webnovel

Kobaran Api

"Hanya sebatas itu, yang bisa ku ceritakan kepada mu" Orion berkata.

"Itu tidak masalah, aku tetap senang mendengarnya. Terima kasih, Orion"

"Tidak perlu berterima kasih, itu bukan hal yang besar"

"Tidak…Itu adalah pengalaman yang berarti, untuk ku" Latifa menggeleng.

"Latifa…" Orion berkata, dia bisa melihat adanya jejak kesedihan pada wajah gadis itu.

"Nah, sudah selesai" Latifa melihat ke bekas luka Orion yang sekarang sudah di tutupi oleh larutan obat, sepenuhnya.

"Wah, hebat…. Aku sudah tidak merasakan apapun dari luka itu dan aku juga tidak pernah melihat metode penggunaan tanaman obat yang seperti ini, apakah ini metode ciptaan mu?"

"Tidak, metode ini di ciptakan oleh ayah ku" Latifa menggeleng.

"Ah, begitu. Ayah mu pasti bangga dengan mu, melihat putrinya bisa melakukan apa yang dia lakukan"

"Ku pikir, juga begitu…" Latifa tersenyum tipis.

"…Berbaliklah, Orion. Aku akan memasangkan perban kembali, agar campuran itu tetap berada di tempatnya"

"Tolong, ya" Orion pun berbalik.

Latifa turun dari tempat tidur itu, dia menuju ke lemari dan mengambil 2 gulung perban dan kembali ke atas kasur. Latifa mulai melilit tubuh Orion dengan perban, dengan perlahan dan lembut.

"….." Tidak ada pembicaraan apapun di antara mereka.

"Orion…" Latifa berkata, di tengah heningnya malam.

"Ya?" Orion menjawab, dia tidak melihat ke belakang sama sekali.

"Terima kasih, karena sudah mau memberikan kekuatan mu untuk menolong desa kami. Tanpa bantuan mu, mungkin akan sulit sekali"

"Bukankah sudah ku katakan, ini hanya balas budi ku. Terkadang aku adalah orang yang membalas sebuah kebaik dengan 2 atau lebih kebaikan dan begitu juga dengan sebaliknya, meski itu hanya terkadang"

"Tapi, yang kau lakukan itu. Lebih berarti dari kami yang hanya menyembuhkan luka mu, kami bahkan tidak bisa membaringkan mu di tempat yang nyaman. Kami hanya bisa membaringkan mu, bersama yang lainnya"

"Mungkin tidak bagi mu, tapi. Bantuan yang kau berikan kepada ku, datang pada waktu yang sangat amat tepat. Di mana aku benar-benar membutuhkannya, hal yang membuat hutang budi itu muncul adalah…"

"…Itu di lakukan, ketika waktunya memang sangat pas. Layaknya seseorang yang berhutang, mereka sangat membutuhkan uang dan uang ada pada waktu yang tepat pula untuk di pinjam" Orion tersenyum tipis.

"…." Latifa menjadi diam.

"Tapi, aku juga ingin minta maaf kepada mu"

"Eh? Tentang apa?" Latifa sedikit terkejut.

"Aku tidak bisa memperlakukan musuh yang menyerang, seperti kau memperlakukan mereka dengan belas kasihan. Aku membunuh mereka dan menyisahkan 1 ekor, itu pun karena 1 ekor memilih lari"

"Itu…Sangat di sayangkan" Orion bisa mendengar, adanya kesedihan pada nada suara Latifa.

"Kenapa?"

"Karena, mereka mati. Mati dengan sia-sia"

"Katakan kepada ku, Latifa. Kenapa kau tidak membunuh mereka? Padahal kau sangat mampu untuk melakukan itu?"

"….." Latifa diam sejenak.

"….Itu, karena….Membunuh itu, salah…" Latifa menjawab.

