webnovel

PERPISAHAN DAN PERTEMUAN

Oji sangat senang akhirnya bisa menyusul teman-temannya menjadi anak SMA. Siapa sih yang tidak senang dan bersemangat di hari pertama menjadi anak SMA? Seragam putih abu-abu adalah seragam sekolah yang terkeren dan tidak terkalahkan oleh seragam apapun. Setelah meninggalkan seragam putih abu-abu, jangan berharap bisa senang-senang lagi seperti dulu. Oji tidak ingin telat hari ini, dia sangat berusaha menghilangkan hobi telatnya. Oji sudah telat empat hari untuk mengikuti masa orentasi siswa, tersisa dua hari lagi baginya. Ini adalah pertama kalinya dia mengikuti masa orentasi siwa. Waktu SMP dia melewati hari itu karena waktu itu dia juga lewat jendela.

Oji pusing ingin menghiasi seragam putih abu-abunya dengan menggunakan apa, dia sama sekali tidak tahu. Dia berdiri dari ranjangnya dan mulai memakai seragam putih abu-abunya sambil sedikit melamun. Sempat dirinya berpikir untuk tidak mengikuti masa orentasi siswa, tapi dia tidak mau menjadi orang asing di hari pertama sekolah. Karena galau tentang masa orientasi siswa, ternyata sekarang sudah jam tujuh. Perjalanan mungkin memakan waktu 20 menit, ya ya ya sepertinya hari ini Oji terlambat lagi. Dengan gerakan cepat Oji merapikan seragam sekolahnya serta memakai sepatu barunya. Ada satu hal lagi yang membuat Oji kurang semangat, saat SMP dia pernah berkhayal kalau sudah menjadi anak SMA, dia ingin pergi ke sekolah dengan mengendarai motor. Kenyataannya sekarang dia belum tahu mengendarai motor, hari ini dia masih diantar sama mamanya. Sangat memalukan baginya. Diperjalanan menuju sekolah, Oji mendengar siraman rohani dari mama. Siraman rohani yang telah berulang-ulang disampaikan yaitu berjudul: Jangan terlambat itu tidak baik.

Akhirnya Oji sampai juga di sekolah barunya, SMA 1994. Oji melangkahkan kakinya yang memakai sepatu baru memasuki pagar sekolah dengan penuh semangat. Oji dapat mencium bau cet pagar sekolah masih berbau. Dari luar dia sudah bisa melihat beberapa pohon yang berada di sekolah ini.

Belum jauh langkahnya meninggalkan pagar sekolah, Oji berputar kembali ke pos satpam yang berada di samping pagar. Di sana ada bapak-bapak lagi membaca koran. Oji membaca dengan sekilas logo di atas saku bapak tersebut, bertuliskan "Kepala Sekolah". Nyali Oji langsung ciut berhadapan dengan kepala sekolah di hari pertama.

"Tahu apa kesalahanmu?"

"Terlambat pak."

"Apa lagi?"

Oji tidak tahu kesalahan apalagi yang dia buat, Oji hanya menggelengkan kepala.

"Bajumu." Dengan tatapan marah ke Oji.

Oji melihat bajunya, "Baju saya kenapa pak?" baju Oji sama sekali tidak keluar dari celana.

"Eh kamu sini-sini." Kepala sekolah itu memanggil seseorang perempuan yang juga terlambat.

Cewek itu kelihatan agak tomboy tapi Oji mengakuinya dia cukup manis. Bajunya sudah dipenuhi dengan tempel-tempelan tidak jelas, karena disuruh senior.

"Coba bandingkan bajumu sama baju orang di sampingmu."

"Oh maaf pak, saya baru pertama kali masuk. Belum sempat nempel-nempel baju." Oji.

"Bukan itu yang saya maksud!" Kepala sekolah tambah marah.

Oji menoleh lagi ke perempuan itu lalu menjawab dengan santainya "Dia menggunakan baju cewek, saya baju cowok pak."

"Kamu idiot atau apa?" Bapak kepala sekolah ini kayaknya sudah capek mendengar jawaban Oji yang selalu salah dan akhirnya menyuruh Oji pergi. Begitu pun dengan cewek tomboy itu.

"Eh idiot." Cewek tomboy itu memanggil Oji yang lagi berjalan di depannya. "Seharusnya hari ini pakai baju batik." Dia tersenyum lalu meninggalkan Oji.

Akhirnya Oji tahu bahwa dirinya memang sangat idiot. Dia baru sadar, dia tidak memakai baju batik seperti anak lainnya. Oji tidak tahu mau kemana lagi, dia hanya mengikuti langkah cewek tomboy tadi. Langkahnya menuju ke Aula sekolah. Sangat banyak siswa siswi baru di dalam sana dan mereka semua berpakaian batik. Mereka semua melihat ke arah Oji pada saat berjalan masuk ke Aula, telinga Oji mendengar banyak suara tawa. Oji merasa sangat asing di sana karena cuma dia yang memakai pakaian yang berbeda, selain itu Oji tidak punya teman di sekolah ini. Tidak satupun teman SMPnya masuk di sini.

Setelah sejam berlalu mendengar guru bercerita tentang sekolah ini, segerombalan siswa sudah mulai meninggalkan Aula. Ada beberapa orang yang tinggal. Oji tahu, mereka pasti belum dapat kelas dan pasti mereka juga adalah orang lewat jendela. Mereka menghadap dengan guru yang berada di Aula. Badannya besar tapi kelihatan seperti tidak pernah berolahraga, mukanya dipenuhi bekas jerawat. Mungkin bapak ini sering galau pada saat masih muda sampai-sampai bekas jerawatnya masih sangat mencolok.

