webnovel

28. Penangkapan Dewi Ambiwati dan Putri Galuh

Pendekar sutra ungu, Pangeran Arya dan Putri Sekarwati telah mengetahui siapa dalang di balik kejahatan yang menimpa Putri Sekarwati. Pangeran Arya dan Putri Sekarwati tidak menyangka, ibu tiri dan saudara tirinya tega melakukan hal seperti itu. Hal itu sampai membuat Putri Sekarwati terlunta-lunta karena kutukan ular. Hari ini mereka akan mengadili perbuatan Dewi Ambiwati dan Putri Galuh. Sementara mayat sepasang dukun gelap itu di bawa oleh Pendekar Sutra Ungu, agar Dewi Ambiwati dan Putri Galuh tahu, penolongnya sekarang telah mati. Kemudian Putri Sekarwati membonceng kuda Pangeran Arya menuju istana Pringsewu.

"Aku tidak menyangka, mereka tega berbuat seperti ini padaku," kata Putri Sekarwati.

"Iya Dinda. Tapi aku sudah curiga dari awal. Yunda Galuh pernah menyatakan cinta padaku. Aku menolaknya. Hal itu pula yang membuat iri saudara tirimu," kata Pangeran Arya.

"Benarkah kanda?" kata Putri Sekarwati.

"Iya Dinda. Dia sempat menangis saat cintanya aku tolak. Padahal aku menghormati Yunda Galuh sebagai kakakmu. Tetapi malah seperti itu," kata Pangeran Arya.

"Iya Kanda. Aku juga merasa Bunda Ambiwati merasa benci terhadapku karena kasih sayang Romo Kamandanu terlalu besar terhadap saya. Saya juga tahu, Romo Kamandanu tidak terlalu mencintai Bunda Ambiwati. Romo Kamandanu menikah dengannya hanya desakan rakyat. Tapi tidak di sangka malah membawa malapetaka," kata Putri Sekarwati.

"Oh begitu. Aku yakin Romomu itu setia dinda. Dia hanya mencintai satu wanita, yaitu bundamu. Dewi Larasati," kata Pangeran Arya.

"Iya Kanda. Romo Kamandanu menikah hanya terpaksa. Karena tuntutan rakyat," kata Putri Sekarwati.

"Makanya ndok, kita harus cepat sampai ke istana Pringsewu. Dua wanita itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Perbuatannya sudah membuatmu sengsara," kata Nyai Wungu.

"Kami sudah lega, dendam kami terbalaskan," kata Kiai Wungu.

"Iya Bunda. Secepatnya kita harus ke istana Pringsewu," kata Putri Sekarwati.

Istana Pringsewu sudah di depan mata. Saatnya empat orang itu masuk untuk menangkap Dewi Ambiwati dan putrinya.

Ketokrek!

Ngeek!

Ketokrek!

Ngeek!

Ketokrek!

Ngeek!

Suara kuda berhenti mengikuti perintah tuannya untuk berhenti.

Pangeran Arya, Putri Sekarwati dan Pendekar Sutra Ungu langsung ke belakang istana. Mereka menyuruh prajurit istana untuk menangkap Dewi Ambiwati dan Putrinya untuk di penjara. Ketika di belakang istana Putri Sekarwati berpapasan dengan Mbok Sumi, dia adalah abdi setianya. Mbok Sumi dan para prajurit pun bahagia, karena Putri Sekarwati telah berubah menjadi manusia seperti semula. Putri Sekarwati tatap cantik seperti sedia kala.

"Hah! Tuan Putri Sekarwati! Kau berubah!" ucap Mbok Sumi.

"Iya Mbok? Syukurlah," ucap Putri Sekarwati sambil memeluk Mbok sumi.

Walaupun beda kasta. Putri Sekarwati tidak membeda-bedakan. Mbok Sumi sudah di anggap seperti ibunya sendiri. Itulah yang membuat Mbok Sumi setia kepada Putri Sekarwati.

