webnovel

Pria Dingin

" Maaf ya Na. " " Untuk apa? " " Maaf atas bang Gibran yang selalu bersikap dingin kepadamu." " Senang bisa mengenalmu, tak apa kan jika kita bersahabat ? " " Justru aku lebih senang jika kau mau bersahabat denganku." " Memangnya apa yang membuatmu penasaran ? " " Tentang sikapnya bang Gibran yang bersikap dingin. " " Memangnya ada apa ? " " Kenapa kau terlihat bingung begitu ? " " Astaga kenapa aku jadi gugup begini ? " " Ekhem! " " Sejak kapan aku membohongi sahabatku? " " Will you be my first love and my last? " " Apa yang sudah terjadi kepadamu? " " Kalian bicara tentang apa? " " Kenapa? Apa ada yang salah denganku? " " Kau tenang Anna disini ada kita, kita siap melindungi mu dari jangkauan pria seperti dia. " " Kurasa tidak perlu karena semuanya sudah jelas. " " Kamu salah faham Na, aku mohon kepadamu tolong kali ini dengarkan aku. " " Ingat Anna kau harus memberitahu kita jika terjadi apa-apa dengan mu. " " Dengar baik baik pukulan mu tidak ada apa-apa nya bagiku. " " Cukup! Aku menyerah! " " Kau berhutang cerita denganku Bilqis. " " Kenapa kau terlihat sangat gelisah? " " Siapa? " " Awww... Shh.. Pelan pelan dong Na. " " AKU TIDAK SEDANG BERCANDA BILQIS! " " Gibran apa kau sudah berhasil menemukan Anna? " " Maaf mah, pah, aku sama sekali tidak menemukan nya. " " Ayolah Gibran, satu kali saja turuti aku. " " Mah, Pah.. Aku sangat merindukan kalian... " " Pah bagaimana jika kita menjodohkan mereka? " " Tidak perlu mah biarkan anak kita yang mengungkapkan perasaannya sendiri. " COMING SOON 15 November 2020

Taeyoonna_Kim · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
49 Chs

Rapuh

Pria berkulit putih pucat itu hanya mampu memandang kosong kearah langit-langit, dirinya tidak mengingat perbuatan yang telah dilakukannya sebelum dia jatuh pingsan dan berujung lukanya harus diperban.

"Gibran sebenarnya apa yang telah terjadi kepadamu?" Tanya Mamah Maria dengan wajah cemas.

Yang ditanya hanya menatap sekilas kearah sumber suara tersebut, namun setelahnya dia kembali mengalihkan pandangannya seperti semula.

"Gibran, kau jangan membuat kami khawatir jika sedang ada masalah sebaiknya ceritakan saja kepada mamah atau papah," tutur Papah Yanuar lembut.

Sekali lagi Gibran menghiraukan ucapan kedua orang tuanya, dia masih terlarut dalam semua pikiran liarnya tak lupa dengan tatapan kosong seolah raga tanpa nyawa.

"Apa kau belum menerima kenyataan bahwa Acha mengalami amnesia?" Tanya Pria berkulit tan itu dengan menohok.

Dia tersentak mendengar pertanyaan frontal dari adik sepupu gadis pujaan hatinya, namun dia pun enggan untuk menjawabnya.

"Berarti tebakanku benar bahwa kau belum atau bahkan tidak menerima kenyataan ini." ujar Arrian menyimpulkan pendapatnya.

"Apa semua yang diucapkan ponakanku benar Gib?" Tanya Mamah Fany memastikan.

"Entahlah tan, aku sedikit merasa tak rela karena hanya aku yang hilang dari ingatannya." Pria berkulit putih pucat itu menjawabnya lirih.

"Nak Gibran, maafkan Anna ya. Jika saja dia tidak mengalami kecelakaan mungkin sampai detik ini hubungan kalian baik-baik saja." Tutur Papah Andre tulus.

"Hubungan? Memangnya mereka sepasang kekasih?" Tanya Arrian frontal.

"Aissh maksud om, hubungan persaudaraan. Kau ini selalu sensitif jika sudah menyangkut tentang Anna," Gerutu pria paruh baya itu kesal dengan kelakuan ponakan istrinya.

"ck, bukankah om tahu sendiri jika aku menyayanginya melebihi diriku sendiri?" Tanya Arrian sambil berdecak kesal.

