Pendekar sutra ungu, Pangeran Arya dan Putri Sekarwati menginap di padepokan Kiai Benggolo. Pendekar Sutra ungu berniat membalas dendam kepada Dukun gelap yang dulu merampas janinnya. Sementara Putri Sekarwati dan Pangeran Arya ingin mengetahui, siapa yang menyuruh dukun gelap mengirimkan santet kepada Putri Sekarwati. Mereka berempat pergi menuju gubuk dukun gelap itu. Dukun gelap tidak tahu, bahwa kekuatan mereka telah hilang. Hilangnya kekuatan dukun gelap karena sumber kekuatan mereka telah hilang. Sumber kekuatan mereka tak lain berasal dari Raja Buto ijo yang terbunuh.
"Ayo berangkat kanda," kata Nyai Wungu.
"Ayo," kata Kiai Wungu.
"Raden, genduk Sekarwati! Ayo berangkat," kata Nyai Wungu.
"Iya bunda," kata Putri Sekarwati.
"Romo, bunda! Kuharap engkau tidak sungkan terhadap kami. Maaf kami kemarin memang berbohong. Karena jika kami mengaku kalian pasti akan sungkan terhadap kami," kata Pangeran Arya.
"Pangeran juga ingin menimba ilmu kesaktian dari kalian bunda. Tolonglah anggaplah kami menjadi anak kalian. Kalian lebih sakti dari Pangeran. Makanya Pangeran merasa rendah diri dari ilmu kalian. Maka dari itu Pangeran menutupi jati dirinya bunda," kata Putri Sekarwati.
"Tapi sebenarnya kami tidak enak Raden. Walaupun ilmu kita lebih tinggi, kasta kita berbeda," kata Nyai Wungu.
"Kasta boleh beda, tapi hati kita tetap sama bunda. Menemukan kalian bagi kami seperti menemukan permata," kata Pangeran Arya.
"Iya Raden, kami akan belajar menerima semua ini," kata Nyai Wungu.
Perjalanan hampir tiba di gubuk Dukun gelap itu. Beberapa langkah lagi sudah berada di depan gubuk itu.
Ketokrek!
Ngeek!
Ketokrek!
Ngeek!
Ketokrek!
Ngeek!
Suara kuda berhenti mengikuti perintah tuannya untuk berhenti.
"Nah itu dua tongkatnya sedang berada di depan pintu. Mereka pasti ada di dalam," kata Kiai Wungu.
"Benar kanda! Aku sudah tidak sabar ingin menghajar mereka," kata Nyai Wungu.
"Jika benar Dinda Sekarwati di kutuk mereka, aku juga ingin menghajar mereka," kata Pangeran Arya.
"Tapi kulampiaskan dendamku dulu Raden. Kita dulu yang akan menghadapi mereka. Karena mereka sudah jelas merampas janinku," kata Nyai Wungu.
"Nanti kita paksa mereka untuk mengaku," kata Kiai Wungu.
Tiba-tiba pendekar sutra ungu memaksa Sepasang dukun gelap itu untuk keluar rumah. Pendekar Sutra ungu menantang mereka.
"Hai! Keluar kalian! Kami adalah malaikat mautmu!" teriak Nyai Wungu.
"Jika kalian tidak keluar, akan kami dobrak pintu rumah kalian," kata Kiai Wungu.
Sementara Pangeran Arya dan Putri Sekarwati melihat dan berbisik-bisik dari jarak agak jauh.
"Kita jadi penonton saja kanda," bisik Putri Sekarwati.
"Iya dinda, tapi dari dukun itu, kita juga harus mengetahui siapa yang mengirimkan santet kutukan ular kepadamu," bisik Pangeran Arya.
Sepuluh menit Dukun gelap itu tidak juga keluar dari rumahnya. Akhirnya Pendekar sutra ungu mendobrak pintu mereka dengan selendangnya.
"Hai...! Keluar kalian! Kuhitung satu sampai lima! Jika kalian tidak keluar, pintu ini akan kudobrak!" kata Kiai Wungu.
"Satu, dua, tiga, empat, lima!" kata Nyai Wungu.
"Mereka tidak keluar dinda, dobrak saja dengan selendangmu," kata Kiai Wungu.
Hiyat!
Sreet!
Bruak!
Door!
Selendang sutra ungu melesat mengenai pintu rumah gubuk itu, dan pintu itu rusak karena serangan dari selendang sutra ungu milik Nyai Wungu. Pintu gubuk terbuka. Tak disangka, sepasang suami istri dukun gelap itu lagi bermeditasi. Mereka terkaget melihat pintu mereka telah rusak.
"Hah! Pintu rumahku. Lihat kanda pintu rumah kita hancur," kata Nyai Gelap.
"Hah! Siapa yang melakukan nya?" kata Kiai Gelap.
