webnovel

Sua Aksara

Kisah dua orang sahabat yang bernama Aksa dan Sara. empat tahun mereka bersahabat, ternyata Aksa merahasiakan sesuatu kepada Sara. Mereka telah menghadirkan sebuah perasaan pada perjalanan persahabatan mereka. apakah mereka akan menyatukan perasaannya? atau memilih untuk bersahabat selamanya?

tesapertiwi21 · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
4 Chs

Harsa

Suasana ramai dengan sorotan matahari pada jendela ruangan, berjatuhan daun-daun yang terbawa angin saling berbenturan pada kacanya. Sara melihat Aksa yang sedang melamun menatap jendela dengan tatapannya yang kosong.

"Gak baik tau, sedih berlarut-larut." Sara menepuk bahu Aksa yang sedang melamun. "Sa, sejak kapan sih mengungkapkan perasaan itu sebuah kesalahan? Gak, Sa."

"Gak sedih ko. Ya memang sudah harus diceritakan aku sama dia hanya sekedar kakak dan adik tingkat aja kali, Ra. I'm oke." sambil memperlihatkan senyumannya kepada Sara.

"Seriuosly? Jangan lupa, untuk bangun cerita yang baru. Biar yang lalu benar-benar terkubur dan tumbuh jadi cerita yang menyenangkan."

"Bakal aku tutup rapat-rapat, Ra, ceritanya."

Tanpa memperlihatkan kesedihan, Aksa terus memberikan senyuman. Begitu pun Sara, mengerti diposisi Aksa yang terpaksa berusaha tegar. Sara kebingungan, menyembuhkan patah yang dirasakan Aksa. Tapi dengan usahanya, dia bisa membuat Aksa melupakan patah yang kian menyelimuti dirinya.

"Sa, masih inget ga apa yang kamu bilang ke aku."

"Soal apaan, Ra. kan banyak."

"Soal, dijepang. Kalau ada yang patah pasti dilemnya sama emas. Sa, aku yakin deh suatu saat kamu akan menemukan lem emas itu. bahkan yang kualitasnya terbaik sedunia."

"Aku sedang mencari lem emas dengan kualitas terbaik itu,Ra. dan sedikit-sedikit aku sudah mendapatkan petunjuknya."

"Ko bisa? Dimana petunjuknya,Sa?"

"Cukup aku aja yang tau, kamu gaperlu. Tapi, suatu saat kamu akan tau sih. Yang jelas, dia didekat aku gak jauh, Ra."

"Kamu yakin, dia yang punya kualitas terbaik?"

"Yakin sih, Ra. Selama ini dia selalu didekat aku, gapernah jauh. Kayanya" dengan sedikit tertawa yang hanya mengira-ngira saja.

"ku kira kamu cenanyang bisa tau. Padahal baru kayanya." Dengan nada tegas dikata kayanya.

Sara masih berpikir, siapa orang yang dimaksud oleh Aksa itu. Dan ada satu hal yang dia pikirkan tentang apa yang telah dikatakan Aksa.

"Sa, bener gak sih bahwa yang jauh itu akan kalah sama yang dekat?"

Pertanyaan Sara cukup membuat Aksa tercengang. Cukup membuatnya berpikir, bahwa apa yang dikatakan Sara itu seolah-olah sedang terjadi padanya. Entah apa yang kini dirasakan Aksa, ada sesuatu yang ingin diungkapkan kepada Sara tapi seperti hal yang membuatnya cukup gila jika terus dipikirkan. Dengan tertawa yang tipis, Aksa menjawab pertanyaan Sara. "Selama masih ada kepercayaan, itu semua akan jadi omong kosong, Ra. Tapi, jika tidak ada kepercayaan sama sekali, yang jauh jelas akan kalah. Seperti perasaannya yang jauh. Gak hanya jiwanya tapi perasaannya juga."

Sambil mengangguk-anggukan kepalanya, Sara mengatakan "jika ia benar-benar ingin menetap, mau selebih apapun orang yang dekat, dia akan tetap pada pilihannya. Jika memang yang jauh ternyata kalah, ya mungkin kita memang dipertemukan sama orang yang belum tepat aja. Jarak terjauh diantara dua orang itu ya karena berbeda perasaan. Berbeda agama masih belum dikatakan jauh, tapi beda perasaan." Sambil menghembuskan nafasnya. "setuju ga dengan pernyataanku, Sa?"

