webnovel

CHAPTER 24

Sudah dua hari berlalu semenjak presentasi berlangsung. Mendung di wajah Jimin tidak berganti. Seakan-akan gelap berkepanjangan senantiasi menemani setiap langkahnya. Jimin pun tidak sering berada di kelas dan bahkan sesekali dia meminta izin untuk ke toilet lalu tidak menampakkan diri kembali.

Seul Gi sering kali menancapkan tatapannya pada sosok rupawan yang lebih memilih diam dan memunggunginya ketika seharusnya mereka bertatap muka. Sudah dua hari pula ia makan siang sendiri seperti dahulu. Seul Gi yakin bahwa banyak yang bertanya diam-diam melewati pandangannya mencari sang pangeran yang entah ia makan siang atau tidak.

Sejujur Seul Gi dirundung gelisah mendapati sikap acuh Park Ji Min yang sudah lama tidak ia tunjukan lagi padanya. Tidak ada yang menunggunya di kursinya maupun didepan kelas. Suara lembut yang merdu itu pun tidak membelai telinganya untuk memanggil nama Kang Seul Gi lagi.

Seul Gi menaruh kembali nampan yang semakin sulit untuk ia kosongi. Ia berjalan keluar dan tepat sekali sosok rupawan itu berdiri didepannya. Tubuh itu hendak memutar balik lagi namun baru saja saat Seul Gi ingin melangkah ia menatap lurus Seul Gi lalu langkahnya sukses membuat Seul Gi menarik nafas dalam-dalam. Sekejap saja tangan Jimin sudah menuntun Seul Gi yang terseok-seok mengikuti jalan lelaki yang mulai mempercepat langkahnya itu.

.

.

.

Setelah selesai mempresentasikan tugas yang dengan susah payah Jimin dan Seul Gi kerjakan ditenah-tenah kesibukkan mereka latihan menari maupun bercerita seputar K-pop. Seul Gi terlihat menikmati bahwa nilainya mulai membaik namun tidak dengan perasaan Jimin yang merasa semakin kesal dengan berdiri disamping perempuan yang tadi sebelum di kelas terlihat sama gelisahnya dengannya.

Jimin tidak dapat menabrakkan pandangannya pada Kang Seul Gi seperti biasanya. Baru saja ia menatap tubuh belakang Seul Gi namun ia buru-buru membuang pandangannya. Rahangnya mengeras dan dadanya berdebar namun dengan sensasi yang berbeda. Jimin memilih untuk menghindar karena ia tidak tahan dengan dirinya sendiri saat menatap Seul Gi.

Bel pulang sekolah akhirnya terdengar. Seketika riuh suara murid-murid sekolah ini terdengar hingga ke telinga lelaki yang sedang tertidur pulas disudut sekolah yang sepi. Jimin duduk dibawah pohon rindang dan tubuhnya tertutup oleh batang pohon yang sangat besar sehingga ia dengan leluasa tertidur.

Jimin meregangkan tubuhnya karena terasa pegal duduk selama satu jam dan tertidur pulas. Sudah dua hari yang ia lakukan hanya seperti ini. Tidak tahu saat esok hari.

Jimin tidak memilih langsung pulang kerumahnya yang mewah dan nyaman. Jimin memilih untuk pergi ke cafe biasa. Suasana masih sepi karena hari masih sore. Jimin benar-benar tidak bersemangat untuk melakukan apapun hari ini. Ia masih merasa sesak mengingat bahwa ia membatalkan reservasinya sendiri. Ia mengacak rambutnya. Sialnya, ia sudah merelakan mengecat rambutnya menjadi hitam demi perlombaan.

Akan sulit kembali mendapatkan rambut berwarna ketika sudah memilih untuk mengembalikannya menjadi warna hitam.

"Jimin-ssiiiii!!!!!", panggil seseorang dengan histeris dan baru saja saat Jimin menoleh, sosok yang sudah lama sekali ia tidak lihat datang dan menghambur untuk memeluknya.

"Jung Kook!!! Kapan kau ke Seoul?", Jimin benar-benar tidak percaya bahwa Jeon Jung Kook ada didepan matanya tersenyum memperlihatkan gigi kelincinya.

"Baru beberapa hari yang lalu hyung. Ahh aku sangat senang karena bertemu dirimu disini jadi aku tidak perlu ke rumahmu yang jauh itu", celoteh Jung Kook.

Melihat Jung Kook ada disini membuat Jimin sejenak lupa akan perasaan kesalnya. Ia sangat senang bahwa sahabatnya akhirnya kembali ke Seoul setelah harus berpindah rumah mengikuti Ayahnya yang mendapatkan pekerjaan dilluar kota untuk kurang lebih satu tahun.

Jimin dan Jung Kook tenggelam dalam obrolan serunya selama satu tahun mereka jarang berkomunikasi. Jimin bukan tipe lelaki yang suka mengobrol lewat gadget sehingga banyak panggilan dari Jung Kook yang dia cueki dan Jeon Jung Kook tidak heran mengenai hal itu.

