webnovel

Pelukan Sang Mantan

Dalam waktu bersamaan, Nastya mengalami banyak kesedihan. Ayahnya meninggal dunia dan ibunya koma di rumah sakit. Rumah yang mereka tinggali harus segera dijual untuk biaya perawatan ibunya. Di saat Nastya membutuhkan dukungan dan semangat dari sang kekasih, ia malah mendapati Narendra berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Rasa kecewa, marah, dan benci pun ia rasakan secara bersamaan. Demi membalas rasa kecewanya pada Narendra, Nastya memutuskan untuk berpura-pura menjadi istri dari ayahnya. Itu membuat pria itu sangat marah. Tapi, berperan sebagai ibu tiri dan hidup satu atap bersama dengan mantan kekasihnya, Nastya malah terjebak di dalam pelukan Narendra seumur hidupnya. Pria itu tidak melepaskannya, dan tidak membiarkan Nastya hidup bahagia bersama dengan ayahnya. Bagaimanakah nasib Nastya selanjutnya? Simak cerita selengkapnya, hanya di "Pelukan Sang Mantan". Semoga terhibur ^_^ Follow IG @rymatusya

Tusya_Ryma · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
222 Chs

Tanda Merah di Kerah Baju

Malam semakin larut, semua orang duduk mengelilingi api unggun yang menyala dan menghangatkan tubuh mereka. Narendra yang tadi datang, segera ikut bergabung. Ia duduk di tanah beralaskan tikar tipis di samping ayahnya.

"Narendra, ada apa kau datang kemari?" tanya Hindra dengan penasaran. "Bukankah tadi kau sedang bersama Ralin?"

"Dia sudah pulang!" jawab Narendra dengan acuh. Matanya menatap wanita yang sedang duduk di sebelah kanan Hindra.

"Ayah, apa ayah tidak kasihan pada Nastya, dia terlihat kedinginan," ucap Narendra tiba-tiba. Ia terus menatap wanita itu, walau diabaikan olehnya.

Mendengar ucapan putranya, Hindra segera bertanya pada Nastya, "Apa kau kedinginan?"

"Hehe! Tidak!" Nastya menjawab dengan manis. Mendongak, balas menatap Hindra. "Ada api unggun di sini, jadi tidak terasa dingin!"

Bohong jika semua orang sekarang tidak kedinginan. Karena suhu udara di puncak gunung ini sangat dingin melebihi suhu di kota. Walau sudah memakai mantel yang sangat tebal, tetap saja terasa dingin.

"Jika kau kedinginan, sini, aku peluk!" ucap Hindra dengan penuh rasa sayang, seperti ayah kepada anaknya. Tangannya terulur ke samping, memeluk tubuh Nastya dengan sangat erat.

Nastya pun tidak menolak pelukan Hindra. Ia membenamkan kepalanya di dalam mantel Hindra yang terbuka.

"Hangat, tidak?" tanya Hindra dengan lembut. Ia menunduk untuk melihat ekspresi wajah wanita itu.

"Ya, sangat hangat! Tidak dingin lagi!"

Mereka berdua saling memberi kehangatan, namun, pria di samping Hindra ... mengeluarkan hawa-hawa dingin yang bisa membekukan semua yang ada di sekitarnya. Narendra menatap tajam ke arah mereka berdua, tangannya terkepal erat dengan urat-urat biru yang samar terlihat.

"Ayah!" Tiba-tiba Narendra memanggil ayahnya. Ingin mengganggu kemesraan mereka berdua. "Di mana tempat untuk menyewa tenda?"

"Hah?" Hindra segera melepaskan pelukannya pada Nastya. Ia memiringkan badan, menghadap ke arah putranya. "Istirahatlah di tenda Ayah! Tendanya juga cukup besar, sepertinya cukup untuk kita bertiga."

"Tuh, tenda yang berwarna biru!" tunjuk Hindra ke belakang.

Di belakang mereka, ada tenda berwarna biru yang cukup besar. Bahkan, cukup untuk tidur lima orang. Hanya saja, jika ingin lebih nyaman saat tidur, mereka harus menyewa bantal dan selimut lagi dari tempat penyewaan.

"Nastya, bisa kau antar aku ke sana?" tanya Narendra pada Nastya. "Aku ingin memastikan dulu, tenda itu muat untuk kita bertiga atau tidak?"

Nastya membulatkan bola matanya dengan sempurna, menatap Narendra dengan tatapan tidak suka.

'Kenapa tidak dia sendiri saja yang melihat? Mengapa harus diantar olehku? Memangnya dia anak kecil?' gumamnya sambil melihat senyum licik di wajah pria itu.

"Ayolah!" pinta Narendra tidak sabar. "Antar aku sebentar saja. Sekalian antar aku untuk menyewa bantal dan selimut."

"Pergilah!" Hindra mengizinkan Nastya untuk pergi bersama putranya. "Jika kau sudah ngantuk, tidurlah duluan, nanti aku menyusul!"

"Baiklah! Aku pergi mengantar Narendra dulu."

"Hemm!" Hindra mengangguk.

Nastya segera bangkit berdiri, pergi meninggalkan Hindra di sana menuju tenda mereka. Diikuti Narendra dari belakang.