"Tinggalkan aku sendiri." Gibran berucap datar, karena sungguh dia tidak menyukai pembicaraan kedua pria berbeda usia itu.

"Tapi kau jangan melakukan yang macam-macam seperti satu jam yang lalu," ujar papah Yanuar memberi peringatan kepada putranya.

"Tak perlu mengkhawatirkan ku," sahut pria berkulit putih pucat itu acuh.

"Kalau begitu, kami tidak akan pergi dari kamarmu," jawab mamah Maria main-main.

"Sudahlah mba, turuti saja ucapannya. Mungkin dia sedang ingin menyendiri." Mamah Fany menyela ucapan antara ibu dan anak tersebut, dia tahu itu tidak sopan, tapi setidaknya mencegah terjadinya perdebatan.

"Baiklah, " ucap mamah Maria sambil menghela nafas berat.

"Jangan melamun, atau melakukan hal bodoh lagi. Kau ini lelaki, jangan melempem," pesan papah Yanuar memberi semangat kepada sang anak.

"Hmm," gumam Gibran dengan pandangan kesegala arah.

Setelah itu mereka segera keluar dari kamar Gibran, sebenarnya mamah Maria masih tidak tega melihat keadaan putra sulungnya yang terluka ditambah dengan tatapannya selalu terlihat kosong bak mayat hidup dia takut jika putra sulungnya kembali melakukan hal-hal diluar batas bahkan lebih dari satu jam yang sudah berlalu.

Sepeninggalan sanak saudaranya pria berkulit putih pucat itu bangkit dari ranjangnya, dia berjalan menuju balkon tidak peduli dengan kondisinya yang cukup lemah akibat kehilangan banyak darah.

Sesampainya di sana dia merasa Dejavu, sebelumnya dia mempunyai hobi seperti ini disertai perasaan hampa yang selalu menyelimutinya. Yang membedakannya hanya satu hal, dulu dia merasa hampa ketika ditinggalkan oleh mantan kekasihnya, namun sekarang hatinya lebih hampa ketika gadis yang awal kehadirannya diacuhkan berubah menjadi sangat berarti dihidupnya telah melupakan dirinya bersama sejuta kenangan indah yang pernah mereka lalui bersama.

''''''

Di lain sisi gadis mungil itu sedang merajuk sambil mempoutkan bibirnya disertai gelengan kepala dengan kencang, ah satu lagi tak lupa pipinya menggembung lucu sehingga membuat orang-orang yang berada diruang perawatan VVIP itu ingin memakannya karena gemas.

"Aku bilang tidak! Ya tidak! Jangan dipaksa!" ucap gadis mungil itu kesal.

"Tapi Na, kamu harus tetap makan. Apa kamu mau betah-betah dirawat dirumah sakit seperti ini?" bujuk Rama sambil menahan mati-matian agar tidak kelepasan menggigit pipi merona alami milik gadis pujaan hatinya.

Anna segera menggelengkan kepalanya dengan kencang, sehingga membuat pria yang berada dihadapannya meringis sendiri karena takut kalau kepala itu lepas dari tubuhnya.

"Yaudah kalau begitu cepat dimakan, agar cepat sembuh," ucap Rama lembut.

"Tapi ada satu syarat," sahut Anna dengan tatapan tak terbaca.

"Apa?" Tanya pria berparas anime itu lembut.

"Setelah ini, belikan aku cheesecake rasa original. Oke?" Anna mengeluarkan jurus aegyeo nya sehingga membuat pria berparas anime itu menjadi lemah.

"Baiklah, Abang akan membelikan cheesecake sebanyak apapun yang kau minta," jawab Rama menyanggupinya sambil mengulas senyum tipis.

"Bang Rama memang terbaik, aku jadi makin sayang sama kamu," ucap gadis mungil itu sambil tersenyum bahagia lalu memeluknya tiba-tiba.

Deg!

Kelakuan Anna secara tak sadar membuat jantung kedua pria yang berada diruangan tersebut berdebar tak karuan namun dengan perasaan berbeda, bagi Rama tentu saja dia merasa terkejut sekaligus bahagia karena mendapat pelukan dan hubungannya semakin dekat dengan pujaan hatinya. Sedangkan John merasa perih melihat kedekatan mereka semakin hari semakin terlihat menonjol, 'wajar saja jika Bang Gibran marah, aku baru mengerti itu karena dia cemburu dan sekarang aku merasakannya' begitu pikirnya.

