webnovel

Tangisan Tidak Dimengerti

Setelah menulis panjang lebar di papan tulis. Afwan teringat malam pertamanya. Santri yang sudah selesai menumpuk buku,berdoa lalu pulang. Afwan menghubungi Rio untuk bertemu klien. Afwan, CEO yang baik dan sholeh.

'MasyaAllah akhirnya malam-malam sepiku berakhir tadi malam,' batin Afwan yang tersenyum sendiri.

'Ya Allah terima kasih banyak sudah membuat hamba sangat bahagia,' batin Afwan terus mengucap hamdalah.

Afwan pulang ke rumahnya setelah bertemu klien. Namun dia melihat Sayyida menangis pilu dan penuh haru. Sangat terkejut Afwan dengan tingkah istrinya.

"Ya Allah ... aku akan berdosa. Aku miliknya namun aku belum iklas melepaskan kemilikkannya. Ya Allah aku merasa hina."

"Kau menangis! Kau menyesal, karena aku sudah menyentuhmu?! Astagfirullah ... aku tau. Aku hina bagimu, aku tidak pantas kamu cintai dan mendapatkan cintamu. Tapi kenapa tadi malam kamu tidak menolak saat aku memintanya?" tanya Afwan sangat kesal dengan sikap Sayyida.

"Aku heran sama kamu. Aku hanya pelarianmu? Ha? Apa kau anggap aku seperti itu?" tanya Afwan dengan penuh kemarahan. Sayyida hanya menangis tersedu-sedu tanpa bisa mengatakan apa pun.

"Astagfirullah ... apa mau mu? Katakan padaku Sayyida ... jangan seperti ini. Aku mohon."

Sayyida benar-benar merasa bersalah dengan semua tingkahnya. Setelah kejadian itu Afwan tetap saja tidak berkata apapun kepada Sayyidah. Seperti hidup bersama orang asing di dalam satu kamar dan rumah. Afwan sendiri selalu sibuk dengan dunianya. Dia tidak pernah mengeluhkan apapun kepada sayyida. Saya sangat kecewa dengan lakukan istrinya.

Sore itu Sayyidah sengaja berdandan untuk menyambut kedatangan suaminya. Menunggu di depan rumah dengan perasaan yang tidak cemas.

Tiada disangka yang datang adalah mertuanya. Sayida segera meraih tangan mertuanya dan mencium punggung tangan mertuanya.

"Apa jangan-jangan kamu ini tidak bisa hamil? Ini sudah hampir 1 tahun loh. Kalau sampai 1 tahun lagi tidak hamil. Ibu akan mencarikan seseorang untuk Afwan. Ibu akan menyuruhnya untuk menikahi gadis yang tidak seperti kamu."

Sangat mengejutkan semua yang dibilang Ibu mertuanya. Sangat kasar dan sangat menusuk hati Sayidah. Mertuanya pergi dengan wajah sinis meninggalkan Sayida sendiri dengan air mata yang mengalir dengan deras.

Tidak lama kemudian akhirnya Afwan datang. Seperti biasa Afwan datang dengan mengucapkan salam dan istrinya segera menghapus air matanya Kemudian datang menemui Afwan.

Sayida sudah berusaha menyapa suaminya dengan menyebutnya sambil tersenyum dan meraih tas milik Afwan.

Dan tetap jutek dan acuh kepada Sayyida. Dengan sikap suaminya yang seperti itu membuat saya sudah tidak tahan lagi dan dia menangis tersedu-sedu.

Merasa lelah dengan sikap istrinya yang terus seperti itu dan mulai emosi. Dan benar-benar letih mendengarkan tangisan istrinya.

"Sebenarnya apa sih masalahmu. Apalagi kesalahanku. Apa karena waktu itu? Harus bagaimana lagi aku minta maaf kepadamu?" tanya Afwan dengan sangat emosi terus menghadap ke Sayidha. Merasa kesal. Afwan memberikan buku.

"Baca saja," kata Afwan lalu pergi meninggalkan istrinya. Sayyida menghapus air matanya dan duduk.

"Kita sama-sama berusaha tidak mengeluh dalam Alquran tidak banyak disebutkan. Sesungguhnya manusia diciptakan sukanya berkeluh kesah.

Aku minta kamu jujur, jika kamu jenuh, aku tidak masalah jika kamu meminta cerai," kata Afwan. Sayyida menutup buku dan menangis.

"Kamu selalu menangis seperti ini. Aku sungguh bingung menanggapimu!"