"Kurang ajar, ayo kanda kita keluar! Hadapi mereka," kata Nyai Gelap.
"Ayo dinda," kata Kiai Gelap.
Sepasang dukun gelap keluar rumah dan mengetahui siapa Pendekar yang mendobrak pintu mereka.
"Hah! Sepertinya kita pernah kenal?" bisik Nyai Gelap.
"Benar! Apa mereka ingin membalas dendam karena janinnya kita ambil. Tapi biarlah sumber kekuatan dari Raja buto ijo pasti biaa melumpuhkan mereka," bisik Kiai Gelap.
"Ha...ha...ha...!Apa kabar Kyai gelap dan Nyai Gelap! Masih ingatkah kalian dengan kami," kata Kiai Wungu.
"Ha...ha...ha...! Tentu saja kami masih ingat dengan kalian. Kalian adalah orang tua dari janin yang sudah kami rampas?" kata Kiai Gelap.
"Benar! Kami kesini untuk menuntut keadilan atas perbuatan kalian. Buat apa kalian bertapa. Sumber kekuatan kalian sudah hilang. Raja buto ijo sudah mati di tangn kami," kata Nyai Wungu.
"Tidak mungkin Raja Buto ijo mati. Kalian hanya menakuti kami. Ha...ha...ha...!" Kata Kyai Gelap.
"Terserah! Yang jelas Raja buto ijo sudah menjadi bangkai. Apa kalian tahu. Betapa sakitnya kami kehilangan janin kami. Kalian sudah merampas kebahagiaan kami!" kata Nyai Wungu.
"Ha...ha...ha...! Kami tidak peduli dengan kebahagiaan kalian. Yang penting kita mendapatkan apa yang kita cari," kata Kiai Gelap.
"Kalian benar-benar egois dan jahat!" kata Nyai Wungu.
"Jadi kalian kesini mau membalas dendam atau mengantarkan nyawa. Atau mengantarkan daging kalian untuk di makan Raja buto ijo. Oh ada orang lagi di sana yang mau mengantarkan nyawanya. Ha...ha...ha...!" kata Nyai Gelap sambil menunjuk Pangeran Arya dan Putri Sekarwati.
"Pergi dari sini atau mati melawan kami," kata Kiai Gelap.
Tiba-tiba Pendekar sutra ungu melancarkan serangan kepada Dukun gelap itu.
Hiyat!
Sreet!
Door!
Selendang sutra ungu milik Nyai Wungu melesat mengenai Nyai Gelap.
Hiyat!
Nyai gelap menghindar dari serangan.
Sementara Kiai Wungu juga melesat kan selendangnya mengenai Kiai Gelap.
Hiyat!
Sreet!
Door!
Hiyat!
Kiai gelap menghindar dari serangan.
Pertempuran dari sepasang suami istri itu tak bisa terhindarkan. Walaupun sumber kekuatan dari Dukun gelap itu hilang, setidaknya mereka masih menguasai ilmu bela diri untuk melawan Pendekar sutra ungu itu. Tetapi dukun gelap itu akhirnya terpojok juga. Karena Kesaktian hanya mengandalkan ilmu bela diri, dan ilmu Pendekar sutra ungu sudah jauh lebih tinggi di bandingkan mereka.
Hiyat!
Sreet!
Brugh!
Selendang Nyai wungu melesat lagi. Dan mengenai badan Nyai Gelap.
"Ah" erang Nyai Gelap kesakitan terkena serangan Nyai Wungu.
Tiba-tiba Nyai gelap menggunakan tongkat untuk menyihir Nyai gelap menjadi ular. Tapi tongkat itu tidak berfungsi. Hal itu juga di lakukan Kiai gelap untuk menyihir Nyai Wungu.
"Jadilah ular! Jadilah ular! Jadilah ular!" ucap Nyai Gelap sambil menodongkan tongkatnya ke arah Nyai Wungu.
Tetapi dengan membawa kalung sakti dari Raja buto ijo. Kiai Wungu menyorotkan cahaya kalung itu ke arah tongkat dua dukun gelap itu. Akhirnya tongkat dari dua dukun gelap itu tidak berfungsi sama sekali. Kalung itu juga sebagai pelebur kekuatan jahat dukun gelap tersebut.
"Dinda, kenapa tongkat kita tidak berfungsi?" kata Kiai Gelap.
"Ha...ha...ha...! Sudah kukatakan sumber kekuatan kalian telah hilang," kata Kiai Wungu.
"Ha...ha...ha...! Siap-siaplah terima ajalmu," kata Nyai Wungu.
"Kurang ajar!" kata Nyai Gelap dan Kiai Gelap.
Sepasang dukun gelap itu masih sanggup melawan meski hanya mengandalkan ilmu beladiri.
Hiyat!
Bught!
