Arul baru selesai mandi ketika Dia melihat ada seorang bapak-bapak yang sedang berbicara dengan Hendro di depan kamar. Dia jadi teringat kata-kata Risya kalo papahnya akan datang. " seperti apa ya mukannya?" pikir Arul sambil melihat kearah laki-laki separuh baya yang duduk di depan kamar Hendro.
Arul tersenyum ramah pada bapak tadi yang kebetulan melihat ke arahnya. Tapi pak Suharso justru mengacuhkannya dan justru memalingkan muka ke Hendro lagi. Hendro juga kaget kalo mereka tidak saling kenal.
" Jadi ternyata hubungan Arul dan Risya belum sejauh itu. sampe pak Suharso tidak mengenal Arul bahkan terkesan cuek. " pikir Hendro.
" Lah itu pak, yang namanya Arul " kata Hendro sambil menunjuk Arul yang hendak masuk ke kamarnya.
Pak Harso jadi melihat ke Arah Arul yang tadi tersenyum menyapanya.
" Tolong panggilkan Dia. " perintah pak Suharso ke Hendro.
" Oh...siap Pak. " kata Hendro
" Rul...Arul..sini ..." teriak Hendro dari tempat duduknya. Dia nggak ingat kalo ada pak Suharso. Jadi asal teriak aja. Sementara pak Suharso malah melotot melihat tingkah Hendro yang asal teriak di atas telinganya.
" hehehe...maaf pak. kebiasaan. " kata Hendro sambil garuk-garuk kepala yang nggak gatal.
Dipanggil begitu Arul mendekat ke Hendro.
" Ada apa Hen ? " tanya Arul
" Plaak.." Pak Harso tiba-tiba menampar Arul dengan keras. yang mengejutkan Arul maupun Hendro.
" Apa yang Bapak lakukan ? kenapa Bapak menampar saya. " tanya Arul dengan suara serak menahan amarah di hatinya. Dia nggak menyangka akan mendapat tamparan dari orang yang tidak dikenalnya.
" Jauhi anak saya, Risya. " kata pak Harso dengan tegas.
Arul mulai mengerti ternyata Dia adalah papahnya Risya. tapi kenapa Dia menamparnya. bukannya Dia sengaja mandi pagi untuk menyambut kedatangan Calon Mertuanya. tidak disangka pertemuan yang ditunggu-tunggu justru membuatnya mendapat tamparan dari Calon Mertuanya.
" Oh..Bapak papahnya Risya. maaf saya tadi baru mau menjemput Bapak. " Kata Arul dengan Sopan dan meraih tangan kanan pak Harso untuk menciumnya. Namun segera di tepis kasar sama pak Harso.
" Kamu tidak perlu cium tangan segala. saya tidak akan pernah merestui hubungan kamu sama Risya. " kata pak Harso dengan keras dan tegas.
" Tapi...Pak. Saya mencintai Risya anak Bapak. Saya sangat mencintai Risya. Saya ingin menikahinya. tolong restui hubungan kami pak. " kata Arul setengah memohon
" Tidak akan..."
" Tapi kenapa? Apa salah saya Pak ? Saya berjanji akan membahagiakan Risya selama hidup saya. "
" Siapa kamu? yang berani mencintai Risya tanpa seijin saya. Yang berani bilang kalo kamu bertunangan dengan Risya tanpa seijin saya? Saya tau kamu hanya mencoba mencari keuntungan dari anak saya yang polos itu. saya juga sudah tau banyak tentang kamu. kamu hanyalah seorang Playboy yang hanya akan membuat anak saya menderita kelak. kamu pikir bisa memperdaya saya dan anak saya? " kata pak Harso dengan keras dan tegas. membuat semua orang yang melintas disekitar mereka menjadi kepo dan menonton kejadian itu.
" Maaf pak saya bisa jelaskan semuanya. Mari kita bicara dengan tenang pak. mungkin ada kesalah pahaman disini. " kata Arul yang mulai risih karena banyak yang menonton pertengkaran itu. Namun pak Harso memang sangat keras kepala. dia tidak perduli dengan orang-orang yang mulai memperhatikan mereka. banyak yang senang dengan pertengkaran mereka.
" Wah...bakalan Heboh nih. pasangan yang tak terpisahkan Arul dan Risya ternyata tidak mendapat restu orang tua. " bisik teman-teman di belakang mereka.
