Dalam sebuah gang, rumah paling ujung di Jl. HM Ardans...
Selain kamar mandi, masih ada tiga ruangan lagi dalam rumah minimalis sederhana itu. Tapi dilihat dari sudut mana pun, rumah itu tampak kosong. Selain tidak memiliki warna juga sepi dari prabotan.
Dalam kamar hanya ada ranjang, satu meja, dan satu lemari pakaian. Satu set kitchenroom di dapur yang tidak pernah digunakan tampak rapi. Ruang tamu benar-benar kosong, tanpa apa pun. Tidak ada kursi, meja, televisi, lemari, atau apa pun.
Orang yang baru berkunjung mungkin akan berpikir penghuninya baru pindah sehingga belum selesai berbenah. Nyatanya, setelah kehilangan anggota keluarga memang seperti inilah cara penghuninya hidup.
Warna-warna hanya akan ditemui jika membuka lemari tempat pakaian penghuninya disimpan. Selain itu hanya ada putih. Cat dinding putih, seprai kasur putih, sarung bantal-guling putih, dan gorden putih yang menutupi jendela.
Rumah yang terasa tidak memiliki aura kehidupan.
Penghuni yang menempati hanya seorang diri. Ia yatim piatu dan tidak lagi memiliki seorang pun keluarga. Semua orang tahu kejadian pahit yang pernah ia alami sebelumnya. Kehilangan kekasih untuk selamanya, kemudian ditetapkan sebagai pembunuh. Keluarga –ibu dan adiknya, pun ikut pergi untuk selamanya.
Semua orang merasa bersimpati dengan perjalanan hidupnya yang menyedihkan, meski sebagian dari orang-orang itu juga adalah penyebab ia kehilangan anggota keluarganya.
Ibunya yang meninggal karena serangan jantung dan adiknya yang bunuh diri karena tidak tahan terhadap tekanan.
Orang-orang yang mengatakan dirinya bersimpati seharusnya melakukannya sejak awal. Sejak kekasihnya meninggal, sejak ia masuk bui karena kasus salah tangkap. Seharusnya mereka melakukan itu agar gosip-gosip yang belum pasti tidak menyebar seenak jidat.
Rumah adalah salah satu perlambangan bagaimana sifat penghuninya. Bagaimana perabotan diatur, apa-apa saja yang menjadi hiasan, dan warna-warna yang dipilih. Umumnya seperti itu. Tapi peraturan itu tidak sepenuhnya berlaku untuk penghuni rumah ini.
Penghuni rumah adalah seseorang yang pandai melakukan perhitungan. Penalarannya mengenai sebab-akibat suatu tindakan sangat cermat. Percaya atau tidak, ia bahkan sudah memperhitungkan mengenai nasibnya.
Bagaimana jika kekasihnya terbunuh dan alibinya lemah, sementara seseorang pernah melihatnya dan kekasihnya bertengkar. Kemudian ibunya yang memiliki penyakit jantung, yang dikelilingi oleh sekelompok orang tukang gosip. Juga adiknya yang begitu ketergantungan dengan media sosial dan sangat menyukai pengakuan orang lain.
Orang-orang seperti itu, yang tidak memiliki benteng pertahanan kuat, sekali tertimpa masalah akan hancur sehancur-hancurnya. Yang tersisa hanya kesedihan dan kemalangan.
Penghuni rumah terlihat normal dari luar. Teman dan orang-orang terdekatnya setuju. Ia bukan tipe yang suka mengurung diri layaknya introfert.
Meski tidak memiliki banyak teman ia orang yang mudah bergaul. Ia juga tidak memiliki masalah dengan kepercayaan diri meski pendiam. Semua yang ada pada dirinya adalah hal-hal yang kebanyakan bertolak belakang.
Pada orang yang dikenal, ia sangat ramah dan suka membantu. Tidak pernah mengeluh, hanya memendam.
Penghuni rumah juga rutin berolahraga. Setelah pulang jonging ia akan langsung mandi, dan pergi bekerja. Untuk menghemat waktu ia membeli sarapan saat dalam perjalanan.
Sesekali hidupnya teratur bak seorang perfeksionis. Di hari lain sedikit berantak dan urakan.
Ia juga selalu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tidak jarang lembur. Tipe karyawan yang disukai atasan. Tidak banyak menuntut dan rajin.
Ia memiliki kepribadian yang diidam-idamkan banyak orang. Rajin, baik, ramah, pekerja keras, dan tangguh.
Bagas.
Hari ini Bagas memiliki banyak waktu luang. Setelah melakukan wawancara singkat untuk materi penerbitan minggu depan, Bagas mengunjungi sebuah tempat.
Ia sudah lama memiliki rencana untuk mengunjungi teman masa kecilnya, tapi harus menunggu waktu yang tepat. Sekali lagi, karena ia adalah orang yang pandai melakukan perhitungan sehingga semuanya harus terkalkulasi dengan sempurna.
Teman masa kecilnya sedang berada dalam bui. Ditangkap karena melakukan pembunuhan berantai bersama orang-orang yang dianggap keluarga.
Cara membunuhnya unik dan alasan membunuhnya juga menarik. Seperti itulah teman yang dikenalnya sejak kecil. Karakternya tidak pernah berubah.
Bagas mendengar, tidak lama lagi sidang yang mengadili temannya akan digelar. Jadi ia ingin berkunjung paling tidak sekali sebelum sidang dimulai. Sebelum hakim menetapkan putusan.
