webnovel

SUAMI YANG KU RINDUKAN

Saat mimpi datang secara terus menerus dan menjadi kenyataan, akankah itu sebuah pertanda? Atau hanya sebuah ilusi belaka? Sedikitpun tidak terlintas dalam pikiran Inayah Saharah (24 th) wanita tuna susila bertemu dengan Yusuf (30 th) dalam razia malam. Yusuf seorang laki-laki dewasa yang selalu datang di dalam mimpinya.... Yusuf Hanafi seorang Ustadz di sebuah pondok yang mempunyai kelebihan indera ke enam mampu membaca pikiran manusia juga bisa melihat sesuatu yang akan terjadi. Hati Yusuf merasa terpanggil untuk menghibur dan membantu orang-orang yang akan mengalami takdirnya. Hingga pertemuannya dengan Inayah wanita yang hadir dalam mimpinya meninggal dalam kecelakaan. Akankah Yusuf bisa mengubah takdir Inayah yang akan meninggal dalam suatu kecelakaan seperti yang di lihat dalam penglihatannya?? Mungkinkah Inayah mendapatkan suami yang di rindukannya??

Nickscart_1 · Lịch sử
Không đủ số lượng người đọc
32 Chs

SETITIK KENANGAN

Perlahan Inayah melepas pelan genggaman tangan Yusuf dan berniat untuk pergi. Namun kembali tangan Yusuf menahannya bahkan sekarang tengah memeluk pinggangnya.

"Ustadz." panggil Inayah dengan suara lirih berharap Yusuf mendengarnya dan melepas pelukannya.

Namun sayangnya panggilan Inayah sama sekali tidak membuat Yusuf terbangun. Yusuf tetap tenang terlelap dalam tidurnya dengan memeluk pinggangnya.

"Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? bagaimama kalau ada orang yang melihat hal ini? Ustadz pasti akan malu. Aku tidak ingin Ustadz Yusuf mendapat rasa malu karena hal ini." ucap Inayah memejamkan matanya menahan hasratnya yang menggebu ingin membalas pelukan Yusuf dan melepaskan semua rasa rindunya.

"Ustadz, kamu telah menguji keimananku dengan memelukku seperti ini. Apa Ustadz tidak tahu? hal seperti ini sangatlah biasa bagiku. Dan sangat mudah membuatku bergairah." ucap Inayah menghela nafas panjang kemudian menyentuh sekilas tangan halus Yusuf yang berada di pinggangnya.

"Tangan Ustadz sangat halus, hanya dengan satu sentuhan tangan halus ini... Ustadz sudah mampu membuatku tak berdaya. Aku mencintaimu Ustadz. Tapi aku tahu, tidak mungkin cintamu bisa ku raih. Aku ingin mengabdikan diriku padamu Ustadz tapi hanya atas izinmu." ucap Inayah seraya mengangkat tangan Yusuf kemudian meletakkannya pelan di tempat tidur.

"Maafkan aku Ustadz, aku harus pergi sekarang. Ingin sebenarnya aku menjagamu dan menyuapimu layaknya seorang istri pada suaminya yang sedang sakit. Tapi tidak mungkin itu terjadi. Aku sudah sangat bahagia bisa menjaga Ustadz seperti ini, walau hanya sesaat tapi akan menjadi kenangan indah selama hidupku." ucap Inayah kemudian bangun dari duduknya sambil tak bosan menatap wajah Yusuf.

"Aku pergi Ustadz, semoga Ustadz cepat sembuh agar aku bisa melihat wajah tampan Ustadz walau dari jauh. Assalamualaikum." ucap Inayah seraya menghela nafas sangat berat meninggalkan Yusuf sendirian. Tapi hati Inayah sedikit tenang karena demam Yusuf sudah turun.

Tanpa menimbulkan suara Inayah berjalan keluar dengan pelan dan menutup pintu dengan sangat hati-hati agar tidak membangunkan Yusuf.

Setelah pintu tertutup rapat perlahan Yusuf membuka matanya dengan sebuah senyuman walau masih lemah.

"Waalaikumsallam Inayah, aku juga sangat mencintaimu jauh sebelum kamu mencintaiku. Bukan hanya dirimu saja yang ingin menyuapiku layaknya seorang istri. Aku juga ingin di suapi olehmu layaknya seorang suami." ucap Yusuf bangun dari tidurnya dan duduk bersandar dengan memejamkan matanya membayangkan kembali kenangan indah yang baru saja terjadi.

"Sungguh... kehadiranmu dan sentuhan tanganmu melebihi halusnya tanganku Inayah. Dengan satu sentuhan tanganmu saja rasa sakit dan gelisahku menghilang begitu saja. Terima kasih Inayah, kamu mampu menahan hasratmu demi cinta kita yang suci, terima kasih kamu telah menjaga nama baik calon suamimu ini." ucap Yusuf sambil mengusap kening dan tangannya yang telah tersentuh tangan halus Inayah.

"Sebentar lagi aku akan datang Inayah, aku akan memenuhi keinginanmu agar kamu bisa melihatku." ucap Yusuf dengan tersenyum seraya mengambil bubur ayam yang ada di atas meja.

"Tok...Tok... Tok"

"Assalamualaikum, Akhun...Akhun buka pintunya aku Fitriah." tiba-tiba terdengar suara Fitriah dari luar pintu memanggil namanya dengan sangat keras.

