webnovel

System penakluk

Orion, seseorang dari dunia lain yang secara tiba-tiba muncul di dunia yang penuh dengan sihir dan fantasy bagi orang-orang di dunianya. Dia sendiri adalah orang yang menolak percaya akan sihir dan hal-hal fantasy lainnya, namun itu berubah ketika dia melihatnya langsung. Selain berpindah dunia, Orion juga mendapatkan sesuatu yang membuatnya cukup terkejut. Ada sebuah system yang melekat pada dirinya, dia tahu bahwa system itu akan membuatnya menjadi apapun yang dia inginkan dan dia tentu saja dengan senang hati akan melakukan apapun untuk tujuannya tercapai. Orion adalah orang yang buruk dan dia sendiri sadar akan hal itu, dia juga memiliki masa lalu yang buruk dan kelam. Hal yang ingin dia simpan sendiri dalam-dalam dan di tutup rapat di ingatannya saja. Orion mulai berusaha untuk merubah dirinya, begitu dia bertemu dengan sebuah keluarga sederhana. Keluarga yang menerima dia apa adanya, meski mereka tahu apa yang Orion lakukan. Dengan bersama mereka, Orion mulai berusaha berubah. Agar bisa menjadi lebih baik. Dia berusaha berubah untuk menjadi orang baik, orang baik menurutnya. Bersama dengan bantuan system dan orang-orang sekitarnya, Orion sendiri bertanya. Apakah dia bisa berubah dan sepenuhnya mengubur masa lalunya.

DRH01 · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
92 Chs

Konsultan

Air hujan yang deras seketika memadamkan kobaran api kecil di depan Latifa, Latifa menatap ke bekas kobaran api itu. Selagi derasnya hujan menerpa dirinya, Latifa berbalik dan mulai berjalan.

Latifa berjalan menyusuri desanya, hanya berjalan sambil menatap ke depan dengan tatapan kosong. Dan tanpa dirinya sadari, dia sudah berdiri di depan pintu rumahnya.

SRET

Latifa masuk dan kembali menutup pintu, dia berjalan menuju kamarnya.Dengan air menetes dari rambut dan pakaiannya, dia membuka pintu kamarnya.

Latifa melihat ke kasurnya, Orion tertidur di sana. Latifa menuju ke samping kasur dan melihat ke jendela, cahaya bulan di tutupi oleh awan hujan yang gelap. Membuat kamarnya sangat gelap.

Latifa melihat ke Orion, dia masih tertidur. Latifa membuka pakaian miliknya. Pakaian hitam ketatnya basah kuyup, Latifa melepaskan semuanya. Pakaiannya dan pakaian dalamnya, dia sepenuhnya tidak tertutupi oleh apapun.

Air masih menetes turun dari rambutnya, Latifa kembali menatap ke langit malam yang gelap itu. Tatapannya memancarkan kesedihan dan putus asa.

"Latifa?" Latifa bergeming dan melihat ke sumber suara, Orion bangun dari tidurnya.

Latifa tidak bisa melihat apapun dari Orion, selain mata emasnya yang terang di gelapnya malam. Begitu juga dengan Orion, yang bisa dia lihat dari Latifa adalah mata merahnya.

Mereka saling menatap, di tengah gelapnya kamar itu dan gemuruh suara air hujan yang menghantam atap.

"Seharusnya kau akan bangun beberapa jam lagi, kenapa bangun sekarang?" Latifa berkata, tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya berdiri.

"Aku tidak tahu, tiba-tiba rasanya aku ingin bangun dari tidur ku" Orion melihat ke depan, dia juga tidak bergerak.

"Kembalilah tidur, Orion"

"Ku pikir, aku sudah terlalu banyak tidur. Memangnya, berapa lama aku tertidur?"

"Beberapa jam, tapi kembalilah tidur"

"….." Orion diam, dia melihat ke Latifa.

"Ada apa, Orion?"

"Apa yang terjadi?" Orion berkata.

"Tidak ada apapun, kenapa bertanya?"

"Kau terasa sedikit aneh, apa benar baik-baik saja?"

"Ya, aku baik-baik saja"

Tanpa mereka ketahui, cahaya bulan kembali bersinar di sana. Cahaya masuk melalui 2 jendela di kamar itu, sekarang mereka kembali bisa melihat dengan jelas.

Orion bergeming, begitu melihat Latifa. Bukan Latifa yang telanjang, membuat dia bergeming. Melainkan keadaan Latifa yang terlihat basah kuyup begitu, air tampak menetes dari rambutnya dan mengalir di wajahnya.