Akhirnya gadis mungil itu membuka mulutnya dengan semangat karena disuapi oleh sepupu (palsu) kesayangannya, selain itu dia sudah tidak sabar menunggu Rama membelikan kue kesukaannya.

Tentunya pria berparas anime itu merasa senang melihat pujaan hatinya menurutinya walaupun ada sedikit embel-embelnya namun dia masih bisa menyanggupi permintaan Anna, selama itu positif.

"Semangat banget sih makannya, senang ya disuapin sama pria tampan seperti Abang ?" Pria berparas anime itu sengaja menggoda pujaan hatinya, jahil sedikit tidak masalah bukan? Begitu pikirnya.

"Tidak! Biasa aja tuh. Lagi pula sejak kapan Bang Rama jadi narsis begitu?" sahut Anna sambil celingukan karena pipinya terasa memanas dengan sendirinya.

"Masa?" Tanya Rama sambil menaik turunkan kedua alisnya.

"Ish Abang berhentilah menggodaku," celetuk gadis mungil itu kesal.

"Habisnya kalau kamu lagi malu-malu, semakin terlihat lucu, gemas juga. Bikin Abang jadi pingin gigit pipi kamu yang merona," jelas Rama sambil tersenyum geli.

"Bang Rama~ ish nyebelin banget sih." Anna merengek dengan wajah kesal yang dibuat-buat.

"Biarpun nyebelin, tapi kamu tetap suka kan?" Pria berparas anime itu semakin gencar menggoda pujaan hatinya.

Sial! Tak bisakah kau jangan terus menerus menggodanya di depanku? Apa kau tahu jika aku sedang cemburu melihat kedekatanmu dengan Anna?! - John mengumpat dalam hati.

"Eoh John, ternyata kau masih disini," ujar gadis mungil itu heran.

"Memangnya kenapa? Tidak boleh? " Tanya pria berdimple itu dengan nada tak bersahabat.

"Bukan begitu, aku pikir kau sudah pulang dari tadi. " Anna menjawabnya kikuk, entah kenapa dia merasa tak nyaman dengan sikap John terhadap dirinya.

"Kalau kau tidak menyukai keberadaan ku disini, lebih baik aku pulang saja," ucap John mantap.

"Kau boleh pulang setelah aku kembali dari luar," sahut Rama dengan tatapan tak terbaca.

Pria berdimple itu mengernyitkan keningnya heran.

"Aku ingin membeli cheesecake untuk Anna, hanya sebentar." Rama menjawabnya dengan tenang.

"Baiklah, jangan lama-lama karena sepupu kesayanganmu tidak suka dengan kehadiranku disini," ucap John penuh penekanan. Masih dalam mode cemburu, mungkin?

Pria berparas anime itu terdiam, dia jadi merasa bersalah seharusnya tahu batasan jangan hanya karena pujaan hatinya sedang amnesia dengan kurang ajarnya dia memanfaatkan kesempatan ini.

"Bang Rama, kenapa masih berdiri disini? Cepat sana beli cheesecake nya nanti keburu tutup," cerocos gadis mungil itu sebal.

"Ah, iya." Rama menjawabnya dengan kaku.

Setelah itu dia segera bergegas keluar dari ruang perawatan meninggalkan sepasang anak Adam dan Hawa yang sedang beradu pandang tersebut.

"John, kumohon jangan marah, aku sungguh-sungguh tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya tidak menyadari keberadaanmu disini." Gadis mungil itu berucap dengan suara tercicit sambil memilin-milin ujung bajunya.

Dirinya tidak mengetahui mengapa jadi merasa takut ketika mendapatkan sikap pria berdimple yang tidak bersahabat seperti barusan, sedangkan jika Rama yang marah dia bahkan mungkin tidak peduli. Aneh, sebenarnya disini siapa yang berstatus sebagai sepupunya?

Perlahan pria berdimple itu melangkahkan kaki jenjangnya kearah Anna yang masih enggan menatapnya, duh jika sudah begini dia jadi merasa tak tega untuk memarahinya.

