webnovel

Sua Aksara

Kisah dua orang sahabat yang bernama Aksa dan Sara. empat tahun mereka bersahabat, ternyata Aksa merahasiakan sesuatu kepada Sara. Mereka telah menghadirkan sebuah perasaan pada perjalanan persahabatan mereka. apakah mereka akan menyatukan perasaannya? atau memilih untuk bersahabat selamanya?

tesapertiwi21 · Fantasy
Not enough ratings
4 Chs

Kehilangan Hangat Dari Sebuah Pelukan

Jika pada musim gugur, pepohonan peluruh meluruhkan daun-daunnya. Saat itu, kehangatan tiba-tiba berubah menjadi satu ketakutan yang kian menghantui. Tubuh kaku, pikiran beku, seperti menjadi orang yang paling memegang kesedihan diantara manusia-manusia yang ada di bumi.

Hari itu, dunia seakan gelap bagi Aksa. Melihat kedua orang tuanya yang sering berdebat bahkan sampai bertengkar di depan matanya sendiri adalah hal yang menyakitkan untuknya. Isak penuh sesak saat semua terlihat oleh kedua mata, hanya ada ketakutan yang dirasakannya. Jika bisa memohon, dia akan meminta kepada pembuat skenario hidup untuk tidak berperan pada alur cerita saat itu.

"Tuhan, rencanamu selalu yang terbaik." Yang selalu diucapkannya. Dengan hati rapuh disertai mata yang diderasi air yang selalu ia tahan ketika di depan orang tuanya.

"Jika kita bersama membuat timbul pertengkaran, lebih baik kita akhiri kebersamaan ini." ucap Pak Tio kepada Bu Mira. Mereka adalah kedua orang tua Aksa. Aksa memiliki 4 saudara yang semua sudah menikah. Tinggal dia saja yang belum menikah dan sekarang sedang menyelesaikan pendidikan S1.

"Jika itu yang terbaik, lebih baik kita lakukan." Bu mira yang sambil menangis dan pasrah dengan keadaan dan keputusan saat itu.

Akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah. Pak Tio pergi dari rumah Bu Mira, mencari kehidupannya yang baru. Tapi, walaupun Pak Tio pergi, dia tetap tidak lupa dengan tanggung jawabnya sebagai Ayah. Semua anak-anaknya belum tahu, jika kedua orang tua mereka berpisah. Begitu pun Aksa, dia belum mengetahui itu semua.

"Mas, nanti kita harus bilang apa kepada anak-anak?"

"semua pasti akan mengerti jika kita jelaskan, kecuali Aksa. Nanti biar saya saja yang menjelaskan kepadanya.

Saat itu, Aksa masih duduk dibangku SMP. Makanya dia hanya bisa diam saja ketika melihat orang tuanya yang hampir setiap hari bertengkar. Dia belum terlalu paham.

"Papa akan pindah rumah yah. Nanti kamu disini bersama Mama, temani Mamamu ya, Sa."

"Papa akan pindah dimana? Kenapa tidak ajak aku dan Mama?"

"pokoknya kamu temani Mama saja ya. Nanti jika butuh Papa hubungi saja ya, Sa."

Aksa hanya bisa menatapnya sambil kebingungan dan menangis karena Papanya bilang akan pergi. Pandangannya benar-benar kosong, tidak begitu paham dengan keadaan saat itu.

"Pa, jangan pergi." Sambil menangis terisak-isak.

Papanya pun menangis sambil meninggalkan rumah mereka yang sudah beberapa tahun ditinggali bersama. hanya bisa bertanya-tanya kenapa semua ini harus terjadi kepada keluarganya. Bu Mira langsung menghampiri Aksa dan memeluknya.

"Nak, Ibu akan selalu disini bersamamu ya." pelukan seorang Ibu kepada anaknya dengan kesedihan yang begitu hebat. Kini, Aksa hanya tinggal bersama Ibunya setelah beberapa tahun, Papanya yang tidak ada kabar.

Aksa hanya bisa menikmati kehangatan dari seorang Ibu. Baginya, Ibu sekarang sudah memerankan dua peran sebagai Ibu dan Ayah. Dari kejadian inilah, Aksa mulai menutup dirinya. Menjadi orang yang sangat tertutup dengan orang lain termasuk dengan anak-anak seumurannya. Dia lebih sering tinggal di rumah. Waktunya dihabiskan dengan bermain game sedangkan Bu Mira mengajar di Sekolah Dasar.

Saat itu, kakaknya Aksa pun mulai mengetahui tentang orang tuanya. Bang Rian, Bang Dion, Ka Trisa dan Bang Reza semua berkumpul di rumah. Mereka semua sangat bersedih mendengar kabar yang sangat mentakitkan ini. Tapi mereka tetap tegar, melihat kondisi Ibunnya dan juga adiknya yaitu Aksa.

"Sa, jaga Mama terus ya disini. Abang nanti akan sering jenguk kalian ko, jangan khawatir."

Aksa hanya bisa menganggukan kepalanya. Mereka semua belum mendapat kabar dari Ayahnya. Melihat kondisi Bu Mira yang sering sakit-sakitan setelah ditinggal oleh Pak Tio, mereka semakin sedih, semakin bertanya-tanya kembali kenapa semua harus terjadi pada keluarganya.

Tujuh tahun sudah mereka menjalani kehidupan tanpa orang tua yang lengkap. Sekarang Aksa sudah menduduki bangku kuliah. Apapun yang dia lewati, tetap saja dia masih mengingat hal menyakitkan yang sering hadir dipikirannya. Setelah tujuh tahun ini, akhirnya Aksa dan kakak-kakaknya mendapat kabar dari Ayahnya. Mereka sering diajak ke rumah Ayahnya yang baru.

"Pa, ko baru memberi kabar ke Aksa sekarang sih, gak dari saat itu. Aksa kangen Papa!"

"Iya nak, Papa perlu memperbaiki diri Papa makanya baru bisa mengabari dan mengajakmu kesini."

"Papa tau? Selama tujuh tahun aku tanamkan rasa kesal ditabur sedikit rasa benci kepada Papa. Papa bilang saat Papa akan pergi, akan secepatnya menghubungi aku tapi ternyata tidak." Aksa sambil menetaskan air matanya dan ingin mendaatkan pelukannya kepada Ayahnya. Ayahnya hanya bisa menangis sambil memeluk Aksa erat-erat.

Saat itu, ada sesuatu yang Pak Tio rahasiakan dari Aksa dan anak-anaknya yang lain. Setelah beberapa tahun bercerai dengan Bu Mira, Pak Tio ternyata sudah menikah lagi. Tapi ini masih dirahasiakan dari anak-anaknya. Setiap merekadatang ke rumah Pak Tio, Bu Sinta istrinya yang baru selalu disembunyikan dikamarnya.

"Pa, Aksa bahagia bisa bertemu dan memeluk Papa lagi."

"Papa juga, Nak. Bahagia sekali. Sekarang kamu bisa sering-sering ke rumah Papa ya."

Sekarang, benci yang dirasakan Aksa kepada Ayahnya sudah memudar. Pelukan Ayahnya yang selama tujuh tahun hilang, siang itu saat pelukannya kembali hadir ternyata bisa menghilangkan rasa benci dari dirinya. Karena hanya,hanya itu yang Aksa inginkan. Pelukan dari seorang Ayah bisa kembali. Setelah bertahun-tahun dia kedinginan, jauh dari hangatnya pelukan seorang Ayah.

"Pa, sekarang ibu sering sakit-sakitan. Apalagi semenjak saat itu terjadi."

Pak Tio hanya bisa terdiam saat mendengar kabar itu. "Suka kamu bawa ke dokter, Sa?" Dengan perasaannya yang cukup khawatir.

"Suka ko, Pa. Tapi kadang Mama gak mau makanya aku sering beli obatnya saja ke apotek."

"ya pokoknya jaga Mama terus ya, apalagi sekarang sering sakit. Sekarangkan Mama hanya tinggal bersama kamu. Abang-abangmu semua sudah menikah, walaupun iya sekarang kamu kuliah ke Bandung, setidaknya sering-seringlah purang ke Rumah ya, Sa."

"Papa tidak akan pulang lagi bersama kita?"

"Suatu saat Papa pasti kesana, Sa."

Mereka sangat menikmati pertemuan pertamanya lagi setelah berpisah beberapa tahun. Aksa sangat bahagia bisa menghilangkan rasa benci kepada Ayahnya itu. karena bagaimana pun, tujuh tahun itu bukan hal yang mudah untuk menghadapi kehidupan tanpa seorang Ayah.

Waktu demi waktu terus berlalu. Jam terus berputar, ketika keadaan semua sudah membaik, sudah waktunya Pak Tio memberitahu anak-anaknya perihal dia yang sudah menikah lagi. Semua anak-anaknya berkumpul di rumah Pak Tio. dia sudah merasa bahwa ini sudah waktnya untuk mereka tahu segalanya.

"Ada yang ingin Papa sampaikan kepada kalian semua." dengan rasa cemas. "Papa kira ini sudah waktunya kalian untuk mengetahui sesuatu. Papa tidak tau harus bicara bagaimana dan tidak tau perasaan anak-anak Papa semua. tapi bagaimana pun kalian harus tau ini semua." sambil gugup ketika akan memberitahunya.

"ada apa, Pa? Ko Papa seperti sedikit gugup dan cemas begitu?" tanya Rian, anak sulungnya.

"Papa harap kallian tidak membenci Papa ya. Papa sekarang sudah mempunya kehidupan yang baru, Papa sudah menikah lagi."

Semua keadaan tiba-tiba sunyi. Pak Tio sudah meyakini bahwa hal ini akan terjadi. "Kalian tidak marahkakn? Kalian tidak membenci Papa kan?"

Semua anak-anaknya hanya terdiam dan saling menatap satu sama lain. Trisa hanya bisa menangis, karena dia adalah anak perempuan yang sudah pasti namanya perempuan tidak bisa sekuat anak laki-laki, tidak bisa menahan air mata.

"Pa, kenapa selama Aksa kerumah, Papa tidak memberitahu hal itu? kenapa Papa merahasiakan ini semua? menyembunyikan ini semua?" Aksa dengan perasaannya yang kesal dan sedih.

"Papa harus mencari waktu yang tepat, Sa. Untuk mengatakan ini semua." semua anak-anaknya hanya bisa menerima saat itu. hanya Rian yang membuat semua keadaan menjadi baik-baik saja, karena dia memang anak palling tertua.

"Pa, sekarang kita hanya bisa menerima semua pilihan Papa bagaimana. Jika semua ini membuat Papa bahagia, kita juga bahagia ko pa. Karena itu yang kita inginkan. Papa bahagia dan Mama juga bahagia."

Pak Tio menangis dengan sedikit senyum karena ucapan Rian. "Ini juga tidak mudah untuk Papa, tapi bagaimana pun Papa juga harus membangun kehidupan Papa yang baru."

"Iya pa, kita juga paham ko. Cuman yang membuat kita menangis sekarang, kenapa tidak bilang dari awal saja padahal kita juga pasti akan menerima semuanya ko." Trisa menyahut ucapan Ayahnya.

"Iya, pa. Aksa juga pasti akan menerima semuanya tidak akan marah apalagi benci. Benci Aksa cukup untuk kehilangan pelukan seorang Papa aja selama tujuh tahun."

"Terima kasih ya, kalian sudah menerima pilihan Papa sekarang."

"Sekarang, dimana beliau pa. Ibu, Ibu kita kan, pa? Beliau dimana?" tanya Trisa kepada Papanya.

Pak Tio pun memanggil Bu Sinta. Dia selalu menyembunyikan Bu Sinta dikamarnya. Bu Sinta membuka pintu kamar, sambil mendekati kelima anaknya Pak Tio dengan senyum kepada semuanya.

"Maaf ya, jika saya dan Papa kalian sudah menyakiti kalian. Tidak lain ini semua demi kebaikan kita semua. saya hanya takut, kalian tidak menerima saya." Ucap Bu Sinta

Semua hanya tersenyum. Trisa pun menyahut ucapan Bu Sinta. "Senang bisa bertemu. Kita semua akan menerima, karena Ibu adalah pilihan Papa."

Semua keadaan sudah sedikit membaik. Bagaimana pun pilihan Ayahnya adalah kebahagiaan baginya. Dan kebahagian Ayahnya adalah kebahagiaan mereka juga. Dari saat waktu itulah, tidak ada lagi yang dirahasiakan Pak Tio. Pak Tio merasa lega pada saat itu karena tidak ada yang harus ditutup-tutupi dari anaknya. Bu Sinta pun sebenarnya sangat senang, sudah dikenalkan kepada anak-anaknya Pak Tio. Karena dari dulu dia ingin memiliki anak. Maka dari itu, dia sangat senang bisa bertemu untuk pertama kalinya dan semua bisa menerima dirinya.

Semua keadaan dirumah Pak Tio dan Bu Sinta sudah membaik. Tinggal keadaan Bu Mira. Perasaan apa yang akan dirasakannya setelah tahu tentang hal ini. Mereka pun mencari waktu yang tepat juga untuk bisa membicarakan hal ini kepada Mamanya itu.

"Ya sudah pa, bu, kita semua pulang dulu ya." ucap Rian

"Iya, Bu. Titip Papa ya disini, Bu." Trisa sambil memeluk Bu Sinta.

"Iya, Ibu pasti akan menjaga Papa kalian. Terima kasih ya sudah bisa menerima Ibu dikeluarga kalian."

Semua tersenyum dengan ucapan terima kasihnya Bu Sinta. "hati-hati ya" ucap Bu Sinta. "Sering-seringlah datang kesini, bagaimana pun keadaan kalian. Kita akan selalu ada."

Mereka pun pulang dari rumah Pak Tio menuju rumah Mamanya. Bagaimana pun perasaan Mamanya, semua memang harus dikatakan meskipun sangat menyakitinya. Saat tiba dirumah, semuanya berkumpul kembali.

"Lho ko kalian bisa barengan. Habis dari mana?" tanya Bu Mira kepada anak-anaknya itu.

"Kita habis dari rumah Papa, Bu." Jawab Dion kepada Ibunya.

"bagaimana keadaan Ibu sekarang?" tanya Reza kepada Bu Mira.

"Ibu baik-baik aja ko, Za. Sekarang udah sehat."

Setelah mendengar ibunya yang baik-baik saja, mereka pun akhirnya memutuskan untuk mengatakannya sekarang. karena emelihat keadaan Bu Mira juga yang sehat.

"Ma, ada sesuatu yang ingin kita beritahu kepada Mama. Tapi Mama janji ya harus tetap baik-baik saja saat mendengar ini." ucap Rian sambil tergesa-gesa.

Saat itu Aksa mulai mendekati Mamanya dan mengajaknya untuk duduk dikursi bersama mereka semua.

"Ada apa, ko seperti hal yang begitu penting. Kalian tidak apa-apa kan?" ucap Bu Mira dengan rasa cemas.

"Kita tidak apa-apa ko ma. Kita baik-baik saja." Trisa menatap Ibunya dan langsung mentap Rian untuk segera mengatakannya.

"Ma, tadi kita kan ke rumah Papa ternyata beliau menyampaikan sesuatu kepada kita. Kita sebenernya tidak mau mengatakan ini, tapi bagaimana pun keadaannya Mama juga harus tahu ini. Papa sekarang sudah punya hidupnya yang baru. Dia sudah menikah lagi denga Bu Sinta namanya."

Aksa dan Trisa sambil memeluk Ibunya, setelah Rian mengatakan itu. "Ma, Mama baik-baik aja kan?"

Saat itu, dunia seakan runtuh. Bagaimana pun, Bu Mira juga manusia, memiliki perasaan sedih saat mendengar hal itu. tapi dia juga terus berpikir bahwa tidak semua hal akan menetap pada dirinya. Tuhan sudah menakdirkan ceritanya seperti ini. jadi dia selalu yakin bahwa ini yang terbaik untuknya.

Sambil mengusap air matanya yang menetes, "Gak ko, Sa. Mama baik-baik aja. Mama ikut seneng kalau Papa sudah mendapat kebahagiaannya sekarang."

"Ma, kalau Mama mau nangis, nangis aja. Keluarkan aja semua yang Mama rasakan." Reza mengatakan hal itu.

"Sudah cukup, Za. Mama sudah tidak perlu menangisi semua. sedih ya sedih sewajarnya saja. Semua sudah berlalu cukup lama kan."

Semua anak-anaknya sangat lega, melihat Mamanya itu yang sering sakit-sakitan ternyata setelah mendengar hal ini akan biasa saja. Tidak sedih yang begitu hebat.

"Karena kebetulan kalian semua disini, mungkin ini juga waktu yang tepat untuk Mama mengatakan sesuatu kepada kalian." Semua anak-anaknya bertanya-tanya kenapa seperti banyak teka-teki dari kedua orang tuanya. "Mma juga sebenernya ingin memulai hidup Mama yang baru, bersama Bapak kalian yang baru."

Lagi-lagi semua terdiam dan saling menatap satu sama lain. "Apa udah dari lama Mama mmenyimpan ini juga? Tanya Rian.

"Gak ko. Baru saja Mama merasakan ini. lagian Mama juga baru bertemunya sebentar. Tapi kalian tau sendiri, kondisi Mama sekarang yang semakin tua dan suka sakit-sakitan Mama rasa, Mama juga butuh pendamping yang menemani Mama kapanpun." Ucap Bu Mira yang meyakinkan anak-anaknya.

"Siapa ma, orang pilihan Mama? Bisakah kita semua bertemu dengannya?" permintaan Trisa kepada Mamanya.

"Dia tinggal di rumah sebelah kita ini. dia baru saja pindahan. Tidak tahu kenapa, baru beberapa minggu sudah begitu akrab dan dia mengajak Mama untuk menjalin hubungan serius karena dia juga ternyata tinggal sendiri. Mama juga takut mengatakan ini kepada klaian, takut kalian tidak akan menerima pilihan Mama."

"Ma, siapapun dia selagi baik dan bisa buat Mama bahagia, kita semua aka menerimanya." Ucap Dion

"Terima kasih ya, anak-anakku." Mereka sambil berpelukan bersama.

Setelah tujuh tahun, mereka kehilangan hangatnya pelukan dari seorang Ayah dan Ibu, akhirnya mereka bisa merasakan lagi walau dengan atap yang berbeda. Semua yang dirasakan oleh anak-anaknya jika harus diberi tahu memanglah pedih. Ketika harus menerima kenyataan bahwa Ibu dan Ayahnya harus berpisah. Tapi sekarnag mereka sadar bahwa, walaupun dalam ceritia rumah yang berbeda, mereka tetap bisa bersama, tetap bisa merasakan hangatnya pelukan sebuah keluarga. Mereka selalu bersyukur, diluar sana mungkin banyak yang sama seperti mereka tetapi ada juga yang tidak merasakan lagi hangatnya sebuah keluarga.

Kini, mereka menyetujui bahwa Mamanya itu memang perlu pendamping dan menikah lagi. Bu Mira pun menikah dengan lelaki pilihannya yaitu Pak Surya. Walaupun setelah menikah Bu Mira masih sakit-sakitan tapi mereka tetap bahagia. Bang Rian, Trisa, Dion, Reza dan Aksa, sudah tidak khawatir lagi ketika Ibunya merasakakn sakit karena sekarang sudah hadir Pak Surya sebagai Bapak mereka. Sekarang mereka hidu dengan dua keluarga, dua orang tua.