu dengan sang jaksa di dalam mimpinya dan mendengar langsung kisah Dunia Amideth dari sang Ayah, Rico pun memutuskan untuk membantu Carther menjatuhkan kaum Glogs di Amideth. Bagaimanakah kisah perjalanan Rico untuk membantu Kaum-kaum yang menaruh harapan besar kepada dirinya? Akankah ia dan Carther berhasil menyelamatkan seorang keturunan Wit yang kuat itu? Apakah Mereka berhasil memenangkan perang besar yang terjadi di Amideth?

Gypsophila_Oak · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
3 Chs

Dunia

Lelaki itu kini berjalan mendekati Ats dan juga Carl yang masih terpaku di tempat mereka. Kedua mata unik milik lelaki itu kini menoleh menatap Carl dan juga Ats secara bergantian, setelah sebelumnya ia menghentikan langkah kakinya tepat di hadapan mereka berdua yang tetap tidak bergerak sedikit pun, dan bahkan ketika Carl melihat kedua matanya yang memiliki pupil berwarna biru langit dan warna hitam sebagai irisnya pun membuat ia semakin merasa terpana. Pada akhirnya Carl pun percaya jika sang Jaksa yang selalu di tunggu dan selalu diceritakan oleh para leluhrnya adalah benar adanya, dengan bukti bahwa dirinya kini berhadapan langsung dengan jaksa yang sering mereka ceritakan itu.

"Apakah kau ketua dari Kaum Heal yang baru?" sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh sang jaksa saat itu, membuat Carl yang tengah ditatap olehnya pun kini menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan sang jaksa kala itu, yang membuat lelaki yang terus di tatap oleh Carl dengan kagum itu pun tersenyum setelah mengetahui jika lelaki yang tengah di hadapinya saat ini adalah Pemimpin dari kaum Heal.

Sulit untuk dipercaya, namun itulah kenyataan yang dapat dilihat secara langsung oleh Carl. Ia bertemu secara langsung dengan sang jaksa yang selama ini ditunggu-tunggu oleh mereka, yang menjadikan Carl bertanya-tanya mengenai apakah jaksa yang ada di hadapannya saat ini adalah jaksa yang sama dengan jaksa satu setengah abad yang lalu? Ataukah lelaki yang ada di hadapannya saat ini hanyalah keturunannya, atau bahkan seseorang yang menyerupai dirinya? Carl terus saja memikirkan hal itu sehingga ia pun melupakan jika sedari tadi lelaki yang berdiri di hadapannya itu mengajak dirinya berbicara.

"Bisakah kita memanggil yang lainnya?" itulah permintaan yang diucapkan oleh sang jaksa kala itu sama sekali tidak di gubris oleh lelaki yang ada di hadapannya, dan bahkan Ats sang peri yang kini mengangguk pun ikut menolehkan pandangannya ke arah Carl, ketika sang jaksa kini menyadari jika lelaki yang tadi sempat menjawab jika ia adalah pemimpin dari kaum Heal itu melamun di hadapannya. Sang jaksa kini terkekeh melihat tingkah laku dari Carl, sedangkan Ats yang terkejut pun segera saja memukul-mukul lengan Carl sebanyak dua kali hingga akhirnya Carl pun tersadar dan kini menoleh menatap keduanya secara bergantian, dan pandangannya kini kembali menatap sang jaksa yang menyunggingkan senyumannya kepada Carls.

"Jika kau sudah selesai dengan lamunan mu, segeralah pergi dan bawa seluruh Kaum yang tersisa ke wilayah peradilan!" Carl segera menganggukkan kepalanya setelah mendengar sang Jaksa memerintahkan dirinya untuk segera bergerak, dan ketika sang jaksa pergi mendahului Carl untuk berjalan ke wilayah peradilan, Carl pun menjadi yakin jika lelaki yang baru saja melewati dirinya kala itu memang sang jaksa yang dimaksud oleh orang-orang selama ini, karena ia dengan jelas dapat melihat kelopak-kelopak dari ketiga bunga yang mewakili keadilan kini mengikuti langkah kakinya meski tidak sebanyak yang ada di dalam benaknya sebelumnya.

"Carl?!" panggil Ats kepada Carl yang kini tersenyum dan menganggukkan kepalanya,

"Ayo Ats! Kita panggil yang lainnya!" ajak Carl kepada Ats, yang akhirnya mereka pun segera pergi untuk memberikan kabar baik ini kepada Kaum yang tersisa.

