Sepasang manik yang menatap lekat kertas-kertas ditangannya kebingungan sedaritadi. Langkahnya berat untuk menapaki jalan menuju ruang kelasnya sendiri. Tadi malam ia sudah menyelesaikan tugas kelompoknya dan mencetaknya menjadi dua bagian. Namun harga dirinya menyumbatnya untuk memulai perbincangan yang harusnya memang ia buka untuk diskusi.
Tangan Seul Gi sedikit bergetar mengingat bagaimana kemarin ia meninggalkan Jimin setelah membatalkan semuanya. Mereka memiliki beberapa kelompok tugas bersama. Termasuk pada kertas yang sekarang ia sedang pegang. Mereka berdua harus maju ke depan kelas untuk menjelaskan isi kertas ini bersama.
Namun perkataannya sendiri sedari tadi berputar-putar. Seul Gi mengerang sendiri. Baru saja ia memutar balikkan badannya, ia memutuskan untuk masuk kedalam kelas dan kerumah Jin Shim Eonnie namun tubuh yang ia tidak harapkan berada tepat dibelakangnya.
"Kenapa kau malah memutar balik?", suara itu bertanya lalu maniknya menangkap kertas yang dipegan oleh Seul Gi, ia meraihnya dan melihatnya sekilas. Tubuhnya melalui Seul Gi dengan mudah, "Apa kau tidak berniat untuk masuk kelas? Kalau begitu, aku yang akan menjelaskannya sendiri", ujarnya dengan nada yang datar lalu ia kembali lalu.
Seul Gi mendesah sendiri. Bodohnya ia malah tertangkap basah oleh Jimin. Setelah menghirup nafas dalam-dalam untuk membebaskan kebodohan yang sedari tadi merutukinya, ia menyusul langkah kaki Jimin dan tetap menjaga jarak pada sosok lelaki yang sekarang sedang berjalan dengan tenang sembari menyampirkan tas ransel disebelah bahunya.
Seul Gi tidak mengetahui bagaimana suasana hati Jimin melihat perempuan itu gelisah sendirian bahkan berdesah kesal dan menginjak-injak tanah yang bersalah. Jimin hanya berdiri dibelakang Seul Gi, ia pun tidak tahu bagaimana harus menyapa Seul Gi disaat seperti ini.
Namun dirinya tidak siap saat tiba-tiba wanita yang lebih pendek darinya itu memutar tubuhnya sehingga Jimin berusaha untuk terlihat biasa saja. Beruntungnya perempuan itu tidak tahu bahwa sekarang ia sedang berdebar sembari jalan menuju kelas. Sungguh pagi yang melelahkan.
.
.
.
Presentasi jalan sesuai harapan Jimin dan Seul Gi yang mengundang rasa kesal di hati para teman-teman perempuan yang lain karena iri melihat Jimin berdiri nampak sangat tampan dengan rambut yang sudah berwarna hitam disamping sosok perempuan yang makin lama makin mereka benci.
Terutama bagi Ye Ri yang semakin gerah dibuat Seul Gi. Perempuan julid itu menyumpahi Seul Gi dalam hatinya. Ia langsung pergi keluar saat jam istirahat makan siang sudah dimulai. Ia tidak ingin melihat wajah kemenangan Seul Gi yang berhasil untuk pertama kali mendapatkan nilai wajar.
Senyum merekah diwajah Seul Gi. Hari ini pertama kalinya ia mendapatkan pujian atas tugas kelompok mereka. Biasanya ia akan selalu tidak dianggap karena menjadi orang yang tidak pernah dapat kelompok belajar dan berakhir menyerahkan tugas individu dan itu pun selalu terlambat karena ia tidak memiliki waktu bahkan untuk membaca satu paragraf pun dibuku belajarnya.
Bagaimana pun Park Jimin telah membantunya. Baru saja Seul Gi ingin mengajak Jimin untuk makan bersama namun lelaki yang tertangkap basah sedang melihat kearahnya memilih membuang pandangannya dan pergi dari kursinya tanpa berkata apapun pada Seul Gi. Ia tidak dapat berdiri ataupun mengejar Jimin. Suasana canggung kembali menggerogoti relungnya mengingat keadaan kemarin antara mereka berdua.
.
.
.