"Latifa, aku tidak bermaksud untuk mempengaruhi atau apapun itu. Tapi, kau harus menyadari, di mana kau tinggal…"

"…Kau tinggal di hutan yang berbahaya seperti ini, bukannya di kota. Seperti yang kau katakan sebelumnya, semua makhluk yang ada di sini ingin untuk mendominasi yang lainnya…"

"…Jika kau terus bersifat naïf seperti itu, kau hanya akan membahayakan diri mu dan yang lainnya. Terkadang, membunuh itu lebih baik daripada membiarkan lawan mu hidup…"

"…Mungkin, mereka nantinya akan menjadi baik kepada mu. Karena kau mengampuni nyawa mereka, tapi. Bagaimana jika tidak? Dan belas kasihan mu, di anggap penghinaan bagi mereka…."

"…Itu hanya akan mendatangkan dendam dan dendam itu akan tumbuh bersama pemiliknya, lalu menjadi ancaman untuk mu…."

"…." Latifa tetap diam, dia hanya membalutkan perban di tubuh Orion.

"Kau adalah teman ku, Latifa. Aku tidak ingin hal buruk terjadi pada mu, hanya itu"

"Sudah selesai" Latifa berkata, Orion melihat ke tubuhnya yang sudah di tutupi oleh perban dan pada bagian dadanya sedikit basah.

"Sepertinya, campuran itu belum kering. Tapi jangan khawatir, itu akan kering dengan sendirinya…"

"…Sekarang, minum ini. Agar hasilnya lebih baik" Latifa mengambil mangkuk yang berisi campuran obat dari beberapa botol sebelumnya.

Latifa memberikan mangkuk itu, Orion mengambilnya. Dia melihat ke cairan yang berwarna kuning itu, Orion mencium aroma dari cairan itu. Dan setelah itu, dia langsung meminum semuanya tanpa sisa.

DEG

Orion bergedik, dia tanpa sengaja melepaskan mangkuk itu. Mangkuk tersebut jatuh dan berguling hingga jatuh dari tempat tidur, Orion menahan dirinya yang akan tumbang dengan tangannya.

"La-Latifa?" Orion melihat ke Latifa, matanya terasa berat dan begitu juga dengan tubuhnya.

"Ah, maaf. Aku lupa memberitahu, kalau kau akan merasa mengantuk begitu meminum obat ini…" Latifa menyatukan kedua tangannya.

"…Tapi, jangan khawatir. Beristirahatlah, disini. Aku akan menjaga mu, Orion" Latifa berkata, dia mengusap kepala Orion sambil tersenyum.

"O-oh, begitu…" Orion berhenti menahan tubuhnya dengan tangannya dan tumbang.

Latifa menatap ke Orion yang sudah tertidur itu, dia menutupi Orion dengan selimut dan turun dari tempat tidur.

"Terima kasih, teman ku" Latifa tersenyum dan keluar dari kamarnya itu.

Latifa berjalan menuju gerbang desa, dia melihat ke sekitarnya. Aktifitas para harpie tidak sesibuk sebelumnya, mereka sudah tampak tenang.

"Nona Latifa…" Kay dan Argus datang.

"Ada apa?"

"Situasi sudah kembali normal, kami juga sudah menyusuri area sekitar dan tidak menemukan adanya hal yang janggal" Kay berkata, dia tampak kelelahan.

"Syukurlah, kalau begitu"

"Ngomong-ngomong, apakah nona melihat tuan Orion?" Argus berkata.

"Orion sedang istirahat di rumah ku"

"Oh, begitu. Kami akan kembali ke tempat yang lainnya, permisi" Argus berkata, dia dan Kay berbalik.

"Kay, tunggu sebentar" Latifa menahan bahu Kay.

"Iya? Ada apa, nona?" Kay kembali berbalik.

"Bagaimana jika kau beristirahat saja terlebih dahulu, kau tampak sangat kelelahan"

"Tidak, saya masih bisa bekerja. Saya akan istirahat nanti saja, terima kasih karena sudah mengkhawatirkan saya"

"Baiklah, tapi jangan memaksakan diri mu"

"Akan saya ingat, nona" Kay mengangguk.

"Begitu juga dengan mu, Argus. Kau adalah tamu ku, tapi malah terlibat hal seperti ini. Aku minta maaf" Latifa berkata.