"Mengapa kau pindah ke Seoul sendirian Kook?", Jimin merasa khawatir karena pasalnya Jung Kook itu dua tahun lebih muda darinya dan ia masih duduk ditingkat akhir sekolah menengah pertama.

Jung Kook memutar bola matanya, ini akibatnya karena Jimin terlalu cuek, "Kau tidak pernah melihat sns mu? Aku bergabung menjadi trainee di Big Hit Entertainment".

"jinjjaaa?", Senyuman Jimin semakin melebar mendengar kabar baik itu. Ia akui memang dia sangat malas untuk bergaul didunia maya.

Jung Kook mengangguk. Akhirnya ia membagi cerita ini pada Jimin walaupun menjadi trainee bukanlah hal yang mudah apalagi diumurnya yang masih belia.

"Apa kau yakin aku bisa debut Hyung?", ada nada gelisah terdengar dari suara lelaki Jeon Jung Kook.

Jimin merangkul Jung Kook dan tersenyum damai, "kau adalah anak yang hebat yang pernah ku kenal. Kau pasti bisa debut", Jimin hampir saja lupa, "ngomong-ngomong. Aku kenal baik dengan Bang Si Hyuk PD-nim", tambah Jimin.

Jung Kook semakin membinarkan matanya menatap Jimin. Memang tidak salah bahwa sedari dulu saat mereka satu sekolah, Jung Kook mengagumi Park Ji Min. Kakak kelasnya yang selalu membawa pulang penghargaan maupun menjadi kebanggaan disekolah mereka.

"woah hebat. Lalu apa kau tidak ingin menjadi trainee?".

Jimin berdecak, wajah Ayahnya yang selalu melintas didepannya dan itu bukan hal yang menyenangkan bagi Jimin.

"Tidak mungkin haha dan aku belum berfikir sampai kesana".

"Baiklah. Aku sangat senang bisa bertemu denganmu Hyung", Jung Kook melihat ke sekeliling cafe yang lumayan bertambah anak-anak sekolah mulai berkunjung. Jung Kook baru menyadari bahwa seragam yang Jimin kenakan sangat berbeda.

"ngomong-ngomong hyung, mengapa seragammu seperti ini?".

Jimin mengusap tengkuknya, "Aku dipindahkan Ayahku haha".

"jeongmal? Hyung... pantas saja sedari tadi kau terlihat lesu".

"aniyo... Ini sudah lumayan lama kok", Jimin mengelak.

"lalu kenapa kau tadi seperti tidak bersemangat. Cerita saja padaku, kita sudah lama tidak bertemu".

Jimin menimbang-nimbang dan memang antaranya dengan Jung Kook memang selalu terbuka saat dahulu mereka sering bermain bersama. Jadi tidak ada salahnya Jimin bercerita pada sahabatnya ini. Lalu sore hari itu Jimin membagikan ceritanya mengenai perlombaan dan sikap Seul Gi yang membuatnya kesal.

.

.

.

"Park Ji Min! Mau kemana sih?", Seul Gi sudah mulai tersengal karena sikap Jimin yang menariknya dalam bisu.

Jimin membawa Seul Gi ke parkiran. Ia membuka pintu mobil miliknya dan membuat Seul Gi tidak memiliki pilihan selain memasukkan badannya. Jimin memproteksi kepala Seul Gi namun ia tetap tidak merubah pandangannya.

Seul Gi menatap Jimin yang sedang memutar dan sekarang duduk disampingnya. Ia memasangkan sabuk pengaman milik Seul Gi yang menahan nafas. Seul Gi benar-benar terkejut dengan perlakuan Jimin. Untuk sepersekian detik hazel hitam milik Jimin menatap dalam ke hazel coklat Seul Gi. Sesuatu seperti ingin meledak dibalik seragam Seul Gi. Jantungnya berdebar tidak karuan.

Mobil Jimin keluar dari parkiran. Ia tidak mempedulikan seorang satpam memanggilnya dari belakang.

Seul Gi kembali duduk menghadap depan setelah menoleh, "Apa sih yang kau lakukan? Kenapa kita membolos terang-terangan seperti ini?!", celotehnya namun ia akui bahwa jantungnya menciut dengan sekarang tatapan Jimin dari sudut matanya. Lelaki itu sama sekali tidak menoleh. Tangannya yang kekar lurus memegang setir mobil dengan kuat.

Selama 30 menit perjalanan Seul Gi memilih untuk mengatur nafasnya karena Jimin mempercepat laju mobilnya. Ia juga tidak bisa bertanya lagi karena lelaki disampingnya benar-benar tidak mempedulikannya. Seul Gi memikirkan seribu satu cara untuk kabur dari Jimin nanti saat JImi menghentikan mobilnya. Jimin tidak tahu bahwa wanita disampingnya bukan wanita sembarangan.

Mata Seul Gi disuguhi pemandangan sebuah gedung-gedung keren. Seperti ini gedung-gedung ini adalah sebuah sekolah. Mata Seul Gi membulat saat ia sadar bahwa ini adalah sekolah seni Shinhwa yang sangat terkenal itu.

Setelah memarkir mobil dengan rapih. Jimin membukakan seat belt dirinya.