"Na," panggil John dengan suara deepnya.

Namun yang didapatkan hanya sebuah gelengan, gadis mungil itu duduk sambil menundukkan kepalanya dengan bahu yang sedikit bergetar seperti menahan tangis.

Grep !

"Hiks... L-lepaskan aku, hiks... B-bukankah k-kau marah kepadaku?! Hiks... L-lalu k-kenapa kau memelukku?!" Gadis mungil itu berucap sambil terisak dan meronta-ronta meminta untuk dilepaskan.

"Maaf Na, aku tidak marah kepadamu, hanya saja_" John menggantungkan ucapannya karena ini bukan waktu yang tepat untuk membahasnya. "Aku cemburu melihatmu lebih dekat dengannya," sambungnya dalam hati.

"Hanya apa hah?!" Tanya gadis mungil itu kesal.

"Hanya saja aku sedikit kesal karena dianggap gaib," sahut John asal.

"Gak masuk akal tahu nggak?! Ishh kamu nyebelin banget sih?! Aku pikir kamu marah kepadaku! " Gerutu Anna sambil memukul-mukul dada bidang pria berdimple yang kini sedang mendekapnya erat.

"Kkkk~ apa kau takut jika aku marah?" Tanya John sambil terkekeh geli walaupun dia tahu gadis yang didekapannya tidak melihatnya.

"Entahlah aku pun tak tahu, sejak kau bersikap seperti itu tiba-tiba hatiku merasa tak nyaman. Seolah kita sudah dekat sejak lama," ungkap Anna jujur.

'Memang kita sudah dekat Na, hanya saja semenjak kau hilang ingatan, kita jauh dengan sendirinya,' gumam pria berdimple itu pelan.

Tanpa mereka sadari bahwa Rama belum sepenuhnya pergi dari sana, pria berparas anime itu sengaja keluar bertujuan untuk memberikan ruang bagi keduanya. Dia menyunggingkan senyuman tipis, setidaknya dia harus sadar diri bahwa suatu saat nanti ingatan gadis pujaan hatinya kembali seperti sedia kala.

'''''

Keesokan harinya pria berkulit putih pucat itu kembali menjalankan aktivitasnya, namun sepertinya dia membangun tembok pembatas dengan sangat kokoh seolah-olah tidak akan ada yang mampu meruntuhkannya. Yup benar, kini Gibran kembali bersikap dingin bahkan terlihat lebih parah dari sebelumnya. Dia benar-benar acuh dengan sekitarnya, hanya memakan sarapannya dalam diam sambil memasang wajah sedatar tembok China, oh satu lagi tatapan tajam dari manik kelamnya membuat orang-orang disekitarnya merasa mati kutu seketika.

Mungkin dengan cara seperti ini lah dia dapat menyembunyikan seberapa rapuhnya Gibran tanpa keberadaan Anna disisinya.

Trang!

Suara sendok terlempar diatas piring, membuat seluruh pasang mata mengalihkan pandangan kearahnya, namun memangnya dia peduli? Jawabannya tentu tidak.

"Aku sudah selesai, sekarang harus pergi ke sekolah," ucap Gibran datar.

Setelah berucap seperti itu Gibran segera bergegas keluar menuju Lamborghini Aventador yang sudah terparkir apik didepan rumah megah tersebut. Sekali lagi dia kembali bersikap seperti dulu.

Dia duduk dibangku kemudi sambil tersenyum kecut, menyadari betapa rapuh dirinya namun memang itulah kenyataannya. Dia merasa bahkan sangat hampa karena baginya Anna adalah sunshine yang selalu berhasil menghangatkan hatinya disaat hampir mati rasa.

"Na, tahukah kau bahwa aku sangat merindukanmu?" Tanyanya pada diri sendiri. "Kau jahat Na, aku akui bahwa sempat membuatmu sakit hati karena ulahku, tapi aku mohon jangan menghukumku seperti ini. Aku tidak kuat Na, aku minta agar kamu cepat mengingatku kembali," sambungnya lirih.

Tak ingin semakin larut dalam pikirannya, pria berkulit putih pucat itu segera menancapkan gasnya. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, karena dipagi hari suasana hiruk pikuk Ibukota selalu padat bukan hanya anak pelajar saja akan tetapi pebisnis pun sama banyaknya.

TBC