Pagi hari, Haruna sudah bersiap pergi bekerja. Kiara terbangun mencium aroma parfum yang Haruna semprotkan ditubuhnya.
"Mama, mau kemana? Kia ikut, Ma," ucap Kiara sambil mengucek matanya.
"Mama, mau pergi bekerja, jadi Kia di rumah dulu sama Tante dan Nenek," ucap Haruna.
"Kia ikut, Ma," rengek Kia.
"Kia kan anak pintar, jadi harus nurut sama Mama, atau Mama marah. Kia mau Mama marah?" Haruna terpaksa menakuti Kiara, karena tidak mungkin baginya jika harus membawa Kiara.
"Enggak, Ma. Kia nurut, Kia di rumah sama nenek," jawab Kiara sambil tertunduk lesu. Haruna mengecup kening Kiara dengan sayang.
Haruna berangkat bersama ayahnya seperti biasa. Haruna mengantar ayahnya ke kedai, baru setelah itu berangkat ke 'Bank Berkah' tempat kerjanya.
***
Sampai di depan kedai, Haruna dan Kamal dibuat terkejut dengan keadaan kedai yang begitu ramai. Beberapa orang preman sedang mengacak kedai Kamal. Para pegawai Kamal tidak ada yang berani masuk, mereka berdiri ketakutan melihat para pria bertubuh besar dan sangar.
Haruna dan Kamal juga panik, Haruna menelepon polisi. Satu jam kemudian, polisi datang dan menangkap para preman itu. Saat di interogasi, para preman itu menjawab, bahwa mereka hanya menjalankan perintah untuk menagih hutang pada Kamal.
"Papa, punya hutang? Kapan?" tanya Haruna pada Kamal.
"Papa berhutang pada sahabat Papa, tapi Papa tidak tahu, jika dia akan setega ini pada Papa," jawab Kamal.
"Hei, Pak tua, hutangmu pada Pak Cipto sudah dibayar oleh bos kami, jadi kami menagih atas nama orang lain," jawab salah seorang preman itu.
"Tapi … saya tidak merasa meminta seseorang untuk membayar hutang saya," jawab Kamal.
Tiba-tiba datang seorang pengacara yang menjamin kelima orang preman itu. Demi mengetahui kebenaran dari ucapan kelima preman itu, polisi meminta pengacara itu menjelaskan permasalahannya.
"Silahkan, saudara pengacara, Jefri, coba Anda jelaskan," ucap polisi itu.
"Tuan Kamal berhutang pada temannya, Cipto, dan Tuan Cipto berhutang sebesar 2 Milyar pada Tuan kami, Tristan Izham Putra. Tuan Cipto menyerahkan pembayaran hutang atas nama Kamal Dermawan, jadi saya harap Tuan Kamal bisa segera melunasinya." Pengacara itu menjelaskan masalah hutang piutang antara Kamal dan Cipto.
"Saya berhutang 20 juta, bagaimana bisa sekarang saya harus membayar 2 Milyar. Tuan pengacara, Anda bercanda, kan?" tanya Kamal memastikan.
"Saya tidak tahu urusan hutang Anda dengan Tuan Cipto. Yang jelas di sini tertulis, nama Anda sebagai penjamin. Tuan Tristan, memberi Anda waktu tiga hari untuk melunasinya. Setelah tiga hari, jika Anda masih belum membayar hutangnya, maka Tuan kami yang akan menagihnya langsung ke rumah Anda.
Pengacara dan kelima preman itu pergi meninggalkan kantor polisi. Tersisa Kamal dan Haruna yang masih duduk di pos jaga, di kantor polisi. Haruna tidak tega melihat ayah angkatnya itu. Bagaimana bisa, jika ayahnya menjual kedai dan rumah sederhana mereka juga tidak akan bisa membayar hutang 2M dalam tiga hari.
"Pa, sekarang Haruna antar Papa pulang dulu. Nanti Haruna coba meminjam dari tempat kerja Haruna. Semoga saja bisa," ucap Haruna.
Haruna mengantar ayahnya pulang, kemudian ia berangkat ke tempat kerjanya. Haruna sudah terlambat lebih dari dua jam, tapi Haruna harus tetap berangkat. Ia harus bicara kepada pihak Bank. Meskipun Haruna merasa mustahil dikabulkan, jika Haruna ingin meminjam uang sebanyak itu.
Namun Haruna tetap ingin mencoba, entah hasilnya nanti. Di meja teller tempat Haruna, berdiri seseorang menggantikan posisi Haruna. Haruna segera menghampiri Sari.
"Sar, dia siapa?" tanya Haruna sambil menunjuk wanita di mejanya.
"Dia pegawai baru, bagian customer service. Karena kamu belum datang, jadi dia menggantikanmu sementara. Sudah sana kerja, tadi bos baru kita memperkenalkan diri. Dia benar-benar masih muda dan sangat tampan, ah, andai dia jatuh cinta padaku," ucap Sari dengan mata terpejam membayangkan wajah Tristan. Namun saat Sari membuka mata, ternyata Haruna sudah tidak lagi di sampingnya. Haruna sudah melayani nasabah di mejanya.
***
Di ruang kantor Direktur utama, Bank Berkah.
Tristan duduk dengan angkuh, menatap layar laptop. Tristan menyuruh anak buahnya memasang kamera pengawas di dinding atas, mengarah ke tempat Haruna. Ia terus memperhatikan Haruna yang sedang melayani nasabah sambil tersenyum. Tristan menyeringai saat melihat Haruna tersenyum.
"Kita lihat, sampai kapan kau akan bisa tersenyum seperti itu," ucap Tristan dengan sudut bibir terangkat.
Levi, berdiri di depan Tristan dan menatap senyum menakutkan dari wajah Tristan. Sungguh, Levi, merasa kasihan pada Haruna. Hanya karena sebuah ucapan yang menyinggung Tristan, dia dan keluarganya masuk ke lubang neraka yang mengerikan. Haruna tetap tersenyum, meski pikirannya kacau memikirkan nasib keluarga mereka.