Ketika sudah sampai di depan tenda berwarna biru itu, Nastya segera membuka resletingnya. "Lihatlah sendiri!"

"Aku rasa, lebih baik kau menginap saja di penginapan. Agar tidak menggangguku dan Hindra di sini," ucap Nastya dengan ketus. Ia masih kesal pada pria ini, karena tadi dia bersama dengan Ralin masuk ke dalam rumah. Padahal hari sudah malam.

"Apa?" Narendra mengerutkan kening. "Aku ... pengganggu di sini?"

"Iya!" jawab Nastya dengan sengaja. "Kau akan menganggu honeymoon kami di sini."

"Hah? Honeymoon???"

'Brengsek! Honeymoon ... honeymoon apa!' maki Narendra dalam hati. 'Nastya tidak boleh melakukan hal itu dengan Ayah!'

Tanpa aba-aba, Narendra segera menarik tangan Nastya dan masuk ke dalam tenda. Melempar wanita itu hingga berbaring di tempat tidur yang ada di sana.

"Mari, kita honeymoon di sini," ucap Narendra penuh ancaman.

Pria itu segera mendekat, naik ke atas tempat tidur lalu menekan tubuh Nastya dan bersiap membuka pakaiannya.

"Narendra! Apa yang kau lakukan? Apa kau sudah gila? Di depan ... ada banyak orang. Bahkan, ayahmu pun ada di luar," sergah Nastya dengan panik.

"Cepat, turunlah!" Ia mendorong dada pria itu agar segera menjauh.

"Nastya, kau sendiri yang bilang, ingin honeymoon di sini! Hemh?" balas Narendra penuh godaan. "Sekarang, mari kita lakukan!"

Narendra masih berada di atas tubuh Nastya dan memegang pakaiannya. "Aku akan membuatmu puas, membuatmu tidak akan melupakan honeymoon indah di tenda puncak gunung!"

"Ja-jangan ... Naren! Aku tidak mau! Kita akan mendapat masalah jika sampai ada orang yang melihat," ucap Nastya dengan gugup. Ia menahan tangan Narendra agar tidak membuka pakaiannya.

"Aku tidak perduli!" sergah Narendra, mengabaikan penolakan dari Nastya.

"Narend—emmhh!" Tiba-tiba Narendra menutup mulut Nastya dengan bibirnya. Tidak membiarkan wanita itu untuk berbicara lagi.

Narendra melumat bibir wanita itu dengan kasar, menghiraukan setiap penolakan dan pemberontakan dari Nastya. Tangannya mulai berjelajah masuk ke dalam pakaiannya, menyusuri setiap jengkal tubuhnya dengan penuh provokasi.

"Na-Narendrahhh!" desah Nastya ketika permainan pria itu semakin menggila. Membuatnya terbuai dan tidak bisa menolak lagi.

Narendra mencumbui Nastya dengan penuh semangat, menyusuri leher jenjang itu dengan penuh keinginan.

Entah mengapa, dirinya ingin melakukannya sekarang. Bukan karena Nastya dan ayahnya tadi berpelukan, bukan juga karena Nastya mengatakan honeymoon di tenda ini bersama ayahnya, tapi karena ... Ralin!

Ketika Nastya sudah terpancing oleh permainannya, dan bersiap untuk membantu Narendra membuka bajunya, ia melihat tanda merah di kerah baju Narendra yang berwarna putih itu. Seketika tangannya terpaku, matanya terus menatap tanda merah di kerah bajunya.

"Turunlah!" ucap Nastya tiba-tiba. Raut wajahnya terlihat sangat buruk. Ia mendorong pria itu agar segera menjauh.

"Ada apa?" tanya Narendra dengan polos. Sama sekali tidak tahu alasan Nastya menghentikan gerakan tangannya. "Kenapa tiba-tiba berhenti?"

Narendra membuka bajunya sendiri, tidak sabar ingin segera melanjutkan aktifitas mereka ke tahap yang lebih "Hot".

Ketika semua kancing baju sudah dibuka, terlihat ada tanda merah di dadanya. Nastya segera mendorong Narendra dengan kuat, hingga pria itu terjatuh ke samping.

"Setelah apa yang kau dan Ralin lakukan, sekarang ingin melakukannya denganku! Narendra, apa kau sudah tidak punya otak?" sergah Nastya dengan marah. Ia segera bangun dan memakai bajunya kembali.

Nastya bisa menebak, tanda di dada Narendra dan noda lipstik di kerah bajunya itu adalah dari Ralin. Karena tadi, mereka ada di rumah dan naik ke lantai dua. Mungkin mereka melakukannya di kamar.

"Tya, kau kenapa?" Narendra masih tidak mengerti. "Kenapa kau tiba-tiba marah? Apa yang salah denganku?"

Narendra ikut bangun, berdiri di depan Nastya sambil menatap wajah marah wanita itu.

"Ini apa?" Tunjuk Nastya dengan jarinya. Menunjuk beberapa tanda merah di dada pria itu.

"Dan ini?" Di kerah baju ada tanda merah. Jelas itu adalah noda lipstik wanita. Nastya tentu tidak suka depan hal itu.

Narendra segera menunduk, melihat arah yang ditunjuk oleh wanita itu.

"Aiisshhh .... Sial!"