Aksa setuju dengan pernyataan yang dikatakan Sara, bahwa jarak terjauh diantara dua orang lelaki dan perempuan adalah perbedaaan perasaan. Jika hanya salah satunya yang memiliki perasaan, amat jauh untuk bisa menjalin hubungan karena hanya satu yang berjuang. Akan lebih jauh jika satu orang lagi memiliki perasaannya pada orang lain. Jika Aksa ada diposisi itu, lebih baik ia mundur.

"jika sudah berbeda perasaan, hal yang akan benar-benar aku lakukan hanya mundur, Ra."

Sara teringat dengan masa lalunya yang dulu pernah bersama seseorang tapi ternyata orang itu malah lebih mencintai orang lain.

"Aku juga, Sa. Aku lebih baik mundur daripada harus bertahan. Ibarat kita memegang bunga mawar yang terlihat indah tapi ternyata berduri dan membuuat kita terluka. Lebih baik aku mundur. Mundur bukan berarti kalah tapi menang. Menang karena sudah lepas dari orang yang salah."

Mata Sara yang cukup berkaca-kaca setelah mengatakan itu. ada hal yang membawa ia kembali pada masa lalu yang sudah membuatnya patah dan menghilangkan dirinya. Aksa yang tidak tau apa yang tengah dirasakan Sara karena Sara tidak pernah menceritakan hal masa lalunya itu kepada Aksa.

"Ra, kamu nangis? Apa kamu pernah merasakan hal itu, Ra? ko aku gapernah denger kalo kamu pernah mengalami hal itu." Aksa yang penasaran dari arti mata Sara yang berkaca-kaca tersebut.

"cukup membawa aku kilas balik sama masa lalu, Sa. Dan itu sangat menyakitkan."

"Ko ada sih orang yang berani bikin kamu benar-benar sakit seperti itu, Ra? gak habis pikir."

"Sa, tanpa disadari semua orang pasti memiliki sisi jahatnya. Hanya caranya aja yang berbeda-beda. Dan terkadang, orang terdekat yang bisa nyakitin kita."

Aksa hanya bisa menatap Sara. Rasa sakit yang dirasakan Sara sepertinya memang buat dirinya benar-benar trauma dan takut. "terkadang untuk merasakan sembuh kita memang harus merasakan sakit dulu, Ra. dari sakit yang kamu rasakan, semua benar-benar akan jadi kebahagiaan,Ra. sekarang aku tanya, kamu sekaran bahagia kan? Apalagi setelah di bandung?"

"Mmm iya, senang. Aku hanya berharap gak bertemu orang-orang dimasa lalu lagi, Sa. Jujur, aku memutuskan untuk ke Bandung salah satu alasannya itu. membuka lembaran baru, menumbuhkan diriku kembali yang dulu pernah hilang."

"Ra, kadar kebahagiaan akan selalu mengikuti kadar kesedihan. Bahkan kadar kebahagiaan bisa lebih dari itu."

"I trust it, Sa. Apapun yang terjadi, akan selalu ada hikmah didalamnya. kita terus bertanya-tanya kenapa ini terjadi, kenapa itu terjadi dalam hidup kita, pada waktunya kita akan mendapatkan semua jawaban dan alasan dari semua kata "kenapa" itu. Seperti sakitku saat itu, hikmah yang bisa ku pelajari ya tidak lain dan tidak bukan, Tuhan menunjukkan bahwa dia bukan yang terbaik dan dia memang orang yang salah untukku."

Aksa hanya bisa tersenyum dan senang melihat Sara yang terus berpikir positif akan suatu hal. Sara memang orang yang tidak selalu memperlihatkan sedihnya pada siapapun. Sekalipun dia sedang sedih, dia tetap memperlihatkan dirinya seperti biasanya saja.

Beberapa hal memang tidak selalu harus diperlihatkan kepada orang lain. Sedih, bahagia sewajarnya saja. karena semua orang pasti akan mengalami hal itu dan hidup tanpa hal itu semua, sepertinya bukan apa-apa.

Setelah Aksa dan Sara saling berbincang dan berkilas balik pada masa lalu, mereka pun akan merencanakan untuk pergi ke perpustakaan daerah yang ada disekitaran jalan Soetta di Bandung.