Jin Shim merasa tubuhnya tidak sehat padahal harusnya hari ini ia memiliki jadwal latihan bersama Seul Gi dan Sunny untuk acara anak perempuan ingusan dihari Jumat nanti. Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Dengan malas ia menyeret tubuhnya dengan lunglai dan mengintip dari pintu siapa yang berada didepan.
Ia membuka pintu dengan segera saat mendapati Seul Gi sedang menunggu.
"wah sudah lama sekali kau tidak mampir. Ayo masuk", ujarnya riang dan lupa akan lelah tubuhnya.
"Apa kau baru bangun?", Seul Gi melihat ruangan yang berantakan saat ia masuk kedalam apartement kecil Jin Shim.
Perempuan langsung itu hanya tertawa seraya membenarkan rambutnya yang berantakan. Ia mengambil dua buah gelas dan menuangkan air dingin dari dalam kulkas. Ia menyodorkannya satu pada Seul Gi yang memang terlihat lelah karena pasti ia menggunakan bis dari sekolahnya untuk sampai kesini.
"Aku merasa tidak enak badan", kata Jin Shim setelah menenggak satu gelas penuh. Ia benar-benar kehausan.
Seul Gi meminum setengah dan menilik wajah Eonnienya yang memang terlihat lebih pucat dari biasanya, "apa kau sudah minum obat?",
Jin Shim menggeleng,
"kalau makan?",
"hanya air putih ini yang baru masuk kedalam tubuhku", ia cengengesan karena tatapan Seul Gi sudah memburu dirinya.
"kau ini! mau sampai kapan kau tidak mempedulikan tubuh tuamu itu?", Seul Gi bangkit dari kursinya dan menuju dapur mencari bahan makanan didalam kulkas atau kitchen set milik Jin Shim namun dengan gerah ia hanya menemukan beberapa ramyun.
"Eonnie!!! kau ini keterlaluan", omelnya setelah menutup pintu kitchen set bewarna hitam itu dengan kasar.
"mianhae, Aku tidak punya waktu untuk ke swalayan", Jin Shim pergi ke arah kamarnya dan membawa handphone yang dibalut case warna pink itu, "kita masih bisa pesan makanan. Sudahlah jangan memarahiku, kepalaku pusing", rengeknya.
"berapa botol alkohol yang kau minum tadi malam?", tanya Seul Gi dengan tatapan menghakimi.
Jin Shim tersenyum mengingat tadi malam ia tidak minum sama sekali, yang membuatnya pusing adalah ajakan Lee Gong Yoo yang masih terngiang dikepalanya hingga sekarang. Mungkin ia akan menceritakannya nanti saat makan pada perempuan mungil yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.
"Kau itu harus memperhatikan tubuhmu Eonnie. Mau sampai kapan kau terbangun hingga sore hari begini? Kau juga harus mengurangi minum alkohol", Seul Gi melanjutkan lagi dan sekarang ia sedang merapihkan yang ia lihat tidak sesuai pada tempatnya.
Jin Shim sudah selesai memesan makanan. Ia melipat kedua kakinya di sofa. Memperhatikan Seul Gi.
"nee Kang Seul Gi. Ada apa kau kesini? tumben sekali. Biasanya kau selalu sibuk setengah mati dan tidak memilki waktu bahkan untuk sekedar menelfonku".
"tidak apa-apa. Aku hanya sedang tidak dalam mood yang baik untuk pulang kerumah", hatinya bersyukur masih memiliki satu teman yang seperti kakanya sendiri yang selalu siap memeluknya kapanpun.
"Ada apa lagi? Apa keluargamu baik-baik saja?", nada khawatir keluar dari suara cantik Jin Shim yang menillik setiap ekspresi Kang Seul Gi.
Mereka berdua memiliki hubungan yang sangat baik sehingga mereka berdua acap kali membagikan rasa senang, sedih mereka satu sama lain.
"Kemarin, aku membatalkan rencanaku bersama Jimin untuk lomba", Seul Gi merebahkan kepalanya diatas meja kecil milik Jin Shim yang ditaruh tepat didepan sofa yang sedang Jin Shim duduki.
"waeyo? Kenapa begitu? kau itu bodoh atau bagaimana?".
Seul Gi menatap Jin Shim siap melawan tapi ia mengurungkan niatnya karena setuju dengan perkataan Jin Shim, dia memang bodoh.
