webnovel

Our 6th Anniversary

Alex dan Leon berpacaran. Antara mahasiswa dan murid SMA. Sama-sama lelaki. Di Indonesia, mereka berhubungan dan tetap menjaga hubungan itu selama 6 tahun meskipun tidak diakui sekitar. Di anniversary ke-6, Leon ingin hubungan mereka dirayakan dengan cara sederhana. Yang penting berdua. Namun bisakah Alex yang sudah menjadi Asisten Dosen dan sibuk luar biasa memenuhi keingin kekasihnya itu? CEK Karya LGBT-ku yang paling bagus juga ya!! JUDULNYA "MIMPI" :") FOLLOW IG-ku juga ya!! @Mimpi_work Terima kasih :")

Om_Rengginnang · LGBT+
Không đủ số lượng người đọc
17 Chs

6 Keseriusan Alex Kepada Leon

"Ntar aja. Masih dingin tahu." Katanya pelan.

"Kamu pikir ini di asramamu?" tanya Alex. "Pake aja tuh keran hangatnya... gih."

Dicium di pipi, Leon refleks bereaksi. "Ck. Bacot," katanya. "Ganggu tidur aja ugh..."

Alex justru ketawa. Dan dia kini menggigit daun telinga itu.

"Atau mau kumandiin aja, hm?" godanya.

"APA?! NGGAK!!"

Tawa Alex pecah seketika setelahnya.

Dia mundur dan turun dari atas sana. Dia melangkah dan mengambil sesuatu dari atas bufet.

Sebuah paket.

Satu benda yang dari kemarin ingin ia berikan kepada si Panda.

"Liat dulu nih..." kata Alex. Yang mendadak kembali di belakangnya. Membuat Leon tak jadi menutup mata lagi.

"Apaan?"

Alex membuka bungkusan kotak itu di depan wajahnya.

"Kapan hari aku pesen ini ke kenalanku di Jakarta. Dia bilang ini keluaran terbaru musim ini," kata Alex. Lalu mengeluarkan sebuah benda hitam berkilau dari dalamnya.

"Heh-ini apaan?!"

Tak peduli diprotes, Alex mengambil pergelangan tangan kiri Leon perlahan-lahan. "Hei, bentar deh, kupasangin. Kayaknya cocok kamu pake. Apalagi warnanya dusty..." kata Alex. "Tuh kan..."

Diam memandangi, Leon mencoba membaca lamat-lamat logo yang di dalam kaca jam tangan itu. "LV. Louis Vuiton kan?" tanyanya. Dia kaget dan menatap Alex sekilas. Sebelum ke jam tangan itu lagi. "Tapi ini kan mahal banget?!"

Alex tertawa. "Hahah... hadiah mahal setahun sekali buat pacar?" katanya seolah bertanya. "Kalau dulu wajar aku gak bisa. Tapi sekarang aku udah kerja dan jadi Asisten Dosen. Jadi kenapa nggak?"

"What?!" kaget Leon.

"Atau kamu mau lagi waktu ultah nanti?"

Deg

"N-Nggak kok. Nggak usah." Kata Leon. Refleks terbata-bata.

"Kenapa? Kan kubilang sekarang aku udah kerja-"

"Bodo. Tapi kan nggak boleh begini jugaaaa...." protes Leon. Dia masih memandangi seberapa berkilau benda di pergelangan tangannya itu.

Mendadak Alex meraih dagu Leon. Memaksanya menoleh kepadanya dan mereka bertatapan.

Dekat sekali.

Sangat.

"Atau uangnya mau kutumpuk aja di tabungan... biar nanti tinggal ambil buat biaya kita married, hm?"

"WHAT?!"

Mata Leon membola, tapi Alex justru tertawa keras.

"AHAHAHAHAHAHAH...."

"NGACO!"

Mendadak Alex menyandarkan hidungnya di leher itu. Menghirup aromanya. "Padahal aku serius loh... kan tinggal nunggu kamu lulus dan aku promosi jadi dosen..."

DEG

DEG-DEG-DEG

"UDAH AH! GERAH! AKU MAU MANDI!!"

Leon bangun dan segera turun ke kamar mandi. Tak peduli. Padahal Cuma selembar selimut yang dia pakai untuk menutupi tubuh.

Tak sempat lagi.

Ini terlalu mengejutkan.

Tapi Alex justru tetap tertawa di belakangnya.

"Jam tangannya jangan disiram air loh ya...!!" katanya memperingati.

Dari dalam kamar mandi Leon berteriak. "IYA NGERTI!! NGGAK USAH DIBILANGIN JUGA!!"

Dia tak tahu, bahwa beberapa detik setelah itu Alex tampak berpikir.

"Bentar deh... nikah di luar negeri itu gimana ya..."

.

.

.

Sehabis mandi, Alex membawa Leon keluar jalan-jalan. Yah... Daripada sudah terlanjur bolos, sekalian mencari waktu privasi agar tidak sia-sia.

"Kakak tahu kan... Ini pertama aku kosong kelas cuma gegara abis begituan," kata Leon. Tapi Alex santai menggandeng anak itu masuk sebuah restoran.

Leon bingung. Tapi Alex justru mengangsurkan buku menu dengan seringaian. "Pilih saja gih menu yang kamu pengen. Kakak lagi baik ya kali ini. Duitnya masih tebel. Jadi jangan disia-siain."

"Idih pede. Kukuras habis baru tahu rasa," kata Leon. Alex justru tertawa karenanya.

"Santai-santai..." kata Alex. "Kakak bener-bener pengen manjain kamu hari ini."