Minggu pagi, dengan langit yang cukup cerah. mereka pergi bersama menaiki kendaraan roda dua. Dunia seakan sedang berpihak, karena cuacanya yang mendukung. Langit saat itu, seakan menggambarkan diri Aksa dan Sara. Yang sama-sama sudah mengikhlaskan hal-hal menyakitkan di masa lalu.

"Ra, kita cari bukunya diatas dulu yuk. Nanti kalo sudah ketemu kita cari buku-buku yang lain tau aja ada yang seru buat dibaca."

"Ayok, Sa. Kita simpen dulu barang-barang kita."

Mereka pun bergegas mencari buku yang berkaitan dengan tugas kelompoknya. Disaat Sara mencari-cari buku, ia menemukan satu buku yang berjudul "Perawan Mencari Tuhan" karya Amien Wangsitalaja. Dia pun langsung menuju kursi dan membaca bukunya. Sambil menemukan makna dan pesan yang terdapat didalamnya. Dengan suasana perpustakaan yang hening seperti biasanya, mereka pun terus mencari buku untuk tugasnya. Beberapa lantai sudah mereka kunjungi dan beberapa jam kemudian mereka baru mendapatkan bukunya dilantai dua. Aksa dan Sara pun langsung mengerjakan tugasnya.

Disaat Aksa sedang mengerjakan tugasnya, diam-diam sara mengambil gawainya dan berswafoto bersama Aksa yang sedang sibuk mengetik tugas.

"Sa liat deh Sa, kamu serius bannget sih." Sambil memperlihatkan foto hasilnya kepada Aksa.

"yah, Ra. Ko gak bilang-bilang sih kalo mau foto. Kan setidaknya aku bisa bergaya atau senyum-senyum gitu setidaknya."

"bilang aja mau foto lagi." Sara yang sambil tertawa saat mengatakannya.

Aksa pun mengambil gawainya Sara dan merekapun berswafoto bersama. Tak terasa, waktupun sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB. Tugas mereka pun selesai pada jam itu. sebelum mereka pulang, di perpustakaan itu ada sebuah museum. Mereka pun pergi kesana dulu sebelum pulang. Aksa yang terus-terusan mengambil gambar Sara yang sedang melihat-lihat semua yang ada di Museum. Entahlah, saat itu mereka berdua terlihat begitu bahagia. Seketika pelukan ingin mendarat diantara keduanya.

Karena waktu sudah sore, dengan langit yang ternyata masih cerah sama halnya seperti saat mereka berangkat ke perpustakan itu. setelah lelah menyelesaikan tugas, mencari buku dan ke museum, mereka pun pulang. Saat di tempat parkir motor dan memakai helm, Aksa memberikan sebungkus coklat kepada Sara.

"Eh Ra, aku lupa kalo aku bawa coklat dua. Nih satu buat kamu."

"Coklat apa ini, Sa?" dengan mukanya yang sedikit bertanya-tanya coklat ini enak atau tidak.

"Coba aja dulu."

Setelah Sara mencoba coklatnya, ternyata itu benar-benar enak. Dulu dia sering melihat coklat itu tapi dia berpikir bahwa coklat itu sepertinya biasa-biasa saja. setelah diberi oleh Aksa, Sara jadi suka dengan coklat itu.

Dengan langit yang berubah menjadi jingga dihiasi burung-burung yang berlalu lalang. Angin kecil dengan membawa dedaunan terjatuh dari pohonnya. Aksa dan Sara pulang dengan menikmati keindahan saat itu.

"Sa, makasih ya untuk hari ini. sampai bertemu kembali."

"Iya, Ra. makasih juga ya. Hari ini lelahnya dibalut senang." Dengan tertawa yang tipis

Aksa pun pergi ke kosannya dan langsung beristirahat. Entah apa yang terjadi pada perasaannya. Hari ini, ia benar-benar merasa senang saat bisa pergi dengan Sara selama itu. tapi Aksa terus berpikir bahwa ia dan Sara hanyalah sebatas sahabat, bahagia pun tidak lebih dari sekedar sahabat.

Segala kesedihan akan terbayar dengan kebahagiaan. Sakit yang kian meradang,mau separah apapun akan sembuh secara perlahan, kita hanya tinggal menunggu waktunya saja kapan sakit itu akan pulih. Aksa tidak pernah menyangka, bisa bertemu dengan seorang Sara yang sekarang bisa dibilang salah satu orang yang bisa menjadi lem emasnya saat dia patah. Entahlah, "I have no word" itu yang dikatakan Aksa saat itu.