"Duh! Hamba ikut senang Putri Sekarwati sudah kembali ke istana," kata Mbok Sumi sambil memeluk Putri Sekarwati.

"Selamat datang kembali tuan Putri Sekarwati," ucap salah satu Prajurit istana dengan senyum.

"Kami selalu berdoa untukmu, kami selalu merindukan engkau kembali ke istana," ucap salah satu Prajurit istana dengan senyum.

"Terima kasih Mbok Sumi, terima kasih paman prajurit," ucap Putri Sekarwati

"Lha ini ada apa tuan Putri? Kenapa tidak langsung ke istana dan kumpul dengan keluarga. Lalu kenapa orang ini membawa mayat ke sini," kata Mbok Sumi.

"Ini adalah mayat dukun gelap. Dukun gelap ini yang mengirimkan santet kutukan ular kepada Putri Sekarwati," kata Pangeran Arya.

"Dan dukun gelap ini di suruh oleh Bunda Ambiwati dan Putri Galuh. Karena mereka iri terhadap saya mbok," kata Putri Sekarwati.

"Hah! Apa! Saya sudah menduga dari awal. Merekalah pelakunya," ucap salah satu Prajurit istana.

Ternyata kehadiran Dewi Ambiwati dan Putri Galuh tidak di sukai oleh beberapa staf istana. Karena kelakuan mereka semena-mena. Sifat mereka kurang bersahabat kepada staf istana kerajaan.

"Kita tangkap saja mereka. Kami benci dengan mereka. Mereka semena-mena dengan kami," ucap salah satu Prajurit istana.

"Tangkap saja Pangeran. Kami sudah kesal dengan perlakuan mereka. Jangan sampai lolos," ucap Mbok Sumi.

"Iya Mbok Sumi. Prajurit siapkan enam prajurit untuk menangkap dua wanita itu," kata Pangeran Arya.

"Baiklah Pangeran. Segera kami siapkan," ucap salah satu Prajurit istana.

Pangeran Arya, Putri Sekarwati dan Pendekar Sutra ungu segera menuju istana untuk penangkapan Dewi Ambiwati dan Putrinya. Mereka di ikuti oleh enam prajurit yang membantu mereka. Ketika itu Dewi Ambiwati dan Putri Galuh sedang duduk santai menikmati makanan istana. Pada saat itu Prabu Kamandanu berada di sampingnya. Di ruangan itu hanya ada tiga orang yaitu Dewi Ambiwati, Putri Galuh dan Prabu Kamandanu. Mereka sedang asyik mengobrol.

"Putri Sekarwati sudah bebas dari kutukan ular itu dinda," kata Prabu Kamandanu.

"Benarkah?" ucap Dewi Ambiwati.

"Iya Dinda, aku sudah bertemu dengan putri Sekarwati. Dia sembuh seperti sedia kala," kata Prabu Kamandanu.

"Oh...Syukurlah," kata Dewi Ambiwati tapi dengan hati kesal.

Ketika Prabu Kamandanu lengah. Dewi Ambiwati dan Putri Galuh berbisik-bisik. Mereka heran, kenapa Putri Sekarwati bisa sembuh dari kutukan ular yang mereka kirim dari dukun gelap itu. Pasti ada sesuatu yang tidak beres. Gumamnya dalam hati.

"Ibu, kenapa dinda Sekarwati sudah bebas dari kutukan ular itu. Pasti ini ada yang tidak beres," tanya Putri Galuh kepada ibunya sambil bisik-bisik di telinga.

"Gawat ini! Saya juga tidak tahu ndok. Kenapa putri itu bisa terbebas dari kutukan itu. Jangan-jangan dukun gelap itu mati. Atau sumber dari kekuatan dari dukun gelap itu sudah tidak ada. Atau jangan-jangan Raja buto ijo ada yang membunuhnya. Tapi Raja buto ijo itu sangat sakti lho!. Kalau ada siapa yang berhasil membunuh Raja buto ijl itu?" kata Dewi Ambiwati sambil bisik-bisik di telinga.