Alex lalu memanggil seorang pelayan. Leon ketar-ketir, tapi dia cukup exited melihat daftar menu yang memancing liurnya menetes.

Alex jelas senang melihatnya begitu. Dia pura-pura tidak lihat, memilih menikmatinya teh hangat yang dihidangkan sebagai pembuka, dan kemudian menyembunyikan senyum saat Leon memberikan bukunya kembali.

"Ngomong-ngomong makasih udah pilih tempat yang privat," kata Leon. "Kakak tahu kan... Waktu kita gandengan masuk sini aja ada banyak yang mantengin tahu."

Alex santai. "Terus?"

Leon pun murka seketika. "Ya ampun kenapa cuma begitu reaksinya? Kakak bercanda ya? Yang paham hubungan kita kan cuma Rama. Selebihnya, rasanya ditantang bunuh diri kalau ada yang denger lagi."

"Hmm... Begitu," kata Alex. Dia meletakkan cangkir di meja. "Tapi mereka kan cuma diam. Lalu apa masalahnya? Tidak menggigit juga."

Leon pun melipat lengannya. "Emang nggak komen sih. Tapi rasanya risih banget tahu. Apa salahnya suka cowok? Mereka nggak bakal paham!" katanya.

"Nah itu juga tahu."

"Tapi Kakak kek nggak nganggep itu beban samasekali," kata Leon.

"Emang enggak."

"Kok bisa begitu? Aku nggak bisa bener-bener paham."

"Emangnya kamu beban buat aku?"

DEG

Leon pun seketika memerah.

"Nggak gitu juga maksudnya! Anjir AsDos satu ini kenapa otaknya konslet sih heran..."

Alex justru tertawa karenanya. "Heh, tahu nggak? Kakak itu nggak tahu kalo kamu se-insecure ini soal hubungan kita. Padahal waktu kutembak biasa aja. Main iya-iya abis dicium. Malahan waktu itu minta nambah. Inget nggak?"

"Shit! Kakak diem aja deh," kata Leon. "Udah ah... Males. Makan ya makan. Jangan harap kakak dapetin hal lebih ya kalo di sini..."

"Hahahaha..." tawa Alex. "Nggak di sini ya di tempatku. Kenapa harus bingung-bingung?"

"Nggah ah bengek," kata Leon. "Udah cukup jatahnya tadi malem. Pokoknya aku benci kakak sampe besok-besok ya."

"Udah-udah berhenti ngomelnya, Sayang," kata Alex. "Tuh di belakang udah ada pelayan yang hampir datang. Nanti dia denger ketakutanmu akan gosip malah jadi nyata."

"Ishhh..."

Kesal atau tidak. Leon bersyukur makanan yang ditraktir Alex benar-benar enak pagi ini. Mimpi apa dia semalam? Apa Alex baru begitu padanya karena rasa menyesal? Atau karena dirinya benar-benar bisa memuaskan AsDos satu itu saat mereka melakukannya?

Ahh... Memalukan. Leon tidak ingin mengingatnya! Lagipula, dasar mesum. Sejak kenal Alex, Leon yang dulunya hanya kenal ciuman sama pacar malah hapal ketebalan kondom untuk sekarang.

Shit!

Ketularan mesumnya jadi nggak kira-kira kan akhirnya...

Meresahkan sekali.

Untung Alex tipe cowok yang cukup tahan dengan tensi darahnya. Kalau tidak, mana mungkin hubungan mereka bertahan sampai 6 tahun ini?

Ugh... Bisa-bisa Alex jadi sosok yang membimbingnya dari muda hingga tua! Shit! Kenapa dulu nggak kepikiran ya? Gila... Ah!

Malu-maluin kalo diinget.

"Seneng sekarang?" tanya Alex. "Atau justru belum kenyang?"

Leon mengusap bibirnya dengan punggung tangan. "Ugh, udah kok. Dagingnya enak. Kokinya bener-bener pinter masak. Aku jadi nggak habis pikir..."

"Kenapa?" tanya Alex yang masih belum menghabiskan makanannya.

"Ya aku kan belum pinter masak," kata Leon. "Atau kakak nggak masalah kalau sampai kapan pun makan makanan pesan antar?"

DEG

"Wahhh... Jadi nggak hanya aku yang memikirkan pernikahan kita?" kaget Alex.

Leon membuang muka mendengarnya. "Diem. Aku bakal belajar masak kok kalo buat kakak. Tapi kalo belajar bikin bayi nggak bisa."

"Uhuk! Hah? Apa katamu?" tanya Alex lalu terbatuk-batuk lagi.

"Bayi bayi," ulang Leon. "Di pelajaran IPA kan dah pasti. Bikin bayi harus cowok sama cewek yang nganu. Kalo sama aku mana bisa selamanya? Jadi kakak harus sadar soal itu sekarang daripadanya lambat laun kecewa."

Kalau biasanya Leon yang memerah, kali ini wajah Alex yang dipenuhi rona. "A-Astaga anak ini...." katanya. "Ya ngapain aku pacaran sama kamu sampe 6 tahun, Sayang.... Kalo akhirnya nyerah cuma gegara gitu doang."

"Kakak yakin?"

"Kakak kenal kamu dari sisi mana aja," kata Alex. Mulai serius memberikan jawaban. "Dan kamu tahu? Kakak mending nyaman daripada nanti nikah sama orang yang salah. Kamu tahu? Gender boleh cowok cewek. Tapi kalau nggak sejalan dan akhirnya rumah tangga cuma bakal diisi cek-cok doang mah buat apa?"