"Aku harus lebih memilih ibuku bukan? dengan mengikuti pekerjaan itu bersamamu".
Jin Shim mengangguk mencoba mengerti posisi Seul Gi, "Kalau begitu Jimin pasti mengerti bukan", tanyanya memastikan.
Seul Gi menggeleng lemah, "aku tidak mungkin menceritakan alasanku".
Jin Shim lupa bahwa adiknya ini memiliki harga diri yang tinggi, ia menghembuskan nafasnya, "tapi setidaknya berilah dia sedikit gambaran bagaimana posisimu".
"tidak bisa! dan itu bukan urusannya. Ia hanya harus mengerti".
Jin Shim menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sulit berargumen dengan remaja didepannya kalau keras kepalanya sudah keluar seperti ini, "lalu bagaimana responnya?".
"dia marah kemarin dan memintaku menjelaskannya tapi ku bilang dia tidak memiliki hak untuk mengetahui apapun tentangku".
Jin Shim terkejut dan dengan cepat ia memukul bahu Seul Gi dengan kencang dan membuat Seul Gi terkejut sekaligus merasakan panas dipunggungnya,
"Eonnie!! sakit!! apa sih?!", lawannya.
"kau benar-benar tidak punya hati! sudah tidak mau menjelaskan kau malah berkata seperti itu. Kang Seul Gi kau benar-benar ya", sekarang ia mengerti mengapa remaja ini kerumahnya sembari marah-marah seperti tadi, "minta maaflah padanya".
Seul Gi berjengit seperti mendengar sesuatu yang salah, "tidak mungkin. Aku tidak salah".
"Ya tuhan. Kenapa sih kau selalu saja seperti ini?", Jin Shim harus memotong ucapannya karena dering bel berbunyi dan ia tahu bahwa pesanannya sudah datang maka ia bangun dari duduknya dan buru-buru mengambil pesanan makananya.
Seul Gi sudah tidak berselera lagi untuk merapihkan ruangan perempuan yang sudah mengomelinya sedari tadi. Ia mengambil dua piring kecil, dua sendok dan dua sumpit dari dapur Jin Shim. Lebih baik ia menutup mulutnya dan hanya makan untuk saat ini.
Asap mengepul diatas deretan makanan yang Jin Shim pesan. Memang tidak diragukan lagi kehebatan order makanan melewati telfon di Korea. Begitu banyak restaurant yang membuatnya bahagia walaupun harus mengocek kantung lebih dalam. Jin Shim tidak masalah akan hal itu untuk membuat lidah dan perut Seul Gi bahagia karena ia tahu bahwa inilah moment yang seharusnya Seul Gi dapati bersama teman-teman sebayanya. Makan bersama di restaurant sepulang sekolah, menonton film bersama namun perempuan cantik didepannya yang sekarang sedang memasukkan satu gumpal nasi kedalam mulutnya tidak pernah mengeluh.
Akhirnya nafsu makan Seul Gi kembali. Duduk bersama Oh Jin Shim Eonnie saat ada masalah memang membuatnya jauh lebih baik walaupun ia harus menerima omelan seperti tadi. Sosok kakak perempuan yang Jin Shim suguhkan memang selalu membuat Seul Gi bersyukur dapat memiliki seorang teman yang jauh lebih tua darinya. Ia selalu merasa disayang saat ia berada didepan Jin Shim ataupun Sunny Eonnie namun memang Jin Shim dan Seul Gi jauh lebih dekat karena mereka berteman sudah sangat lama saat Jin Shim menjadi tetangga barunya dulu.
Namun setelah Jin Shim ditinggalkan oleh mendiang ibu yang sangat ia cintai untuk selamanya. Jin Shim memilih untuk pindah ke apartemen kecil ini. Ia tidak mau setiap hari merenungi Ibunya yang penuh dengan penderitaan jika tetap tinggal dirumah itu terus.
"enak tidak?", tanya Jin Shim penuk afeksi.
Seul Gi mengangguk lalu ia sadar bahwa Jin Shim terlihat pucat, "ayolah makan nanti aku akan belikan obat untukmu".
Jin Shim mengangguk dan tersenyum, "menurutmu bagaimana diriku hingga hari ini?".
"pertanyaan macam apa itu?".
"Apa aku harus keluar dari club?".
***