Bagas mengenal setiap orang yang berada di sekeliling temannya. Seorang penulis yang diam-diam memiliki kepribadian mengerikan, seorang pengusaha muda yang masih harus bertarung dengan pergolakan dalam dirinya sendiri, seorang psikiater layaknya ayah, dan seorang wanita yang dipanggil ibu.
Dengan tempramen temannya, ditambah lawan seperti petugas yang berada di tim khusus; ada Iwata yang memiliki tatapan tajam dan selalu menyelidik, Haikal dengan pemikiran luasnya, dan Huda yang selalu bertanya-tanya, ia mengkalkulasi bahwa kejahatan temannya akan segera terungkap. Semua sekutunya juga akan ikut teringkus.
Jika satu orang tertangkap, maka yang lainnya pasti akan tertangkap. Mereka semua sama-sama terhubung jadi tidak ada alasan untuk tidak menangkap yang lain saat yang satu sudah berada dalam genggaman.
Terlebih, ada banyak kesalahan yang tidak bisa mereka bereskan untuk menutupi tindak kejahatan mereka.
Seorang sipir mengantar pemuda kurus tinggi yang mengenakan pakaian tahanan masuk ke ruang besuk. Seorang pemuda yang selalu memamerkan senyumnya. Kapan pun.
"Wah, dijenguk seorang teman. Seperti biasa, ya Bagas yang baik hati." Kalimat Hazim meski serampangan terdengar tulus.
"Aku dengar sidangmu akan digelar bulan depan."
"Haaah..." Hazim menghela nafas kemudian tersenyum. Tidak ingin membahas masalah itu. "Oh iya, jejak sepatu yang ada di TKP itu... ulahmu, 'kan? Pantas aku merasa aneh karena tiba-tiba kamu membeli sepatu yang sama," Hazim mengalihkan pembahasan. Berhenti basa-basi dan menatap tajam.
"Aku ketahuan, ya." Bukannya tersenyum, Bagas justru memasang wajah datar.
Ekspresi yang biasaya diperlihatkan Hazim, ia juga memiliki keahlian mainkannya.
"Karena aku tahu cepat atau lambat kamu akan membuatku terlihat terlibat. Perhitunganku selalu benar. Aku tahu kamu bersenang-senang, jadi aku buat lebih menyenangkan. Semakin banyak bukti yang seakan mengarah padaku bukannya semakin membuatmu bahagia? Lagi pula kalau dihitung-hitung aku juga punya andil dalam penangkapanmu. Polisi-polisi itu harusnya berterima kasih," jelas Bagas.
Hazim tersenyum sinis dengan tatapan merendahkan. "Wah, seperti biasa, Bagas yang baik hati. Iblis yang berwajah malaikat."
Hazim sengaja melakukan kesalahan pada target kesebelas. Membuat TKP berantakan dan serbuk racun berhambur. Ia juga sengaja melukai lengan Bagas agar terlihat mencurigakan.
Toh sejak awal polisi menaruh kecurigaan pada Bagas. Jadi membuat Bagas tidak memiliki alibi dan lengan terluka akan menjadi menyenangkan.
Hazim melakukannya pada target kesebelas. Tapi tanpa sepengetahuan Hazim, Bagas telah bermain-main lebih dulu pada target kedelapan. Jadi, tidakkah perhitungannya mengenai masa depan itu mengerikan.
Bagas tidak menanggapi. Ia sudah sangat sering mendengar pujian dan cercaan dalam satu kalimat dari Hazim. Dan hanya karena hal semacam itu ia tidak merasa perlu menanggapinya. Seperti halnya dirinya, Hazim juga bukan orang yang pemurah.
"Aku pernah memintamu menjaga ibu jika aku tertangkap, iya 'kan." Kali ini Hazim serius. Tatapan matanya, nada bicaranya, ia benar-benar tidak sedang main-main. "Aku akan mengulanginya lagi. Tolong gantikan aku menjaga Ibu. Jika sesuatu terjadi padanya, aku pasti akan menemukan dan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Lihat saja!"
Bagaimana sifat Hazim, Bagas sangat tahu. Ketika tersenyum tidak berarti Hazim sedang bersikap ramah. Begitupun ketika marah atau sedih.
Beberapa orang mungkin menganggap mata adalah bagian dari tubuh manusia yang paling jujur. Sebab mata adalah jendela hati. Tapi akan ada pengecualian untuk segala hal. Termasuk manusia.
Hazim adalah bagian dari pengecualian. Tidak ada kejujuran dalam ekspresi maupun matanya. Satu-satunya hal terjujur darinya adalah ketika ia mulai menyebut kata 'ibu.'
"Apa seperti itu caramu meminta tolong?" Bagas juga menanggapi dengan serius.
"Iya. Karena ini memang caraku bicara denganmu dari dulu. Kamu lupa?" Hazim menyeringai, kemudian ia mengubah duduknya menjadi lebih santai. [201607]
=Selesai=
Sumber
-Wikipedia Indonesia
-Penerapan Ilmu kedokteran forensik dalam proses penyelidikan.
-www.scienceofpeople.com
https://segiempat.com/aneh-unik…
https://alfaqirillah01.blogspot.co.id/2014/12…
https//knockdown941.blogspot.co.id/2014/06/aconitum.html
www.dedenhendrayana.wordoress.com
https://muhsinbudiono.com/2012/09/21/mata-dan-komunikasi-non-verbal/#more-1270
shujinkouron.blogspot.co.id/2015/05/analgesia.html
https://chillinaris.blogspot.com/search?q=Mythomania&x=0&y=0&m=1
#Catatan: Website di atas beberapa ada yang berubah, beberapa ada yang dijual.