Hiyat!
Brught!
Tendangan Nyai Wungu mengenai perut dua dukun gelap itu. Kemudian Kiai Wungu memukul mereka dengan gada.
"Ah" erang dua dukun gelap itu kesakitan.
Tiba-tiba Nyai Wungu mengambil pedangnya dan ingin menghabisi nyawa mereka.
"Jangan bunuh kami, tolong!" Rengek dukun gelap yang sudah tidak berdaya menghadapi amukan Pendekar sutra ungu.
"Akan kubunuh kalian! Nyawa harus di bayar dengan nyawa!" kata Nyai Wungu.
"Tunggu bunda, jangan di bunuh dulu, tanya dulu siapa yang menyuruhnya mengirimkan santet kutukan ular kepada Putri sekarwati," kata Pangeran Arja sambil menahan Nyai Wungu memegang pedang.
"Oh iya Raden, maaf!" kata Nyai Wungu.
"Kanda!" ucap Putri Sekarwati sambil mendekati Pangeran Arya.
Seet!
Selendang ungu melesat dan mencekik leher sepasang dukun gelap itu.
"Sekarang katakan! Siapa yang menyuruh kalian mengirimkan santet kepada Putri Sekarwati. Sampai Putri Sekarwati menjadi ular," kata Nyai Gelap.
"Ka...ka...kami di suruh oleh Ratu dan tuan putri istana," kata Nyai Wungu sambil ketakutan dan gelagapan.
"Katakan nama Ratu dan tuan putri istana itu!" kata Nyai Wungu sambil membentak dukun gelap itu.
"Na...na..Namanya Dewi Ambiwati dan Putri Galuh," kata Nyai Wungu sambil ketakutan.
Pangeran Arya dan Putri Sekarwati langsung syok mendengar pengakuan Dukun Gelap itu.
"Apa! Mereka tega melakukan ini padaku? Aku tidak menyangka" kata Putri Sekarwati.
"Me..mereka iri terhadap Putri Sekarwati. Karena Prabu kamandanu pilih kasih dan ternyata Putri Galuh juga mencintai Pangeran Arya," kata Nyai Wungu sambil ketakutan dan gelagapan.
Romo Kamandanu harus tahu tentang hal ini. Mereka harus di adili," kata Putri Sekarwati.
"Aku sudah curiga sebelumnya dinda," kata Pangeran Arya.
"Maaf Nduk! Dewi Ambiwati dan Putri Galuh itu siapa?" kata Nyai Wungu.
"Mereka adalah ibu dan saudara tiriku bunda. Romo Kamandanu menikahi Bunda Ambiwati karena sayembara istana. Karena istana di tuntut adanya Ratu baru. Kekosongan kursi Ratu sudah lama ditinggalkan karena kepergian ibuku. Dewi Larasati," kata Putri Sekarwati menjelaskan kepada Nyai Wungu.
Bugh!
"Ah!" erang dua dukun gelap karena di tendang oleh Nyai Wungu.
"Gara-gara kalian Tuan Putri Sekarwati menjadi terlunta-lunta," kata Nyai Wungu.
"Ampun Nyai!" ucap dua dukun gelap sambil meminta ampun.
Tiba-tiba Nyai Wungu melemparkan dua dukun gelap itu ketanah. Kemudian menusuk mereka pedangnya. Dan akhirnya dukun gelap itu meregang nyawa.
Hiyat!
Brugh!
"Nyawa harus di bayar dengan nyawa, kalian sudah merampas janinku. Rasakan ini!" ucap Nyai Wungu sambil meluapkan kekesalannya.
Jlep!
"Ah!" erang dua dukun gelap yang meregang nyawa.
"Mereka sudah mati bunda," kata Pangeran Arya.
"Lebih baik di bawa mayatnya ke istana. Mayat ini sebagai bukti persekongkolan Dewi Amabiwati dan Putri Galuh," ucap Kiai Wungu.
"Mereka tidak akan bisa mengelak. Bukti sudah kuat," kata Pangeran Arya.
"Iya Raden," ucap Nyai Wungu.
"Semua sudah jelas, ayo saatnya kita kembali ke istana Pringsewu," kata Pangeran Arya.
"Baiklah," ucap mereka.
Ketokrek!
Ngeek!
Ketokrek!
Ngeek!
Ketokrek!
Ngeek!
Suara kuda berhenti mengikuti perintah tuannya untuk berjalan.
Pangeran Arya dan Putri Sekarwati mengajak Pendekar sutra ungu untuk kembali ke istana Pringsewu. Pendekar Sutra ungu membawa mayat dukun gelap itu sebagai bukti, bahwa Dewi Ambiwati dan Putri Galuh telah bersalah. Karena menyuruh mereka mengirimkan santet kutukan ular kepada Putri Sekarwati.
Bersambung.