webnovel

Tante Seksi Itu Istriku

Siapa bilang, memiliki istri cantik dan seksi itu enak? Yah, kalau di bayang-bayang orang lain itu enak. Mmm, katanya sih itu nikmat, Boss! Tapi kamu tahu nggak, sih? Upss! Nggak perlu tahu, lah! Apalagi kalau kamu masih bocil. Maka stop sebelum membaca! Usman Sayuti, seorang lelaki yang memulai hidupnya untuk bekerja di swalayan. Ia memiliki bos cantik dan seksi yang bernama Farisha Angelina. Diusia tiga puluh tahun Farisha belum menikah. Karena hal itu, orang tuanya khawatir jika anak mereka tidak memiliki keturunan atau membuat malu keluarga. Orang tua Farisha mendesak agar segera menikah. Namun sudah banyak lelaki yang dikenalkan padanya dan selalu ia tolak mentah-mentah. Karena lelah dijodohkan berkali-kali, Farisha yang bosan memutuskan untuk menikah dengan Usman. Setelah pernikahan terjadi, barulah Usman mengetahui kebenaran tentang Farisha yang ternyata penyuka sesama jenis. Bagaimana cara Usman agar bisa menyadarkan Farisha? Mari sruput kopimu, Kawan! Dan marilah ikuti kisah ini bersama.

Wanto_Trisno · Hiện thực
Không đủ số lượng người đọc
222 Chs

Sumpah Usman

Usman menepis segala kemungkinan tentang dirinya dan Farisha akan terjadi hubungan yang istimewa. Ia sudah sangat berdosa sekaligus beruntung mendapatkan ciuman dari wanita paling cantik yang pernah ia temui untuk saat ini.

Lama Usman duduk di meja kasir dan hanya diam sambil melihat-lihat ke sekeliling. Farisha belum juga keluar dari belakang. Ia juga mengira akan ada orang yang datang menbantunya saat ini. Tetapi kenyataannya tidak ada karyawan lain yang datang.

"Apakah hanya aku karyawan di swalayan ini? Tapi di mana semua karyawan lainnya? Apa mereka juga sedang libur atau belum datang? Atau karena swalayan ini sepi, jadi nggak ada yang datang?"

Tak seberapa lama, ada orang datang dan Usman mengangguk pada orang itu. Usman memperhatikan orang itu adalah seorang gadis muda berumur dua puluh tahunan dan berpenampilan menarik. Walau cantik, tidak secantik Farisha tentunya.

"Menunggu ... ooo ... uwoo ... menunggu hadirmu. Tanpa kutahu kau datang kembali padaku." Usman bernyanyi-nyanyi kecil. Entah apa yang ia nyanyikan asalkan ada suara.

Namun ia harus menahan malu karena di depannya ada gadis itu. Ia hanya sebentar dan sudah meletakan barang yang mau dibeli. Sementara dirinya tidak tahu apa-apa tentang mesin kasir. Usman tersenyum memperlihatkan giginya. Membuat gadis itu acuh dan melihat Usman dengan pandangan tidak suka.

"Eh ... mmm ... ada ... yang mau, ditambahkan, Mbak?" tanya Usman basa-basi. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana.

"Sudah, itu saja," balas gadis itu dengan ketus. Melihat Usman yang begitu dekil, membuatnya tidak ingin lama-lama berada di swalayan itu. "Jadi berapa, Kak?" tanya gadis itu karena ia sudah bosan dan ingin meninggalkan tempat dengan segera.

"Eh, anu ... gini, Mbak. Anu ...." Ia bingung harus berkata apa. Apakah ia harus jujur kalau ia tidak bisa apa-apa? Usman merasa dirinya adalah orang paling bodoh sedunia karena ia tidak tahu apa-apa.

"Berapa, Kakak? Aku buru-buru, nih! Kalau mau kenalan, nanti dulu, lah. Lagian aku juga sudah punya pacar. Kalau mau minta nomor, aku minta izin ke pacarku dulu." Gadis itu sudah terlihat tidak nyaman di tempat itu.

"Mmm-maaf. Sebenarnya aku nggak tahu cara pakai ini," ucap Usman sambil menunjuk benda yang biasa digunakan Farisha untuk mengecek harga barang.

"Masa kerja di sini nggak bisa pakainya? Kalau begitu, nggak jadi saja, deh!" Gadis itu merasa kesal karena merasa dipermainkan. Ia berniat meninggalkan tempat itu karena tidak ingin dirinya diganggu.

"Tunggu, Kak. Maafin karyawan saya, Mbak. Dia memang nggak tahu sama sekali!" cegat Farisha yang langsung membuat gadis itu berbalik. "Biar saya yang melayani."

Gadis itu berbalik karena ucapan Farisha. Usman yang ada di meja kasir pun menggeser posisinya agar Farisha bisa masuk ke tempat seharusnya berada. Ia mengambil barang yang di meja dan men-scan barang-barang itu.