"Waalaikumsallam, masuk saja Fit." ucap Yusuf kembali meletakkan bubur ayamnya di atas meja.

Di lihatnya Fitriah adik perempuan satu-satunya menghampirinya dengan sinar mata penuh kerinduan.

"Akhun... semalam aku mencarimu ke mana-mana, baru aku tahu dari Abah Manaf kalau Akhun sakit." ucap Fitriah memeluk Yusuf dengan sangat erat.

"Fitriah sampai kapan kamu manja seperti ini? kamu harus cepat-cepat menikah dengan laki-laki yang baik. Sepertinya Ustadz Fajar sangat cocok denganmu." ucap Yusuf dengan nada menggoda.

"Aku menurut apa kata Akhun dan Abah saja. Aku tahu semua yang Akhun lakukan demi kebaikan dan kebahagiaanku." ucap Fitriah dengan sebuah senyuman.

"Apa kamu menyukaiku Ustadz Fajar?" tanya Yusuf dengan tatapan penuh.

"Siapapun laki-laki yang berteman dengan Akhun pasti aku menyukainya. Karena aku percaya mereka pasti laki-laki yang baik seperti Akhun." ucap Fitriah sepenuhnya percaya pada Yusuf kakak satu-satunya yang dia miliki.

"Kamu tahu Fitriah adikku yang cantik, kebahagiaan itu tidak bisa di ukur dengan dua orang yang saling mencintai saja. Dalam hidup kalau kita benar-benar mencintai seseorang dengan tulus, kita akan menerima segala kekurangannya bukan kelebihannya. Aku ingin suatu saat kamu bisa mencintai dan menerima Ustadz Fajar dengan segala kekurangannya." ucap Yusuf seraya menangkup wajah cantik Fitriah.

"Ada dua cinta dalam hati dan kehidupan Ustadz Fajar adikku. Aku tidak tahu apa itu sebuah takdir hidupmu, harus hidup berbagi dengan wanita lainnya. Semua kebahagiaan hanya terletak di hatimu Fitriah, kalau hatimu ikhlas menerimanya surga yang akan kamu dapatkan adikku." ucap Yusuf dalam hati menatap wajah Fitriah cukup lama.

"Akhun, jangan melamun. Sungguh aku tidak mengerti apa yang Akhun katakan. Tapi aku yakin seiring waktu aku bisa memahami dan mengerti apa yang Akhun katakan." ucap Fitriah kembali memeluk Yusuf dengan sangat erat.

"Fitriah, cukup... jangan memelukku lagi, aku baru saja sembuh. Aku harus menghabiskan bubur ini dan segera keluar dari kamar ini." ucap Yusuf seraya mengambil bubur ayamnya yang sudah dingin.

"Biar aku yang menyuapi Akhun." ucap Fitriah dengan tersenyum.

"Fitriah, apa kamu datang bersama Ustadz Gibran dan Ustadz Fajar?" tanya Yusuf sebelum Fitriah menyuapinya.

"Tidak Akhun, aku berangkat bersama Abah dan Abi Sidiq. Kata Syakila Akhun Gibran dan Ustadz Fajar datang sangat malam sekali. Aku baru tahu tadi pagi kalau Alief ikut bersama Ustadz Fajar, dan satu lagi wanita dewasa aku tidak tahu siapa dia mungkin teman Akhun Gibran." ucap Fitriah sambil menyuapi Yusuf.

Yusuf mengunyah dengan tenang sambil berpikir tentang dua wanita yang datang bersama Gibran dan Fajar.

"Aku pikir mereka akan datang pagi ini seperti yang Ustadz Ridwan bilang kemarin. Kalau mereka datang semalam kenapa tidak menemuiku?" tanya Yusuf sambil membersihkan mulutnya dengan tisu setelah kunyahan terakhir selesai.

"Semua sudah ke sini melihat Akhun, tapi Akhun sudah tidur. Akhun Ridwan bilang Akhun demam semalaman." ucap Fitriah menjelaskan keadaan Yusuf semalam.

Yusuf menganggukkan kepalanya kemudian bangun dari duduknya.

"Fitriah tunggulah di luar, aku akan ganti pakaian sebentar setelah itu kita ke depan untuk menemui mereka." ucap Yusuf seraya mengambil pakaian jubahnya dan sorban yang akan di pakainya di setiap acara pertemuan khusus.

Fitriah menganggukkan kepalanya kemudian keluar kamar menunggu Yusuf berganti pakaian.

Fitriah berdiri di depan pintu kamar Yusuf sambil melihat taman yang banyak pohon mangga dan rambutan.

"Pondok pesantren Akhun Ridwan sangat luas dan nyaman. Penuh dengan pohon buah-buahan." ucap Fitriah dalam hati dengan perasaan tenang.

"BRUKK"

"Akkkhhhhh!!"

Seketika Fitriah terkejut dan menoleh ke arah taman di mana dia mendengar sesuatu yang jatuh dengan sangat keras.

"Alief!!! apa yang kamu lakukan?" tanya Fitriah dengan tatapan tak percaya melihat Alief jatuh terduduk di taman rumput sambil meringis kesakitan memegangi pergelangan tangannya.