MALAM ini aku di suguhkan makanan yang enak oleh nyokap Alex. Orang tua Alex sudah menganggapku seperti anaknya sendiri. Mereka selalu ramah padaku. Benar saja, Alex adalah anak tunggal mereka. Alex terlalu dimanjakan orang tuanya, hingga apapun yang diminta Alex pasti diberikan.
Tapi manjanya Alex sangat berbeda dengan Rain. Adikku itu terlalu manja sekali, sampai-sampai kemana aku pergi dia harus ikut. Berbeda dengan Alex, dia masih bisa mengurus dirinya sendiri.
Benci sih tidak, bagaimana pun juga Rain adalah adik kandungku satu-satunya. Tapi aku harus membuat dia menjadi lelaki mandiri. Tidak selalu bergantung kepadaku.
"Radit kok bengong aja, dimakan dong makanannya." Seru Tante Putri (Nama Ibunya Alex).
"I... Iya tante." Sahutku seraya menyuap kembali makananku.
"Sepertinya Radit sedang banyak masalah." Seru Om Johan (Nama Ayah Alex.)
"Iya Pa, dia sedang berantem dengan adiknya." Sela Alex sambil tersenyum.
Aku langsung menyepak kakinya Alex. "Hushh mana ada! Tidak begitu om, cumw ada kesalahpahaman sedikit.
"Owhhh hahahah..., biasa itu hubungan keluarga, apalagi adik kakak pasti ada selisih paham. Kalau Alex, karena dia tidak punya adik makanya dia ngomong seperti itu Dit." Seru Om Johan tertawa.
"Iya om, Alex kan tidak ada saingan yang bisa diajaknya berantem." Sahutku melahap masakan Tante Putri yang enak.
Kami menghabiskan semua hidangan di meja makan sambil bercanda. Terasa seperti sebuah keluarga yang bahagia ku rasakan. Aku jadi teringat Rain saat berkumpul begini. Pasti dia merasa kesepian sendiri di rumah. Sepertinya aku sudah menjadi kakak yang sangat jahat.
Selesai makan aku membantu Alex membersihkan meja makan dan mencuci piring. Seperti biasa, walaupun Alex anak yang di manjakan orang tuanya, dia tetap bisa melakukan apapun untuk membantu keluarganya. Kalau Rain, dia hanya membantuku di bengkel. Itu pun pendapatan dari bengkel pasti aku bagi 2 dengannya.
"Udah lu ke kamar aja, biar gua yang kerjain ini." Seru Alex yang sedang mencuci piring.
"Gak apa-apa, sekali-sekali aku membantumu. Masa aku makan tidur gratis aja di sini.'" Sahutku menghampiri Alex.
Saat aku berada di belakang Alex, aku becandain dia dengan menggelitik pinggangnya. Alex langsung terkejut melompat karena gak tahan geli. Aku pun tertawa puas saat melihat wajah Alex yang berubah masam.
Alex pun tidak mau kalah, dia juga tau kalau aku tak tahan geli. Dengan badannya yang besar dia mencoba menggelitikku. Aku berusaha menghindar tapi Alex langsung memegang pinggangku. Kami pun saling menggelitik pinggang sampai ada yang menyerah.
Aku tak tahan lagi, badan Alex yang besar berotot membuatku lemas menahan tawa karena geli. Hingga akhirnya Alex terpeleset mau jatuh, mukanya sangat dekat dengan mukaku. Alex menahan tubuhnya yang terjatuh menimpaku dengan tangan.
Posisi yang sangat menegangkan. Aku tergeletak di lantai, sedangkan wajah Alex begitu dekat dengan wajahku. Kami saling bertatapan sangat lama sekali. Jantungku terasa sangat kencang sekali berdetak. Hawa tubuhku tiba-tiba panas.
"Astaga, apaan itu yang gerak-gerak di perutku?" Seru Alex terkejut dan langsung berdiri. "Bu... Burung lu hidup Dit?
"Gila lu, mana ada hidup!" Ketusku menutup kemaluanku dengan tangan dan langsung berlari ke kamar.
"Masa lu bernafsu sama gua? Hahahhaha." Seru Alex mengejekku sambil tertawa.
Aku langsung masuk ke kamar dengan perasaan yang sangat malu. Aku gak tau apa yang terjadi pada diriku, dengan tiba-tiba kemaluanku naik dan mengeras saat Alex menghimpitku.