" gimana sih. bilang mau nikah, udah tunangan. eh ternyata kenal sama orang tua aja enggak. dasar penipu lo. " kata yang lain membuat telinga pak Harso semakin panas.
Pak Harso yang mudah terprovokasi jadi semakin membenci Arul.
" Aduh Rul. lo kebanyakan mimpi sih. suka sama anaknya harusnya kenal dong orang tuannya. jadi nggak sampe kena tampar. hahhahahaa..." bisik yang lain.
Muka Arul merah padam antara marah dan juga malu. Coba aja pak Harso bisa diajak bicara baik-baik. dan Dia tadi bisa menjemput pak Harso. nggak bakal begini kejadiannya. tapi Arul berusah mengontrol emosinya. Bagaimanapun Dia adalah orang tua Risya.dan Dia harus menghormatinya.
" Pak ayo kita bicara dulu baik-baik. biar saya jelaskan semuanya?"
" Berapa gaji kamu ?" tanya pak Harso meremehkan.
" Pak...itu..." kata Arul mulai tidak senang dengan sikap pak Harso.
" Gaji kamu pasti lebih kecil dari Risya kan? Saya tau kamu hanya pegawai rendahan disini. pasti kamu memanfaatkan Risya untuk kepentingan kamu sendiri. " kata pak Harso ketus dan semakin merendahkan Arul
" Pak saya dan Risya saling mencintai. dan saya tidak pernah memanfaatkan Risya. "
" makan tuh cinta. kamu pikir pernikahan itu hanya cukup dengan cinta saja. mau dikasih makan apa anak saya kalo gaji kamu aja lebih rendah dari Dia. oh....atau kamu sengaja nebeng sama anak saya nanti setelah menikah. " kata-kata pak Harso begitu tajam menusuk hati Arul. Sebagai laki-laki harga dirinya benar-benar terinjak-injak oleh pak Harso. kata-katanya membuat darahnya mendidih.
" Pak...saya tidak menyangka bahwa ayah dari orang yang saya cintai memiliki mulut yang tajam seperti Bapak. Saya mencintai Risya dengan tulus. dan saya tidak pernah memanfaatkan Risya. saya memang bukan orang kaya, gaji saya mungkin lebih kecil dari Risya. tapi saya mencintainya dengn tulus. dan saya yakin bisa membuatnya bahagia pak. karena bahagia tidak tergantung pada uang. tapi saya juga tidak bisa memiliki Mertua yang hatinya picik seperti Bapak. " kata Arul kasar. hancur sudah rasa hormat kepada calon Mertuanya. lupa sudah dia dengan rasa cintanya pada Risya dan janjinya berjuang bersama. yang ada dihatinya kini, hanya harga diri dan martabatnya yang sedang dipermalukan oleh pak Harso di depan orang banyak.
" kamu....dasar anak tidak tau sopan santun. jangan pernah kamu dekati anak saya lagi !!! " perintah pak Harso
" Saya tidak akan mendekati Risya lagi." Kata Arul dengan penuh emosi... Dia bahkan tidak menyadari apa yang dikatakannya.
" Bagus....bagus....kalo kamu memang tau diri kamu harus pergi sejauh-jauhnya dari kehidupan anak saya."
Arul tak mampu menguasai dirinya dan mengontrol emosinya lagi. kemudian melangkah pergi ke kamarnya. Dia takut jika tetap disini maka akan memperparah pertengkarannya dengan pak Suharso. Hancur sudah rasa hormatnya pada pak Suahrso. tidak peduli lagi dia pada calon mertuanya yang begitu sombong.
Mereka belum sempat berkenalan dengn baik. malah sudah menamparnya dan menjelek-jelekkan dia di depan banyak orang. Lelaki mana yang bisa menerima penghinaan seperti itu. seberapa besarnya cinta dihatinya pada Risya. tapi kelakuan ayahnya membuat harga dirinya terluka.
" Cobaan apalagi ini, kenapa semua menjadi begini. apa salahku mencintai kamu Ris? bukankah cinta adalah anugrah terindah dari yang maha kuasa. tapi kenapa jalan cinta kita begini tajam. baru kemarin kita bisa tenang karena masalah Belinda. kini muncul lagi masalah baru. Apa yang harus aku lakukan. kenapa juga aku tadi sampe bicara kasar sama papahnya Risya. Aduh....aku bener-bener terbawa emosi...huft...gimana ini." Arul begitu frustasi..
Sementara itu pak Suharso juga masih morang-maring di kamar Hendro.