"Latifa, kenapa kau menangis?" Orion turun dari tempat tidur dan mendekat ke Latifa, dia tidak mempedulikan Latifa yang sedang telanjang itu.

"Bukan…Apa-apa, ini hanya air hujan…Hanya air hujan saja…" Latifa menundukkan kepalanya.

"…" Orion diam.

"…Jadi, kalian sudah memberikan pelepasan pada para korban yang mati" Orion berkata.

"…" Latifa hanya mengangguk.

"Tidak apa, wajar jika kau menangis. Kepergian seorang keluarga, tidak pernah mudah. Tapi…" Orion mengambil selimut dari kasur.

"…Hangatkan tubuh mu, kau bisa sakit. Jika pemimpin mereka sakit di saat yang lainnya sedang berduka juga, mereka akan merasa kehilangan arah"Orion menutupi tubuh Latifa dengan selimut itu.

"…" Latifa tetap diam.

"Kalau begitu, aku akan keluar" Orion pun pergi.

TAP

"Kumohon, Orion…Tetaplah di sini, setidaknya untuk saat ini…" Latifa berkata lirih, sambil memeluk Orion dari belakang.

"…Aku tidak tahu harus bicara kepada siapa, aku selalu kehilangan arah tentang ini semua…"

"…Aku…Aku tidak mengerti caranya menjadi seorang pemimpin, aku tidak ingin menjadi seorang pemimpin…Itu hanya membuat ku merasa sangat tertekan dan beban tanggung jawab sangat menyakitkan untuk ku…"

"…Aku…Aku…Aku hanya ingin hidup normal…Tidak bisakah aku mendapatkan itu?" Latifa berkata, dengan air mata yang dari tadi mengalir dari kelopak matanya.

"…" Terjadi keheningan di antara mereka.

"Aku tidak mengerti tentang apa yang kau rasakan, Latifa. Tapi aku tahu, pasti berat ketika orang-orang berharap dan menggantung hidup mereka kepada mu…"

"…Pengharapan dari orang-orang bisa menjadi motivasi, tapi tidak terkadang juga menjadi beban bagi seseorang. Bicara kepada ku juga tidak ada gunanya, bahkan jika aku di sisi mu untuk sekarang…"

"…Itu juga tidak berguna untuk mu, aku tidak akan bisa membantu mu dalam hal ini. Aku ini adalah teman mu, jika aku tidak bisa membantu mu…

"…Setidaknya aku tidak ingin mempersulit mu, yang kau butuhkan adalah waktu untuk sendiri…" Orion melepaskan pelukan Latifa.

"Jangan lupa untuk tetap hangat dan istirahatlah, kau sangat membutuhkan itu" Orion melihat ke Latifa dan tersenyum.

"…" Latifa hanya diam.

Orion pergi, tanpa mengucapkan apapun. Dia keluar dan menutup pintu kamar itu, membiarkan latifa bersama kesendirian, cahaya bulan yang memasuki kamarnya dan suara hujan yang masih terdengar.

.....

Matahari pagi menyinari desa Latifa, setelah hujan deras yang melanda. Cahaya matahari yang memasuki kamar Latifa, mengenai kelopak matanya sendiri dan membuatnya terbangun dari tidurnya.

Latifa melihat ke sampingnya, tidak ada siapapun di sana dan dia langsung duduk. Latifa melihat ke dirinya yang hanya di tutupi oleh selimut yang sebelumnya Orion berikan, ketika dia melihat ke jendela.

Kejadian singkat ketika malam sebelumnya, kembali mengalir di kepala Latifa. Dia sekarang sudah berpikir dengan jernih dan sekarang dia merasa malu, sangat malu.

Di dalam kesedihan, dia bertelanjang di depan Orion dan meminta Orion untuk tetap bersamanya. Dia juga mengutarakan semua hal yang mengganggu dirinya sejak menjadi pemimpin dari desanya, dia masih mengingat tindakan dan reaksi Orion.

'Dia bahkan tidak mempedulikan penampilan ku kemarin…' Latifa melihat ke bawah, di mana pakaiannya masih tergeletak dan dalam keadaan lembab.

Latifa membuka lemarinya dan memakai pakaiannya, udara masih terasa dingin jika dia tidak menggunakan selimut. Latifa membuka 2 jendela kamarnya dan keluar dari kamar.

SRET

Latifa melihat ke ruangan tengah rumahnya, di sana ada Orion yang sedang berbaring di atas sofa. Latifa mendekat dan melihat Orion yang masih tertidur, Orion tertidur dengan tenang dan 2 tangannya yang di silangkan pada dadanya.

"Astaga, apa Orion tidur seperti ini dari kemarin?" Latifa bertanya pada dirinya sendiri.

Orion tidur tanpa menggunakan selimut atau semacamnya, ketika udara malam kemarin yang terasa dingin. Dia juga tidak menggunakan baju dan hanya perban putih yang menutupi tubuh bagian atasnya, Latifa menatap Orion dengan perasaan bersalah.

"Maafkan aku, Orion" Latifa membungkuk kecil kepada Orion.

"Untuk apa, kau minta maaf" Orion berkata.

Latifa bergedik dan melihat ke Orion, Orion menatap kepada Latifa. Dengan tatapan yang bingung, Latifa pun langsung mengangkat tubuhnya.

"Katakan, kenapa kau minta maaf?"

"Ka-karena aku lupa untuk memberikan mu selimut, padahal udara kemarin terasa dingin"

"Bukan terasa lagi, tapi memang dingin. Aku kedinginan hingga menggigil dalam tidur ku, rasa kantuk dan dingin bersatu dalam diri ku" Orion berkata sambil mengusap kedua tangannya.

"…" Latifa terdiam, dia menatap Orion dengan perasaan bersalah dan sedih yang lebih besar.

"A-aku hanya bercanda, jangan merasa sedih begitu" Orion terkekeh.

Dia terkejut melihat reaksi Latifa dan dia sadar, seharusnya tidak mengatakan hal sebenarnya kepada orang yang sedang di landa perasaan bersalah. Orion dan Latifa duduk di sofa, mereka saling berhadapan.

"Bagaimana dengan luka mu, Orion?"

"Ku pikir, sudah hampir sembuh" Orion mengusap bekas dari lukanya.

"Apa, kau masih akan di sini?"

"Apa kau tidak ingin aku di sini lagi?"

"Bu-bukan begitu, maksud ku hanya.."

"Ya, ya, aku hanya bercanda. Aku harus kembali hari ini"

Begitu, ya…"

"…Orion, tentang yang ku katakan semalam. Aku ingin kau untuk melupakan itu, aku mohon" Latifa menundukkan kepalanya.

"…" Orion diam sejenak.

"…Kenapa?"

"Karena itu tidak ada gunanya untuk mu, itu hanya akan membuat mu berpikir hal yang berlebihan"

"Di saat teman ku sedang kesulitan, kau ingin aku melupakannya saja? Begitu?"

"…Ya, lupakan saja" Latifa mengangguk.

"Di saat seorang pemimpin mengeluhkan tugasnya, maka itu hanya akan menunjukkan betapa lemahnya pemimpin tersebut. Tapi kau berbeda, Latifa…"

"…Bukan itu yang kau takutkan, jika orang-orang tahu. Kau hanya tidak ingin, mereka merasa bersalah. Benar, kan?" Orion menatap Latifa.

"…" Latifa mengangguk.

"Tidak ada pemimpin yang sempurna, setiap orang pasti akan dan pernah menghadapi masalah. Tidak terkecuali seorang pemimpin…Apa kau tahu bahwa mengeluh bisa melepaskan sedikit beban di hati?" Orion berkata sambil melihat ke meja.

"…" Latifa hanya diam.

"Mengatakan apa yang kau pikirkan dan rasakan itu, bisa membuat mu merasa lega. Meski hanya sedikit dan hanya sebentar. Tapi, rasanya sangat menyenangkan…"

"…Seperti yang ku katakan semalam, aku tidak mengerti perasaan mu. Ketika di hadapkan oleh kewajiban mu sebagai seorang pemimpin, tapi…"

"…Jika mendengarkan keluhan mu, bisa melepaskan sedikit beban mu. Maka aku bersedia mendengarkan itu"

"..." Latifa tetap diam, tapi kali ini dia menatap Orion.

"Mungkin kemarin aku berkata, bahwa jika aku mendengarkan mu. Itu akan sia-sia saja dan itu memang benar, karena aku tidak bisa memberikan solusi kepada mu. Tapi jika berbeda, jika aku mendengarkan keluhan mu…"

"…Karena dengan mendengarkan keluhan mu, aku tidak perlu memberikan mu solusi apapun"

"Apa, kau benar-benar ingin mendengarkan keluhan ku?"

"Tentu saja, aku sudah memberikan tanda kepada mu. Lagipula…" Orion mengangguk.

"Dulu aku sering di sebut sebagai konsultan oleh orang-orang di sekitar ku" Orion tersenyum.