"Tidak tidak tidak, ini tidak mungkin. Tidak mungkin gua menyukai sesama. Tidak tidak tidak, tidak... ini hanya kebetulan saja." Seruku panik mondar mandir.
Alex masuk ke kamar dengan senyuman yang seolah mengejekku. Aku berusaha untuk tidak menatap Alex, pasti dia sangat ingin mengejekku sekarang.
"Kenapa lu mondar-mandir begitu?" Tanya Alex dengan nada mengejek.
"Ti.. tidak kenapa-kenapa." Seruku.
"Udah gak usah lu pikirkan ucapan gua tadi." Sahut Alex seraya membuka bajunya.
Lalu Alex membuka lemari pakaian untuk mengambil baju yang ingin di pakainya tidur. Perlahan dengan perasaan berdebar-debar aku melihat ke belakang dimana Alex sedang berganti pakaian.
"Huuuft, kemana lah singlet gua. Apa belum di cuci ya?" Seru Alex membongkar lemarinya.
Saat aku memandang Alex, dia langsung menatapku. Lalu Alex tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa. Perlahan dia mendekatiku tanpa mengenakan baju. Aku gemetaran dan menelan air liurku.
"Kok lu aneh banget, santai aja." Seru Alex yang semakin dekat denganku.
Saat Alex berada di hadapanku, perlahan jari tangannya berjalan dari perutku hingga dadaku. Lalu dia meraba dadaku yang bidang. Jantungku langsung bertedak sangat kencangnya. Tanganku mulai gemetaran. Lalu Alex mendekatkan bibirnya ke telingaku.
"Lu bukan gay kan?" Bisik Alex ke telingaku.
Aku langsung sadar dan mendorong Alex. Pikiranku jadi kacau dan tidak tau apa yang terjadi pada diriku. Alex terlihat tersenyum mengejekku sambil kembali ke lemari mencari singletnya.
"Gu.. gua mau keluar dulu." Seruku keluar kamar meninggalkan Alex.
"Eh, lu mau kemana malam-malam begini?" Teriak Alex memanggilku.
Aku tak menghiraukan Alex dan terus berjalan menuju mobil. Alex mengejarku sampai ke halaman rumah, tapi aku bergegas masuk ke mobil dan pergi.
"Sial, kenapa dengan gua?" Gumamku kesal sambil memukul stir mobil.
HP ku berbunyi. Aku mengambil HP dari kantong celana. Ternyata panggilan dari Alex, aku langsung mematikan panggilannya dan menonaktifkan HPku.
Aku membawa mobil sekencang-kencangnya tanpa tujuan yang jelas. Pikiranku melayang-layang seperti di kejar setan.
Sebuah sinar menyilaukan datang dari arah depan. Aku tersadar ada mobil besar di depanku yang siap menabrakku hingga tulangku remuk. Dengan cepat aku memutar stirku ke kiri.
Syukurlah aku masih selamat, kalau tidak cepat aku akan mati. Aku berhenti di suatu tempat yang aku tak tahu ada dimana. Tempat yang sepi dan tidak ada seorang pun yang ku lihat di jalanan.
Aku mulai panik dan tidak tahu apa yang terjadi pada diriku. Untuk bertemu dengan Alex lagi aku merasa sangat malu sekali. Hal yang menjijikkan selalu menghantuiku sejak aku mabuk dan membayangkan Angel berubah menjadi Rain.
"Tidak mungkin, gua masih normal. Gak mungkinkan? Gua yang berpikiran bahwa Rain adalah gay, rupanya gua yang gay. Aahhhhh, gak mungkin gak mungkin. Gua masih normal, buktinya gua berpacaran dengan Angel dan kami sering melakukan hubungan intim. Ya, pasti ini hanya pikiran buruk yang merasuk di benakku karena terlalu memikirkan Rain." Gumamku merasa panik.
Aku tidak tahu malam ini mau kemana, yang pastinya gua gak bakalan datang lagi ke rumah Alex untuk beberapa waktu. Pulang ke rumah pun aku masih ragu.
"Apa gua nginap di hotel aja?" Gumamku sambil melihat isi dompetku. "Cuma segini uangku, gak akan cukup untuk bayar kamar hotel, lagian gua gak mungkin sering-sering menarik uang dari ATM. Bisa-bisa gua gak makan kalau tiap bentar menarik uang dari ATM untuk bayar hotel.
Aku tak tahu arah dan tujuan saat ini. Aku hanya berputar-putar keliling kota malam ini tanpa tujuan yang pasti.
Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!
Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius