"Wijaya, kau lihat sesuatu dari atas sana?"
Lev berbicara melalui radionya. Sudah sehari lewat sejak mereka mengikuti jejak scorpid ke arah barat laut. Tangan kiri prostetik Lev terasa agak ngilu walaupun mereka sudah sempat beristirahat beberapa jam sebelum melanjutkan perjalanan.
Menurut Lev, hal itu pertanda hal buruk akan terjadi. Benda metal macam ini seharusnya tidak bisa merasakan sakit. Rasa ngilu ini kemungkinan karena insting dan firasat Lev berusaha mengingatkan dirinya sendiri.
Memang, tangannya akan terasa ngilu saat dia berusaha menghubungkan syarafnya dengan nesti melalui tangan prostetiknya dan tongkat pengendali kiri yang berbentuk unik dalam kokpitnya ini. Namun, Lev hanya melakukan itu jika dia perlu manuver dan pergerakan cepat.
Buat apa Lev menghubungkan syarafnya dengan nesti kalau dari kemarin mereka cuma berjalan? Membosankan dan menyebalkan. Wijaya saja sampai berkali-kali berpindah posisinya dalam mengintai. Mana mungkin dia belum melihat apa-apa sejauh ini?
"Wijaya! Kau dengar tid…."
[2 kilometer, arah jam 11 dari posisi kalian. Aku melihat pergerakan tiga scorpid mendekat.]
"Cih, lama benar kau perlu waktu menjawab seperti itu saja."
[Aku hanya perlu memastikan dulu mereka mau ke mana.]
[Apa maksudmu, Wijaya?] Kwang bertanya.
Lev merasa gaya Kwang menyebalkan. Begitu diberikan kekuasaan, dia langsung sok tanggap. Biasanya dia cuma diam saja mengikuti perintah dan memberi saran sesekali.
Mungkin sengaja membiarkan Kwang mengambil alih posisi pimpinan untuk misi ini adalah kesalahan.
[Mereka memang bergerak ke arah kalian, tapi mereka sesekali berhenti. Seperti ragu atau semacamnya.]
[Kau yakin dirimu tidak berkhayal? Apa cara bergerak mereka itu penting?]
Lev menghela napas lelah, "Win, sampai berapa kali harus ku ingatkan bahwa dia itu penembak runduk. Dia perlu menguntit orang dengan seksama sebelum melepaskan tembakan agar tidak meleset. Sayangnya dia tidak pernah melakukan itu untuk mendekati perempuan."
Win tertawa geli. Wijaya tidak memberikan respon apa-apa. Lev tidak berbohong. Wijaya punya kebiasaan buruk untuk terlalu seksama memperhatikan musuhnya. Namun, mungkin itu yang membuatnya bisa menembak dengan sangat akurat. Dia seperti tahu apa yang ada di dalam benak lawannya.
[Kalau begitu kita bersiap di sini untuk menyambut mereka. Ingat, kita perlu menginterogasi mereka.]
"Kalau begitu, Kwang, ada baiknya aku jangan turun tangan dulu," kata Lev sinis. "Tapi aku akan tetap bersiap-siap, siapa tahu kalian berbuat bodoh."
[Terserah.]
Nesti mundur ke belakang barisan mereka. T-11 milik Yon berdiri paling tengah sementara ZHY dan jiangdong melebar ke samping. Nesti berlutut, lalu menyiapkan meriam besar yang dibawanya.
Lev memperbesar tampilan di layarnya. Sesekali matanya melirik cepat ke radar. Sekarang tinggal menunggu.
[Mereka berhenti.] kata Wijaya
[Apa kita ketahuan?]
Lev mendengus, "Mustahil, Kwang. Mereka bahkan belum masuk jarak jangkau radarku."
[Tapi Lev, mungkin Kwang ada benarnya. Gerak-gerik mereka seperti menyadari kita ada di sini. Kadang berhenti melihat sekitar, seperti ragu atau semacamnya, lalu berhenti. Sekarang mereka sepertinya mau putar balik.]
[Wijaya kalau begitu kau…]
Sensor pada Nesti menangkap tiga dentuman suara dari jauh.
[... hentikan mereka.]
"Dia sudah melakukannya sebelum kau selesai bicara," jawab Lev. Tiga dentuman tadi berasal dari lokasi Wijaya.
[Payah, aku jadi tidak sempat beraksi.]
Win mengeluh dengan jenaka. Jiangdong-nya langsung melesat ke depan sana, disusul yang lainnya. Tidak ada yang memprotes Wijaya yang menembak lebih awal tanpa disuruh. Setahu Lev, dia memang memiliki hak untuk menarik pelatuknya tanpa diperintah.
Biarlah, Lev tidak terlalu peduli dengan hak spesial itu. Lagipula hal macam itu ada gunanya juga. Contohnya seperti sekarang. Gerakan ketiga scorpid itu terlalu jelas diarahkan untuk memancing mereka ke barat laut. Taktik usang.
Dengan Wijaya menghentikan mereka, maka tindakan itu gagal total.
Tidak lama kemudian, terdengar bunyi tembakan dari depan. Jiangdong bergeser ke belakang T-11 yang menaikkan perisai menahan tembakan. Wijaya ternyata hanya melumpuhkan kaki mereka. Para scorpid itu tidak menembak.
Lev bisa mengerti mengapa Wijaya tidak menembak lagi. Dia meminimalisir kesempatan lawan mereka untuk menerka posisinya. Walau begitu, Lev lebih bisa mengapresiasi jika dia menembak bagian kepala atau kamera, walau itu mungkin menyebabkan lebih banyak masalah.
Saat Yon hampir mencapai salah satu scorpid yang terkapar, Win dan Kwang kembali melebar. Win menggunakan senjata kepalan di tangan kanan jiangdongnya untuk menghancurkan kepala salah satu scorpid lalu menembakkan senapan patahnya untuk menghancurkan kepala scorpid terdekat lain. Di lain pihak ZHY menghancurkan tangan dan kepala scordpid satunya menggunakan senapan serbu.
Yon kemudian menyelesaikan semua itu dengan menghancurkan tangan kedua stielkruger yang diserang Win karena keduanya menembak sekitar dengan panik.
Tentu saja begitu, mana ada pilot yang dikepung musuh dengan kamera hancur tidak menyerang membabi buta?
Kwang mulai mencoba berkomunikasi dengan para pilot itu dan mengancam mereka agar keluar dari kokpit masing-masing. Mereka bergeming.
Semua ini terasa aneh. Untuk apa para pilot scorpid itu malah diam di dalam kokpit dan tidak lari ke luar untuk bersembunyi? Apa mereka takut dengan tembakan Wijaya?
"Kalian tidak merasa aneh?" Lev berkomentar sambil memeriksa radarnya. "Kalau aku ada di posisi mereka, aku pasti sudah kabur dan bersembunyi, bukan melawan lalu pura-pura tuli. Kalaupun aku mau mengulur waktu macam ini, pasti aku sudah mengharapkan bala bantuan datang dengan cepat."
Setelah terdiam sesaat, Kwang berbicara. [Wijaya, kau lihat sesuatu?]
[Nihil.]
[Kalau begitu kita bongkar paksa saja kokpit mereka.]
"Jangan sampai kau tidak sengaja membunuh mereka Win."
[Tenang saja, nona manis. Aku akan bertindak lembut.]
Jiangdong milik Win mengepalkan tangan yang menggunakan senjata kepalan berduri. Senjata itu mulai berdesing dan bagian tajamnya memutar bagai gergaji mesin. Dengan perlahan dia mendekatkan senjata itu ke besi yang melindungi bagian kokpit scorpid di dekatnya.
Akan tetapi, Wijaya mendadak melepaskan tembakan yang menembus dada scorpid itu. Tentu menewaskan pilotnya seketika.
[Mundur, mereka akan meledak!]
Dentuman tembakan Wijaya terdeteksi sesaat sebelum dua scorpid sisanya meledak. Untungnya, peringatan dari Wijaya membuat ketiga rekannya sempat menjauh sebelum terkena ledakan fatal.
[Oke, bro, ini sudah masuk kategori ekstrim. Aku tidak pernah ingat ada militan dari Semenanjung Daehan yang sampai seperti ini.]
"Itu artinya mereka bukan militan dari sana, Win."
[Lalu apa?]
[Ekstrimis, teroris, atau mungkin pemberontak?]
Kata-kata Kwang menggelitik benak Lev. Pemberontak di tanah Siberia Tenggara, Lev tidak merasa heran. Sejarah panjang Petersburg-Siberia sering berakhir karena ketimpangan kehidupan penduduk. Mereka yang hidup di area barat sana, sekitar ibukota St Petersburg sangat berbeda dengan kehidupan jauh di Siberia macam ini.
Mendadak, Lev menangkap pergerakan aneh di radarnya. Sebuah benda kecil yang melesat cepat. Tidak menuju mereka, tetapi lokasi yang lebih jauh dan tinggi. Dia menekan radio dan meraung, "Wijaya, roket itu mengincarmu!"