webnovel

Possessive Wife

Kisah drama keluarga, seorang istri yang memiliki sifat posesif dari suami yang sangat penyabar..

Christina_240986 · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
12 Chs

Bab 11

"Bunda, hari ini mau masak apa?" tanya suami padaku.

"Bunda maunya makan ayam goreng aja, buatan ayah" jawabku, entah kenapa, aku lebih ingin makan ke yang berbau daging, aku malas kalau harus makan sayur mayur.

"Sayur? Ga mau?" tanya suami yang udah siap-siap hendak pergi ke pasar.

"Ga pengen sayang, malas makan sayur," jawabku seraya menggelengkan kepalaku.

"Ya udah, ayah ke pasar dulu," ucapnya, memakai jaketnya lalu berangkat. 

Sementara suami pergi, aku bergegas mengambil ponselnya, menelisik siapa saja yang diajak komunikasi. Semua akun aku buka, apakah ada yang mencurigakan. Pengaruh ucapan ibu-ibu itu sangat besar bagiku, aku benar-benar takut suamiku di rebut pelakor, aduh jangan sampai deh.

Ku buka satu persatu, semua aman, tak ada yang mencurigakan. Aku meletakkan kembali ponselnya, dan kemudian aku mulai bebersih rumah seraya menunggu suami datang dari pasar.

Setelah beres ku periksa cucian piring, ternyata suami belum sempat mencuci piring. Aku bergegas mengalirkan air ke tempat cuci piring, duduk mengambil sabun dan mulai bergerak.

"Bunda ngapain?" tanya suamiku yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangku.

"Mau cuci piring ayah," jawabku tanpa menoleh.

"Bangun, bangun, ga usah cuci piring, biar ayah yang kerjakan. Disana licin sayang, nanti jatuh, bangun, ayah tidak mau ya, nanti bunda kenapa-kenapa sama calon bayi kita, sudah ahh, biar ayah yang kerjakan." Suamiku membantuku berdiri, aku masuk ke dapur meninggalkan piring-piring dan saudara-saudaranya yang masih berantakan.

"Bunda masak ya?" Akhirnya aku inisiatif untuk mengambil alih tugas memasak, kecuali daging ayam yang rencananya akan di goreng suami khusus untukku.

"Oke sayang."

Ku olah apa yang di beli suamiku di pasar, sementara dia menyelesaikan cucian piring. Setelah selesai, ia melanjutkan membumbui daging ayam yang sudah ia potong-potong, dan kemudian ia goreng kering sesuai dengan keinginanku. Semua selesai, kita sarapan bareng di ruang depan duduk santai di atas lantai beralas tikar.

Pak suami bersiap pergi ke kantor, hari ini dia piket, jadi kemungkinan bolak balik sebentar seperti biasa dan benar-benar pulang dini hari atau pagi buta.

Sepeninggal suami ke kantor, aku mengintip dari pintu depat. Melihat keberadaan para ibu-ibu penghuni asrama, aku perlu konfirmasi tentang kata pi pi yang di sampaikan suamiku. Kalau belum mendapat kepastian aku tidak akan tenang. Semalampun itu masih terngiang-ngiang di kepalaku.

Ku lihat ada 3 orang ibu-ibu yang duduk-duduk di salah satu bangku tidak jauh dari depan rumahku, aku bergegas keluar dan menghampiri mereka.

"Pagi bu ibu," sapaku seramah mungkin pada perkumpulan ibu-ibu asrama yang di bilang suami suka nge gosip.

"Ehhh bu Andra, tumben, sini bu ngumpul bareng kita, ngobrol-ngobrol dan cerita," ucap Bu Leo padaku.

"Iya bu, boleh gabung ya," ucapku pada mereka semua, melirik saru persatu 3 ibu-ibu itu.

"Duduk sini bu," jawab bu Andre seraya menepuk-nepuk tempat duduk kosong di sisi kirinya.

Rata-rata semua menggunakan bahasa papua di sebagian kalimat yang mereka ucapkan, aku hanya mendengarkan mereka ngoceh secara bergiliran.

"Bu Andra ngerti kan yang kami bicarakan?" tanya Bu Andre padaku.