"Iya gawat ini ibu. Lalu bagaimana dengan kita. Kita bergantung pada kekuatan besar Raja Buto ijo itu," kata Putri Galuh sambil bisik-bisik di telinga.

"Wah iya gawat sekali ini," kata Dewi Ambiwati sambil bisik-bisik di telinga.

Tiba-tiba pintu ruangan terdobrak. Pangeran Arya dan Putri Sekarwati masuk. Sedangkan Pendekar sutra ungu masih di luar membawa mayat.

Door!

"Prajurit! Tangkap dua wanita itu!," perintah Pangeran Arya.

"Pangeran! Apa maksudmu menangkap istri dan anakku?" kata Prabu Kamandanu.

"Mereka bersalah Romo. Mereka adalah dalang dari semua ini. Mereka telah mengirimkan santet kutukan ular kepada Putri Sekarwati," jawab Pangeran Arya.

"Hah!" ucap Prabu Kamandanu terdiam dan tidak percaya.

"Dinda? Kau tega melakukan ini?" kata Prabu Kamandanu.

"Karena kanda selalu pilih kasih terhadap Putri Sekarwati!" kata Dewi Ambiwati.

"Aku kecewa dengan kalian!, Kalian harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian!" kata Prabu Kamandanu.

"Prajurit! Tangkap dua wanita itu!," perinta Pangeran Arya.

Prajurit itu mengejar Dewi Ambiwati dan Putri Galuh.

"Tidak! Lepaskan kami!" ucap Dewi Ambiwati.

"Lepaskan!" kata Putri Galuh.

Dewi Ambiwati dan Putri Galuh meronta ingin di lepaskan dari ikatan prajurit istana.

Hiyat!

Bught!

Nyai Wungu dan Kiai Wungu melemparkan mayat sepasang dukun gelap itu. Mayat itu juga menjadi bukti bahwa mereka bersekongkol dengan Dewi Ambiwati dan Putrinya.

"Ini Prabu. Ini adalah mayat dukun gelap yang sudah mengirimkan santet kepada Putri Sekarwati. Mereka juga merampas janin hamba. Mereka adalah pemuja Raja Buto ijo," ucap Nyai Wungu.

"Aku tidak menyangka," ucap Prabu Kamandanu.

"Pernikahan Romo malah membawa malapetaka," ucap Putri Sekarwati.

"Prajurit! Tahan mereka ke Penjara," kata Prabu Kamandanu.

Tiba-tiba Dewi Ambiwati dan Putri Galuh bisa lolos. Mereka menginjak kaki prajurit lalu mendorongnya ke tembok.

Hiyat!

Bught!

"Ah!" teriak prajurit istana yang kakinya terinjak dan terdorong ke tembok.

Lalu Dewi Ambiwati dan Putri Galuh kabur.

"Hai jangan lari kalian!" teriak Pangeran Arya.

"Mereka tidak akan bisa kabur Raden," kata Kiai Wungu.

Wer!

Kiai Wungu terbang sambil membawa kalung sakti milik Raja Buto Ijo. Lalu mengutuk Dewi Ambiwati dan Putri Galuh menjadi buaya besar. Sorot cahaya hijau mengenai tubuh ibu dan anak itu.

"Jadilah kalian buaya," ucap Kiai Wungu sambil membisikkan mantra ke kalung sakti milik Raja Buto ijo.

Sling!

"Ah!" teriak Dewi Ambiwati dan Putri Galuh terkena sinar dari kalung Raja Buto Ijo.

Cahaya hijau menyelimuti tubuh Dewi Ambiwati dan Putri Galuh. Kemudian mereka berubah menjadi buaya putih raksasa.

Grrr!

Grtt!

"Hah! Buaya! Buaya! Buaya!" teriak staf istana ketakutan melihat dua buaya jelmaan Dewi Ambiwati dan Putri Galuh.