"Jadi semua berapa, Kak?" tanya gadis itu, menatap Farisha. "Ini kenapa Kakak mempekerjakan orang yang nggak bisa, sih?" tanyanya ketus.

"Semua jadi tiga puluh dua ribu, Kak," jawab Farisha. "Oh, maafkan saya, Kak. Ini karena kebetulan karyawan saya pada libur semua. Jadi kalau nggak dibantu, jadi repot."

"Ohh, kalau gitu, ini uangnya, Kak. Lain kali jangan memperkerjakan orang yang nggak bisa kerja dibidangnya, Kak. Ini seharusnya kerja di jalan jadi gelandangan."

Ucapan gadis itu nyatanya membuat Usman sakit hati. Ia memang pernah hidup di jalanan tetapi ia tidak menjadi gelandangan. Ia bekerja sebagai penjual cangcimen selama ini. Tetapi menurutnya itu adalah sebuah pekerjaan yang halal. Dan ia tidak pernah mencuri ataupun mengemis.

"Sekali lagi maaf, Mbak." Farisha mengambil uang gadis itu dan menyerahkan kembalian. "Terima kasih telah mengunjungi swalayan kami. Mohon maaf kalau ada kesalahan kami." Farisha menunduk hormat pada gadis itu.

"Iya, Kak. Kalau masih ada orang ini, aku nggak mau beli di sini lagi." Tanpa menoleh lagi, ia meninggalkan swalayan dengan perasaan kesal.

Usman sudah merasa takut kalau ia harus meninggalkan swalayan karena ia tidak punya tempat tinggal. Ia juga belum mengerti apapun di swalayan itu. Ia tidak merasa bekerja di tempat itu.

"Maafkan aku, Tante," ungkap Usman di samping Farisha. "Aku akan pergi dari sini setelah membereskan pakaian," ujarnya lalu memalingkan badannya hendak ke belakang.

"Tunggu dulu, Usman! Ada sesuatu yang ingin aku minta bantuanmu. Jadi kamu tidak boleh meninggalkan tempat ini dulu!" titah Farisha meminta agar Usman tidak pergi. Karena kalau sampai Usman pergi, ia tidak tahu harus mencari pertolongan pada siapa.

Tinggi Farisha dan Usman sangat terlihat mencolok apalagi Farisha memakai sepatu hak tinggi. Usman merasa perbedaan keduanya sangat mencolok. Dan itu juga yang membuat Usman minder. Ia menundukkan kepalanya ketika berada di depan Farisha.

"Apa yang bisa aku bantu? Kalau mau angkat-angkat barang, serahkan saja padaku. Karena aku tidak bisa menggunakan alat itu!" tunjuk Usman pada scanner dan laptop.

Untuk sekolah saja tidak ada biaya dan tidak diizinkan. Apalagi belajar alat teknologi? Usman pernah ke swalayan karena disuruh oleh bibinya untuk membeli sabun dan parfum karena dirasa lebih murah. Jadi ia tidak tahu apa yang dilakukan untuk menggunakannya.

"Kalau kamu mau belajar. Aku bisa ajarin, Man. Tapi kamu bisa kan, membantuku? Tapi kamu harus bersumpah, untuk membantu tanpa harus menolaknya. Kamu sekali bersumpah tidak bisa mundur lagi."

"Apa itu, Tante? Apa aku harus bekerja pada Tante? Aku mau bekerja tapi kenapa harus bersumpah?" tanya Usman penasaran. Sumpah apa yang harus ia lakukan?

Farisha mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Ini pertama kalinya ia harus mempercayai laki-laki. Untungnya Farisha menganggap Usman sebagai laki-laki yang bodoh dan tidak tampan. Itu membuat Farisha bisa memanfaatkan Usman tanpa dimanfaatkan balik.

"Aku nggak mau kasih tahu apa yang harus kamu lakukan. Tapi kamu tenang saja, aku akan membayarnya dengan uang yang banyak. Dan kamu nggak akan hidup pontang-panting di jalanan."

"Hem ... tapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan? Bagaimana aku bisa bersumpah? Tapi aku nggak harus bunuh orang, kan? Atau aku harus mencelakai atau berbuat jahat pada orang lain? Kalau aku nggak berbuat jahat pada orang lain, aku mau."

"Baiklah, kamu katakan apa yang aku katakan! Kamu angkat tangan tinggi dan berkata 'Aku Usman bersumpah akan mengikuti Farisha Angelina apapun yang diinginkannya seumur hidup! Kalau sampai ingkar, aku akan hidup menderita dan mati tidak ada yang mengubur' gitu saja, Usman"

"Oke, kalau begitu. Aku Usman Sayuti bersumpah, akan mengikuti Tante Farisha Angel ... emm Angelina apapun yang diinginkannya seumur hidup! Kalau sampai ingkar, aku akan hidup menderita dan mati ... dan mati tidak ... ada ... yang ... me-ngu-bur."

Usman mengatakan itu dan nafasnya sangat berat. Ia mengambil nafas lalu membuangnya karena perasaannya pun sangat kacau. Tidak tahu apa yang diinginkan Farisha.

***