Kehidupan di Dunia

Ring … ring … ring …

Suara cellphone berdering berkali-kali, yang membuat seorang pemuda yang kala itu tengah terlelap di atas kasur kamarnya yang berantakan pun merasa terganggu dengan suara nyaringnya. Ia mengeliat di atas kasurnya untuk akhirnya meraih cellphone yang berdering di atas nakas samping tempat tidurnya, pandangannya saat ini menyipit untuk menatap ke arah layar yang memperlihatkan sebuah photo yang sangat tidak asing baginya dan juga tulisan dengan nama 'Ayah.' yang membuat pemuda itu kini segera saja mengangkat sambungan itu karena ia tahu jika itu mungkin saja panggilan yang sangat penting untuk dirinya.

"Yeah?" tanya Pemuda itu dengan segera dan ia bahkan menguap setelah merasa jika dirinya tidak bisa lagi menahan rasa kantuknya saat itu, yang berakhir dengan sang Ayah yang kini mulai mengomeli dirinya.

"Kau baru saja terbangun, Rico?!" sebuah pertanyaan membuat Rico yang semula tengah meregangkan tubuhnya di atas kasur pun kini segera berdiri dan kemudian berucap,

" Ini adalah hari libur, Ayah … apa yang kau harapkan di hari ini?" Rico memberikan penjelasan kepada sang Ayah dengan malas, seolah sang Ayah lah yang tidak mengerti dengan orang-orang yang menikmati hari liburnya, karena ia tahu jika sang ayah sangat menggilai pekerjaan, dan ia juga menjadi yakin jika sang Ayah tengah berada di luar sana, dengan bukti bahwa ia saat ini lebih memilih untuk menelfonnya di bandingkan dengan menghampirinya secara langsung.

"Apakah kau sedang tidka berada di rumah, Ayah?" Rico bertanya kepada sang Ayah, dirinya kini bahkan mendengar helaan napas dari sang Ayah yang membuat Rico tahu jika sang Ayah pasti sedang berada di kantornya saat ini.

"Seriously? Kau bahkan tetap pergi ke kantor untuk bekerja, meski ini hari libur?" Rico bertanya kepada sang Ayah, seolah dirinya menyindir sang ayah yang sangat menggilai kerjaaan, dan kini membuat Rico mendengar gerutuan-gerutuan pelan dari sang Ayah yang berucap,

"Kau juga akan merasakannya, ketika kau sudah dewasa nanti, Rico!" itulah gerutuan yang diucapkan oleh sang ayah kepada Rico, yang membuat dirinya dengan segera menggelengkan kepala dan berucap,

"Tidak … tidak … aku tidak akan menjadi seperti dirimu yang selalu sibuk Ayah! Aku tidak akan menjadi dirimu …" ucap Rico menepis perkataan sang Ayah yang kini terkekeh mendengar ucapan itu.

"Cepatlah bangun! Dan tolong antarkan berkasku yang tertinggal di atas meja ruang kerjaku, pergilah secepatnya karena itu sangat penting!" ucap sang Ayah kepada Rico yang kini mengerutkan dahinya dan kemudian bertanya,

"Kenapa Ayah tidak meminta Ibu saja untuk melakukannya??" tanya Rico, dan berakhir dengan sentakan seraya berucap,

"Aku memintamu untuk mengantarkannya, Rico! Jadi aku ingin kau yang langsung mengantarkan berkasnya kemari, ke kantorku … kau mengerti!" perintah sang Ayah kepada Rico yang membuat Minhcan kini terkekeh menyadari jika itu lah alasan dari sang Ayah menelfonnya di hari libur seperti saat ini, ia hanya ingin membuat dirinya pergi keluar rumah di hari minggu, dan ia tahu niat sang ayah itu.

"Hh … baiklah … berikan aku waktu setengah jam untuk itu!" jelas Rico kepada sang Ayah yang segera saja menyela perkataannya dengan berucap,

"Dua puluh menit!"

Rico tidak bisa berbuat apa pun sehingga ia menganggukkan kepalanya menanggapi permintaan dari sang Ayah yang terkesan sangat memaksa dirinya, dan Rico pun tidak bisa melawan perintah sang Ayah saat itu, yang membuatnya kini berucap,

"Ok Ayah!" itulah jawaban dari Rico sebelum akhirnya Rico pun menutup telfonnya dan segera bersiap-siap. Pandangan Rico saat ini menoleh menatap cermin yang tengah memantulkan wajah dirinya sendiri saat ini, namun secara tiba-tiba ia seperti melamunkan sebuah memori di mana ia tengah berdiri di tengah padang gersang dan langit yang kala itu menjadi gelap dan semakin gelap, yang tentu saja membuat Rico dengan cepat menggelengkan kepalanya dan mendecih ketika merasa bahwa dirinya mulai berhalusinasi lagi seperti beberapa minggu terakhir ini.

...