"Tolong...tolong...tolong," teriak staf istana ketakutan melihat dua buaya jelmaan Dewi Ambiwati dan Putri Galuh.

Semua orang di istana gempar karena kehadiran dua buaya putih raksasa itu. Apalagi semua istana tahu, buaya itu jelmaan Dewi Ambiwati dan Putri Galuh.

"Semuanya tolong tenang, biarkan buaya itu pergi. Kasih jalan keluar untuk buaya itu," kata Kiai Wungu.

"Baiklah tuan," kata staf istana.

Mereka memberikan jalan keluar kepada dua buaya raksasa itu. Kemudian dua buaya putih raksasa itu pergi ke muara sungai sebagai tempat tinggal.

Byur!

Byur!

Dua buaya itu menceburkan diri ke muara sungai Pringsewu.

"Kanda? Engkau mengutuk mereka menjadi buaya?" kata Nyai Wungu.

"Iya Dinda. Itu adalah balasan setimpal karena mereka juga mengutuk Genduk Sekarwati menjadi ular," kata Kiai Wungu.

"Terima kasih Romo Wungu. Engkau melakukan kerja sama ini dengan baik," Ucap Putri Sekarwati.

"Iya nduk. Mereka memang pantas mendapatkan kutukan itu," jawab Kiai Wungu.

"Sekarang kita sudah tahu pelakunya siapa. Sekarang tidak ada orang jahat lagi yang berkeliaran di istana ini," kata Prabu Kamandanu.

"Iya Romo Prabu," kata Pangeran Arya.

Masalah sudah selesai. Pendekar Sutra Ungu meminta pamit untuk kembali ke Padepokan Kiai Benggolo.

"Prabu? Masalah sudah selesai. Kami ingin pamit dulu ke padepokan Kyai Benggolo," kata Kyai Wungu.

"Kenapa buru-buru Kyai, apa tidak sebaiknya kalian di sini dulu merayakan keberhasilan ini?" ucap Prabu Kamandanu.

"Iya? Kenapa harus buru-buru bunda wungu. Aku juga ingin lebih dekat mengenal kalian," kata Putri Sekarwati.

"Iya Romo, di sini saja dulu," sanggah Pangeran Arya.

"Sebelumnya terima kasih Prabu, balas dendam yang kami lakukan ini terlalu menguras tenaga, emosi dan pikiran kami. Sementara kami ingin menenangkan diri dulu di kamar kami yang letaknya di padepokan," kata Nyai Wungu.

"Raden Arya dan Genduk Sekarwati? Pasti kapan-kapan kami akan berkunjung kesini lagi. Kami hanya ingin menenangkan pikiran kami. Bayangkan balas dendam ini menyangkut janin yang di rampas dukun gelap itu, itu sangat menyiksa pikiran kami. Kami butuh ketenangan dulu ya," jawab Kiai Wungu.

"Oh ya sudah bunda, hamba mengerti perasaan kalian," kata Putri Sekarwati.

"Aku berharap Romo Wungu dan Bunda Wungu baik-baik saja," kata Pangeran Arya.

"Iya. Nyai Wungu dan Kyai Wungu? Kami sangat berharap kehadiran kalian lagi," ucap Prabu Kamandanu.

"Iya Prabu terima kasih," kata Kiai Wungu.

"Iya Raden Arya, iya Genduk Sekarwati. Setelah tenang kami akan segera kembali," jawab Nyai Wungu.

"Baiklah sekarang kami akan kembali," ucap Kiai Wungu

"Iya hati-hati," kata Prabu Kamandanu, Putri Sekarwati dan Pangeran Arya.

"Iya," jawab Pendekar Sutra Ungu.

Ketokrek!

Ngeek!

Ketokrek!

Ngeek!

Suara kuda berhenti mengikuti perintah tuannya untuk berjalan. Pendekar Sutra ungu meninggalkan istana Pringsewu untuk menenangkan diri.

Bersambung.