"Anda tidak perlu berkata begitu, nona Latifa. Ini semua adalah perintah dari tuan Orion dan saya hanya menjalankannya saja"

"Aku mengerti, tapi jangan memaksakan diri mu"

"Akan saya ingat itu…Kalau begitu, kami permisi" Argus dan Kay pun pergi.

Latifa juga kembali melanjutkan jalannya menuju gerbang desa dan begitu sampai disana, dia langsung di sambut oleh beberapa harpie yang berjaga di sana. Latifa meminta hasil laporan singkat yang ada dan para harpie yang ada di sana, menjelaskannya.

"…Lalu yang terakhir, karena bagian belakang desa kita juga di serang. Kelompok yang ada di sana, membunuh semua serigala yang menyerang dan tidak ada korban jiwa"

"Syukurlah" Latifa tersenyum mendengar itu.

"Tapi, karena pada awalnya. Kita terkena serangan mendadak dan dalam keadaan tidak siap untuk itu, korban berjatuhan dari pihak kita…"

"…14 orang mati dan kurang lebih 60 orang luka-luka, yang terluka masih di tangani oleh kelompok medis kita dan semuanya tidak dalam kondisi yang membahayakan. Ki-"

"Itu sudah cukup, biar ku lihat saja laporan itu sendiri. Kau sudah melakukan tugas mu dengan baik, beristirahatlah" Latifa berkata sambil mengambil catatan yang di miliki bawahannya itu.

"Baik, nona. Tapi saya akan istirahat di sini saja, terima kasih" Harpie itu membungkuk.

"Ya, tidak masalah" Latifa mulai kembali berjalan.

Latifa membaca seluruh catatan itu, catatan yang berisi hal-hal yang berhubungan dengan penyerangan ini. Latifa membaca kata demi kata dan membalik halaman demi halaman. Dan tanpa dia sadari, dia sudah sampai di tujuannya.

Latifa sampai di bagian belakang desanya, di sana terlihat jelas para harpie yang sedang membersihkan area itu. Latifa melihat ke tumpukan mayat serigala yang di kumpulkan pada 1 tempat, Latifa langsung teringat dengan apa yang Orion katakan.

"Nona Latifa…" Kay mendekat.

"…Urusan di sini, hampir selesai"

"Ah, bagus"

"Apa, kita sudah akan melakukan "Itu"?"

"…." Latifa diam, tampak jelas dia sedang berpikir dalam-dalam.

"…Ya…Lebih cepat, lebih baik. Segera sebarkan ini kepada semuanya" Latifa mengangguk.

....

Seluruh harpie yang hidup di desa Latifa, berkumpul di gerbang desa. Mereka melihat ke depan, ke tempat tumpukan mayat berada. Mayat dari suami, istri, saudara, dan teman mereka yang di kelilingi oleh kayu.

"Hari ini kita kehilangan orang-orang yang kita sayangi dan cintai, lagi. Hari esok, tidak akan sama seperti sebelumnya. Dan itu, bisa menjadi lebih buruk atau lebih baik. Itu semua, tergantung pada kita dan cara kita menghadapinya nanti…."

"…Mereka akan abadi di hati dan ingatan kita, untuk selamanya" Latifa berkata, dia mendekatkan obor yang ada di tangannya ke kayu-kayu yang mengelilingi mayat-mayat itu.

Api menjalar dengan cepat ke seluruh kayu itu dan membakar apapun yang ada didalam sana. Pada saat yang bersamaan, terdengar isak tangis dari orang-orang yang di tinggalkan. Seluruhnya berduka, mereka kehilangan keluarga lagi.

...

Kobaran api yang tadinya sangat besar, perlahan mengecil. Begitu api itu kehilangan hal untuk di bakar lagi. Para harpie yang berkumpul sudah mulai berkurang dan akhirnya hanya menyisahkan 1 orang, Latifa.

Latifa berdiri beberapa langkah dari kobaran api yang semakin mengecil itu, dia tidak pernah bergeser dari sana dan tatapan matanya tertuju kepada kobaran api itu.

TES TES TES

Latifa bergeming, begitu merasakan tetesan air yang mengenai kulitnya. Dia membalik telapak tangannya dan melihat air menetes ke telapak tangannya, yang semakin deras turun.

Next chapter