Sekarang Aksa hanya percaya bahwa terkadang orang terdekat bisa membahagiakan dan terkadang benar dengan yang dikatakan Sara, bisa menyakiti juga. Dia hanya bisa berharap bahwa Sara bisa terus membahagiakannya. Karena hanya Sara yang sekarang selalu bersamanya.

Aksa dan Sara mengikuti kegiatan Paduan Suara di jurusan dan kampusnya. Mereka sama-sama memiliki hobi yang sama di bidang musik dan bisa juga bernyanyi. Aksa tidak hanya bisa bernyanyi, dia juga bisa bermain alat musik seperti gitar dan piano. Kalau Sara, hanya bisa bernyanyi. Bermain gitar hanya bisa dikunci dasar-dasarnya aja.

Saat itu, mereka pergi ke tempat temannya bernama Gina. Beberapa anak kelasnya seperti Arif, Kiki, Zaki dan Fitri pergi kesana untuk menyelesaikan tugas. Seperti biasalah, yang namanya mahasiswa tidak akan pernah jauh dengan yang namanya tugas. Saat itu, Gitar pun dipetik Aksa sambil bernyanyi lagu yang lagi naik daunnya saat itu lagu Shape of you nya Ed Sheeran. Tanpa berbasa-basi lagi Aksa mengajak Sara untuk sumbang suara pada petikan gitarnya itu.

"Ra, nyanyi lagu ini dong. Aku yang petik gitar kamu yang bernyanyi."

Karena Sara itu orang yang malu-malu kalau soal bernyanyi. Teman-temannya yang terus memaksa Sara untuk bernyanyi lagu itu bersama Aksa tapi dia tetap saja malu-malu.

"Aku gak hafal lagunya." Ini bisa dikatakan hanya alasan saja supaya tidak bernyanyi.

"Masa iya gak hafal. Kan ini lagunya lagi banyak dinyanyiin dimana-mana, Ra. ayo dong!" kata Gina sambil memaksa Sara dan ikut bernyanyi juga.

Aksa yang terus memetikan gitarnya, ketika semua orang bernyanyi Sara baru ikut bernyanyi. Entahlah, dia terlalu malu-malu karena merasa suaranya tidak begitu bagus.

Semuan orang bersenda gurau menikmati bahagianya hari itu. bernyanyi dengan petikan gitar, tertawa dengan tingkah laku Arif yang orangnya cukup lucu. Pada saat itu juga, mereka pun merencanakan malam keakraban dengan anak-anak dikelasnya. Mereka akan berkemah disalah satu tempat yang cocok untuk mereka bisa bersenang-senang disana dan mempererat kekeluargaan mereka.

Hari itu pun tiba, Aksa dan Sara pergi bersama teman-teman kelasnya ntuk berkemah. Saat itu, Sara tidak pergi bersama Aksa. Tapi dia pergi bersama Gani teman kelasnya juga. Setelah sampai, mereka langsung memasang tenda. Sayangnya, saat itu cuaca kurang medukung. Saat malam hari, hujan datang cukup deras. Mereka semua pun berteduh di tenda msing-masing.

"kenapa harus hujan. Sedih banget." Kata Gina dengan raut muka yang sedih.

"sudah semestinya. Hujannya gak akan selamanya ko, Gin, anti juga berhenti. Sesudah berhenti kan kita masih bisa menikmati kehangatan ini." Sara yang sambil memeluk Gina.

"Iya sih, Ra."

Mereka hanya bisa diam di tenda karena hujan begitu deras. Menikmati makanan dan sambil bercakap-cakap meskipun harus di tenda yang berbeda-beda. Saat waktu sudah mau menunjukkan tengah malam, hujan mulai mereda. Semua keluar dari tenda dan mulailah acara mereka. Menyalakan api unggun sambil bernyanyi-nyanyi, saling berbagi perasaan yang sudah dirasakan ketika mereka sudah satu kelas di kampus dan bersenang-senang yang lainnya.

Malam itu, dingin begitu menyelimuti kehangatan Aksa, Sara dan teman-teman kelasnya. Sara begitu bahagia, bisa menjadi bagian dari kelasnya saat itu. ketika acara saling berbagi perasaan, kini bagian Sara yang harus mengutarakan. "kehangatan malam ini, akan terus aku rasakan sampai kapanpun. Sekarang, sebagian kebahagiaan aku ada bersama kalian." Sara tidak terlalu banyak mengutarakan, sedikit yang penting bisa mewakili segalanya bahwa banyak bahagia yang dia rasakan.