"Kau bisa buka sendiri bukan?", tanyanya dengan nada suara sedingin es.

Seul Gi hanya mengangguk. Ia kagum dengan sekolah yang bahkan memiliki gedung parkir mobil sendiri. Benar-benar sangat berbeda dengan sekolahnya.

Jimin membukakan pintu penumpang. Lagi-lagi ia memegang tangan Seul Gi. Sejujurnya tanpa dituntun seperti ini pun Seul Gi sudah mengurungkan niatnya untuk kabur. Namun ia hanya mengikuti langkah Jimin. Pegangan tangan Jimin pada pergelangannya juga kuat walauupun tidak menyakitkan seperti yang ia lakukan sebelumnya.

Mereka berdua melewati berbagai taman, air mancur, patung-patung yang terlihat megah. Tidak banyak murid-murid yang terlihat karena mungkin memang masih jam sekolah sehingga murid-murid itu masih sibuk pada aktifitasnya masing-masing.

Seul Gi sibuk mengagumi setiap sudut yang ia tangkap dari matanya yang menyisir seluruh sudut sekolah hingga ia tidak sadar bahwa sekarang mereka sudah sampai disebuah lorong dengan lemari tinggi. Lemari itu memenuhi lorong yang lumayan panjang dan terisi sepertinya berbagai macam piala dan penghargaan. Mulai dari yang kecil hingga yang besar dan lengkap denga foto-foto orang yang mendapatkan piala tersebut.

Jimin menghentikan langkahnya. Seul Gi mengikuti pandangannya ke arah yang Jimin tuju. Maniknya mendapati sebuah nama yang tidak asing baginya dan juga wajah difoto itu adalah lelaki yang sekarang perlahan melepasnya genggamannya.

"Apa ini sungguh dirimu?", Tanya Seul Gi tidak percaya karena masalahnya bukan hanya satu atau dua tapi kira-kira ada belasan yang terpajang namun bukan pandangan rasa bangga yang Jimin miliki kali ini.

Jimin merasa dirinya menyedihkan namun entah mengapa seperti yang Jung Kook sarankan bahwa ia merasa ini memang tepat. "iya benar, ini adalah Park Ji Min yang berada didepanmu".

"wow kau hebat sekali", puji Seul Gi.

Jimin tersenyum ketir, "semua ini hanya kenangan bagiku".

Seul Gi ingat bahwa Jimin pernah bercerita mengapa ia dipindahkan ke sekolah mereka yang sekarang namun bukannya merendahkan namun Seul Gi tidak berfikir lelaki didepannya sungguhlah lelaki yang sangat bertalenta.

"Apa kau tahu Kang Seul Gi? Aku merelakan semua mimpi ini demi Ibuku", tatapan Jimin mengedar entah kemana dan ia memantapkan lagi dirinya untuk menatap Seul Gi, "Tapi kau membangunkan singa yang tertidur didalam tubuhku untuk menari".

Seul Gi terdiam sejenak lalu ia memasukkan jarinya kedalam telinganya, ia takut salah dengar.

"melihatmu menari didalam club pada saat itu membuatku goyah. Melihatmu ternyata hanya siswa biasa yang bahkan selalu tertidur disetiap pelajaran namun kau menari begitu hebat membuatku merasa bodoh".

Perkataan Jimin lama-lama merayap dan membuat tubuh Seul Gi tidak dapat bergerak sedikitpun.

"Terlebih saat aku semakin mengenalmu. Bisa kau lihat, Aku hanyalah penari solo. Aku mendapatkan apapun yang ku targetkan tapi dengan mudah aku melepasnya dan menuruti Ayahku untuk pergi ke sekolah itu. Mengikuti perlombaan tingkat dasar bukanlah tujuan sebenarku Kang Seul Gi".

Seul Gi berusaha mencerna seluruh yang keluar dari mulut tebal yang semakin lama wajanya semakin merona didepannya.

"Tujuanku adalah dirimu dan aku baru sadar akan hal itu".

Jimin melangkah mendekati Seul Gi yang tidak mengantisipasi langkah itu. Otot kakinya tidak dapat melakukan apapun karena otaknya melambat. Tatapan Jimin begitu menyihir.

"Semuanya karenamu Kang Seul Gi. Aku ingin jauh lebih dekat denganmu", Jimin membungkukkan badannya, ia benar-benar memandang Seul Gi dengan tatapan yang berbeda kali ini.

Seul Gi merasa disiram oleh tatapan lembut Park Ji Min.

"Aku mohon... Jangan membuatku jauh lebih gila lagi Kang Seul Gi", suara Jimin semakin menurun seperti bisikan dan dengan cepat bahkan lebih cepat dari hitungan detik.

Bibir tebal yang sedari tadi menyihir pergerakan Seul Gi sudah mendarat tepat di bibir tipis Seul Gi.

Seul Gi menahan nafas sejadi-jadinya saat wajah Jimin dengan cepat semakin dekat dan benar saja, lelaki itu menciumnya. Seul Gi benar-benar tidak tahu ada apa dengan Park Ji Min.

***