"Ngerti bu, suami juga sering menggunakan bahasa Papua dirumah, jadi sudah sedikit paham," jawabku sambil tersenyum. Beberapa memang aku paham dengan bahasa Papua, karena suami yang logatnya sudah kental banget dengan bahasa Papua, mungkin karena sudah lama menetap di sini.

"Maaf bu, saya mau tanya, kalau pi itu artinya apa ya?" tanyaku di sela-sela obrolan kami.

"Ohh  kalau pi itu artinya pergi bu, misalnya mau bilang kita pi makan dulu ya, begitu kira-kira," jelas bu Roy seraya memberikan contoh.

"Ohhh, jadi gitu," jawabku manggut-manggut.

"Kenapa bu? Lama-lama pasti ibu paham kok sama bahasa Papua. Sama kayak saya dulu juga kan tidak mengerti, tapi sekarang sudah tau artinya. Bahkan bicarapun akan terbiasa berbahasa Papua," ucap Bu Andre ikut menjelaskan.

"Kemarin saya itu salah paham sama suami saya. Dia bilang pi mandi dulu, jadi saya kaget, saya kira dia bilang pi itu artinya papi, jadi saya curiga. Makanya saya tanya sama ibu-ibu semua, suami sudah jelasin sih, cuma biar lebih yakin saja, takut aja kalau dia berbohong." Aku menceritakan kesalahpahamanku dengan suamiku kemarin.

"Hahahaha ... bu Andra lucu. Tapi ngomong-ngomong ibu Andra pernah ga diajak main sama suaminya di tempat dia nongkrong? Hati-hati lo ...." Bu Roy sepertinya mulai memanas-manasi hatiku ini yang memang cepat sekali terpancing amarah.

"Pernah kok bu," jawabku yakin.

"Jaga suaminya baik-baik bu, suami saya lo, saya hamil dia malah tidur sama l***e, bikin jengkel, bahkan sampai saya yang pergoki langsung itu di kos-kosan si cewek kurang asem itu." Cerita bu Leo, ia menceritakan kebobrokan suaminya dari A-Z, membuatku semakin perlu waspada.

"Iya bu, saya pasti jaga suami saya." Rasa-rasanya kalau berlama-lama dengan mereka otakku bisa rusak, selalu di suguhi cerita perselingkuhan dan penghianatan.

"Bu Andra, saya mau tanya, kalau suami ibu mau ga dia bantu ibu di rumah? Atau ngapain gitu," tanya Bu Leo padaku dengan memasang mimik wajah seriusnya.

"Kebanyakan memang suami yang kerjakan bu, saya lebih sering cuma bersih-bersih rumah saja, masak juga kadang-kadang suami, kepasar juga suami," jawabku jujur.

"Alah bu, hati-hati lo, itu bisa aja cuma awal-awal saja, wajar masih pengantin baru, liat aja nanti, paling juga macam suami kita ini, yang taunya hambur uang sama makn perempuan." Bu Roy berkomentar dengan sesuka hatinya, seakan-akan menyamakan suamiku dengan suaminya.

"Itu kan suami ibu, suami saya  belum tentu seperti itu, jangan menyama ratakan semua bu, tuh, suaminya bu Lusi buktinya, kan tidak seperti yang kalian fikir." jawabku jengkel.

"Buktikan aja bu, liat nanti setelah punya anak, masih ga suami ibu rajin." Bu Andre turut mengomentari.

"Iya bu, terserah ibu-ibu aja, silahkan nilai sendiri ha bu, terimakasih sebelumnya,"

Eleh ... paling mereka semua korban perselingkuhan, kok malah mempengaruhi aku sih. Nyama-nyamain suamiku dengan suami mereka lagi, ihh ... bisa-bisa sakit hati aku lama-lama disini ngumpul sama mereka.

Aku memilih bergegas untuk pulang. Matahari sudah semakin terik dan meninggi, matakupun sudah tak sanggup lagi di ajak kompromi.

"Bu ibu, maaf ya, saya pamit dulu, mau istirahat, ngantuk sangat." Setelah di jawab dengan anggukan dan persetujuan, ku lajukan langkahku dengan cepat menuju rumah. Tak sekalipun aku menengok ke belakang lagi.

Nanti aku harus ceritakan semua ke suamiku, biar suamiku ga kayak suami-suami mereka. Aku harus memberinya ceramah panjang lebar, agar paham jadi suami yang baik itu seperti apa

Bersambung....