Semua rasa lelah, resah, benar-benar hilang seketika saat itu. Semua menikmati dinginnya malam dengan hangatnya kebersamaan. Dan hanya satu yang Sara bayangkan, yang namanya kebersamaan akan selalu ada perpisahan. Tak bisa dipungkiri olehnya, perpisahan memang berat. Mau dalam keadaan siap atau tidak, tetap saja tidak siap. Tapi harus selalu ingat, berpisah bukan untuk saling melupakan tapi untuk menikmati kerinduan.

Menit per menit pun berlalu, malam berganti pagi dengan hadirnya sinar matahari yang sedikit malu-malu. Embun pada dedaunan tercium habis karena hujan deras semalaman. Pagi mereka diawali dengan meminum kopi dan teh hangat kemudian dilanjut dengan senam bersama.

"Ayolah kita senam. Tubuh juga harus sehat." Aksa sambil mengajak teman-temannya semua.

Semua bergegas untuk berbaris mengikuti ucapan Aksa si ketua kelas itu. "di dalam hati yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Kalau badan udah sehat, hati juga bakal sehat menerima pahitnya kehidupan." Teriakan Aksa, tapi semua teman-temannya malah meneriakinya habis-habisan.

"Hati kita sehat semua kali, Sa." Teriakan Gina kepada Aksa.

Ya, begitulah Aksa. Selalu menegarkan orang lain tapi ternyata hatinya sendiri yang masih sakit. Semacam dia memberi tahu jalan ke orang lain tapi ternyata dia sendiri yang tersesat.

Mereka pun langsung melanjutkan acaranya untuk pergi ke sebuah tempat yang katanya bagus. Disini hanya Zaki yang tahu soal jalan. Makanya kalau jalannya benar atau salah, mereka akan minta tanggung jawab Zaki sepenuhnya.

Mereka menapaki jalan yang semula biasa saja, lama-lama perjalanannya mulai naik. Dengan tanah-tanahnya yang basah akibat hujan semalam, rumput-rumput yang berduri dan perjalanan yang jauh tidak sampai-sampai. Semua orang kesal dan bertanya-tanya kenapa masih belum sampai ke tempat itu.

"Ki, gimana sih ko gak sampai-sampai perjalanan kita. Mana jalannya licin lagi." Ucap Aksa yang cape menempuh jalan

"Sabar dong. Untuk mendapatkan sesuatu yang indah tuh butuh perjuangan dulu, Sa." Ucapan Zaki disetiap orang yang bertanya sama seperti Aksa. Padahal dia sendiri ragu dengan jalannya itu.

Mereka terus menempuh perjalanan menuju air terjun yang dipimpin oleh Zaki. Untuk menghilangkan rasa lelah, mereka terus tertawa dan bersenda gurau bersama. Sampai saatnya mereka tiba disuatu sungai dengan bebatuan yang besar. Mereka un berhenti terlebih dahulu.

"wah, kayanya kamu ngerjain kita ya, Ki?" ujar salah satu teman Aksa dan Sara.

Semua saling bersahut-sahutan menyalahkan Zaki yang sudah mengajak mereka pada jalan yang salah. Padahal perjalanan sudah sangat jauh.

"ya sudahlah, kita cari jalan menuju tenda lagi aja ya. soalnya tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan ke air terjun." Aksa pun memutuskan untuk mengajak teman-temannya tidak melanjutkan perjalanan. Karena dia merasa akan berat jika harus dilanjutkan. Dan semua orang masih saja menyalahkan Zaki. Zaki hanya mecari alasan terus-terusan.

"Ki, lain kali kalau emang ragu tuh jangan dilanjutkan, yang ada malah menyesatkan." Ujar Sara

"ya maaf. Tapi sebenernya aku memang tidak tahu jalannya." Zaki sambil tertawa dan berlari dari teman-temannya. Mereka pun berteriak dengan memanggil nama Zaki dibalut rasa kesal yang tidak habis-habisnya.

Walaupun orangnya menyebalkan, tapi tanpa Zaki mereka akan merasakan kesepian. Diantara bahagia dan kesal, yang paling banyak dirasakan adalah bahagianya.