Setelah semalam saling bicara namun belum tuntas pagi. Malam itu Sayyida mengatakan jika akan ada reuni.

Sayyida sudah berpakaian rapi, dia menunggu suaminya. Penampilannya sangat elegant, cantik mempesona dengan kesederhanaan. Gamis biru langit dan warna hijab senada membuat dia terlihat sangat cantik.

Sayyida duduk sejenak kemudian berdiri. Tidak ada ponsel untuk menghubungi suaminya. Dia terlihat sangat cemas. Seringkali dia melihat ke arah pintu, kemudian melihat jam di dinding.

"Kok, lama banget ya? Katanya sebentar," gumamnya. "Huft ... ngantuk pula. Jika aku tidak datang, apa pikiran mereka."

Tok!

Tok!

"Sayyida ... Sayyida ...." Setelah mendengar suara itu dari luar, Sayyida terbungkam, karena suara mertua yang teramatmenyakitkan baginya.

'Itu suara ibu mertua. Aku harus bagaimana? Lagian bisa hamil atau tidak itukan kehendak Allah,' ujarnya dalam hati.

"Aku tahu ya, kamu masih di dalam. Ayo pergi sama aku saja. Suamimu tidak akan datang karena dia sibuk main. Lagian Ibu memang sudah menyuruhnya untuk dekat sama wanita lain, bersama teman-temannya. Kalau tidak percaya ini Ibu punya vidionya." Sangat kejam mertuanya.

Sayyida berusaha tidak percaya dengan apa yang dibilang ibu mertuanya.

"Ya jelaskan aku tidak mau pergi. Yang pasti aku bosen banget. Daripada aku pergi dengan dia mending aku menghabiskan waktu bersama kalian. Masa setiap hari menangis tanpa alasan. Ah ... kamu. Apalagi penampilannya, nggak banget."

Suara itu memang suara milik Afwan. Sayyida tertunduk dan tetap diam.

"Sayyida kamu sudah dengar kan, jadi sekarang ayo pergi. Ibu tidak ingin keluarga salah paham. Sayyida ... Sayyida." Ibu mertua tetap saja memanggil Sayyida. Setelah beberapa saat merasa tidak ada jawaban ibu pergi dari rumah Sayyida.

Dia bersembunyi di belakang sofa. Dia tidak sanggup lagi menahan air matanya. Dia berbaring di lantai sambil menangis.

"Est ... hik hiks est .... hiks. Aku sangat kecewa dan aku tidak menduga jika suamiku mengatakan hal seperti itu kepada teman-temannya. Aku kira tadi malam tindakan yang tulus. Namun, ternyata semua hanya pura-pura."

Sayyida memejamkan mata saat air matanya terus membasahi pipinya.

*****

Detik berputar menit berganti. Afwan membuka pintu. "Say. Aku pulang, kita jadi pergi tidak?" tanya Afwan berjalan. Afwan sama sekali tidak menjadi jawaban.

Dan dia pun berjalan cepat ke kamar, dapur, kamar mandi untuk mencari istrinya. Matanya memandang siap ruangan. Namun dia tidak melihat istrinya.

"Apa dia pergi? Apa dia pergi sendiri? Aku tidak bisa menghubunginya karena ponselnya rusak. Sayida kamu di mana?" tanya Afwan.

Pria itu terlihat sangat dilema dan ingin menghubungi keluarga dari

Sayyida. Setelah dipikir-pikir di merasa tidak enak jika menghubungi keluarga istrinya.

Drettt!

Drettt!

"Ayah mertua?" Afwan menerima panggilan itu.

"Halo Ayah, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Sudah sampai mana Afwan. Kamu berangkat kan? Tidak enak masa pengantin baru sama keluarganya tidak menyapa. Ini banyak saudara dari Makassar dan Bandung. Mereka juga lama tidak melihat Sayyida."

Mendengar itu Afwan sangat terkejut. "Cepat ya. Ayah tunggu." Panggilan telepon ditutup.

"Jika Sayyida tidak ke sana dia ke mana?" gumam Afwan. Terlihat wajah bingung dan cemas dari wajah pria itu. Afwan kembali mencari istrinya, dia mengelilingi rumah dan berjalan ke taman belakang.

Semuanya sia-sia dia sama sekali tidak melihat istrinya. "Kamu di mana Sayyida. Sayyida ...!" teriaknya terus memanggil. "Apa ... pulang? Huh! Tidak mungkin."

Afwan kembali masuk ke dalam rumah. Dia terkejut ketika melihat wanita sedang makan dengan lahab dan duduk nyaman menghadap televisi.