Jake masuk dengan langkah kaki yang besar dan cepat. Ia menarik lengan Florence, membuat wanita itu meringis kesakitan, karena dirinya hampir kehabisan kesabaran.
"Apa yang kau lakukan?!" Jake berteriak nyaring.
"Aku hanya berusaha menjaga kewarasanku, karena itu baik untukku," ujar Florence sinis. Ia hanya berusaha mengeluarkan segala emosinya. Semakin ia diam dan menahan emosi, semakin buruk pula untuk keadaan jiwanya.
"Seharusnya aku biarkan mereka melakukan apa yang mereka mau!" Jake menghempaskan tubuh Florence ke lantai. Ia jatuh tersungkur.
"Kau harus diberi pelajaran!" Jake mengumpat. Banyak celotehan manis yang keluar dari bibirnya. Ia lalu mengambil kursi yang mendarat mulus di atas ranjang.
"Duduk!" ucapnya memberikan perintah. Florence tak bergerak. Masih terduduk di lantai.
Jake menarik lengan Florence dan mendudukkannya ke atas kursi yang ia ambil. Wanita itu tak berdaya. Ia terpaksa menuruti perintah Jake. Sementara Jake, ia membuka beberapa laci, sepertinya mencari sesuatu, sayangnya ia tak menemukan yang dicarinya.
Lelaki itu kemudian mengambil sprei yang tergeletak di lantai. Ia melilitkan ke tubuh Florence dan mengikatnya di kursi.
Jake keluar ruangan. Beberapa saat kemudian Ia kembali membawa lakban hitam dan gunting di tangan. Florence dengan keadaan tubuhnya sudah terikat di kursi, tidak mampu lagi menolak apa pun perlakuan Jake. Ia pasrah ketika lelaki itu menutup mulutnya dan melilitkan lakban di kedua pergelangan tangannya.
Jake memunguti barang-barang yang berserakan di lantai. Ia membereskan kekacauan yang dibuat Florence.
"Kau tidak tahu terima kasih. Aku telah menyelamatkanmu dari mereka, lalu kau menyusahkanku." Jake memasang kembali kasur yang teronggok di lantai ke atas ranjang.
Florence memperhatikan setiap gerak-gerik Jake. Ia terlihat tampan dengan rambutnya yang berwarna hitam pekat, kontur wajahnya tegas. Bibirnya terlihat menarik saat ia terus mengoceh akan sikap Florence. Lengannya tampak kokoh saat ia mengangkat meja dan mengaturnya kembali ke tempatnya semula.
"Dengar, Florence! Bersiap baik! Sulitkah itu untuk dimengerti?" Jake mengalihkan pandangannya ke arah Florence yang sejak tadi memperhatikannya.
"Apa?" tanya Jake ketika melihat Florence menatap dirinya terlalu lekat.
Florence memalingkan wajah. Ia tertangkap basah sedang memandangi Jake. Laki-laki itu mendekati Florence dan membuka lakban yang menutupi mulutnya.
"Aww," keluh Florence saat penutup mulut itu menarik kuat tiap rambut halus di sekitar bibirnya.
"Kau paham, Florence? Jangan lakukan ini lagi!" Jake mengulangi kata-katanya. Florence mengangguk pelan. Pandangan mata mereka bertemu. Wanita itu menundukkan wajah. Ada perasaan aneh yang menyusup di dalam dadanya ketika berdekatan dengan Jake seperti ini. Jake menarik dagu Florence, ia memajukan wajah. Bibir mereka hanya berjarak beberapa inci.
"Seharusnya kau tidak berada di sini. Sayang sekali." Jake menatap lekat mata ocean blue milik Florence. Ia berdecak menyesalkan.
Florence menelan ludah. Tenggorokannya terasa sangat kering. Ia menatap lekat-lekat iris Jake yang berwarna hijau. Debaran jantungnya seketika berubah cepat.
Jake melepaskan ikatan sprei yang membelit tubuh Florence, lalu memasangnya kembali ke kasur. Setelah itu, ia membuka lakban yang melingkari pergelangan tangan Florence menggunakan gunting.
"Istirahatlah, kami tidak mau kau sakit di sini." Jake meninggalkan Florence keluar ruangan.