Guru itu menyebutkan kelas sementara mereka masing-masing. Murid-murid yang lewat jendela pun keluar dari Aula mencari kelasnya masing-masing. Ruang kelas X berjejer dari ujung ke ujung, mulai X-1 sampai X-10 paling ujung. Mereka berjalan searah, satu persatu memasuki kelas. Mereka melewati beberapa pohon, ada juga pohon beringin. Sekolah ini sangat sejuk. Teman berjalan Oji pun akhirnya menghilang semua, dia tinggal sendirian mencari kelasnya yang berada paling ujung X-10.

Tok tok tok Oji membuka pintu sesudah mengetuk dan langsung berjalan masuk.

"Tempe-tempelan baju kamu mana?" Tanya seorang senior yang berdiri dekat papan tulis. Yah begitulah, masa orientasi siswa diatur oleh senior.

"Saya baru masuk hari ini. Jadi kurang tahu dengan itu."

"Oke tidak apa-apa, tapi besok kamu harus bawa coklat sepuluh dan durian."

"Durian?"

"Iya dan belimbing." Senior itu tertawa karena telah berhasil menjahili Oji dan suara tawa begitu banyak tertuju ke dirinya.

Tidak ada meja dan kursi di dalam kelas ini, semua orang duduk beralaskan lantai putih. Oji duduk di dekat pintu kelas. Oji memperhatikan begitu banyak orang di kelas ini. Ini kelas sementara selama masa orientasi siswa.

Oji bersandar di tembok sambil melihat wajah-wajah orang yang akan menjadi temannya di masa putih abu-abu. Pandangannya berhenti saat melihat dua perempuan yang duduk bersampingan. Perempuan pertama berkulit putih, bibirnya sangat merah walaupun tanpa menggunakan lipstik, seperti habis memakan lolipop. Perempuan kedua berkulit kuning langsat, berponi jatuh, dan terus merapikan poni rambutnya yang sudah benar. Dari kedua perempuan itu, mata Oji lebih memilih untuk menatap cewek yang berponi jatuh yang terus merapikan poninya. Tiba-tiba bola mata cewek berponi jatuh itu mengarah ke Oji, Oji langsung menunduk ketika si cewek berponi itu melihat ke arahnya. Sepertinya Oji jatuh cinta pada pandangan pertama, yah kisah cinta-cintaan klasik anak SMA .

***

Ini adalah hari terakhir masa orentasi siswa, hari senin mereka sudah bisa memakai baju kebangaan anak SMA yaitu putih abu-abu. Oji berharap, dia dan cewek berponi jatuh itu akan berada di satu kelas yang sama.

"Kalian sudah bisa melihat kelas kalian berada, silakan liat di mading. Kalian juga sudah bisa pulang sekarang." Kata senior yang berada di depan kelas.

Mereka pulang lebih awal hari ini dan para siswa langsung memenuhi mading penuh takdir. Di sanalah takdir mereka berada dan di situlah apakah Oji akan berada satu kelas dengan gadis berponi jatuh itu atau mereka akan berpisah. Oji berdesak-desakan di depan mading karena sakin penasarannya dengan kelasnya. Ada orang menjitak kepala Oji dari belakang. Oji ingin marah tapi dia tidak tahu siapa yang menjitaknya dari belakang. Lagian seandainya Oji juga tahu, dia tidak akan melawan. Bukan cuma Oji yang dijitak, orang yang di sampingnya juga dijitak. Jitakan yang menghantam kepalanya lebih keras dari pada jitakan yang menghantam kepala Oji. Oji berharap, Mudah-mudahan orang ini berani melawan supaya dendamnya bisa terbalaskan melalui orang ini.

"ANJING!" Teriak orang di samping Oji sangat keras.

"Yang menjitak ibunya pelacur." sambungnya karena ucapan sebelumnya tidak direspon.

Karena tidak terima ibunya disebut pelacur, yang menjitak akhirnya mengaku dan marah. Terjadi perkelahian di depan mading, Perkelahian yang sangat hebat. Cewek-cewek berlarian dari mading dan mencari tempat yang aman. Orang yang dijitak terjatuh di lantai dan yang menjitak siap melayangkan kakinya untuk menginjak-nginjak. Belum sempat kakinya menyentuh muka orang yang terjatuh itu, Oji langsung mendorongnya. Oji tidak tahu keberanian apa yang datang kepadanya.

Buuk! Sebagai pemisah, Oji juga mendapat sebuah pukulan. Pukulan yang sangat keras. Oji kayaknya menyesal ikut campur.

"Kau berani sama saya?" katanya sambil mengarahkan tinjuannya ke muka Oji.

"Ti ti dak." Oji sangat gugup.

Orang itu langsung pergi, Oji hanya bisa melihat mukanya yang memar di kaca mading. Oji bangga hari ini dia bisa menyelematkan seseorang. Seandainya dia tidak mendorong orang tadi mungkin gigi anak itu sudah hilang.

"Balfas, kamu tidak kenapa-kenapa?" Teman-temannya mendatangi orang yang terjatuh itu. Temannya mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.

Oji mengakui keberanian anak itu. Badannya yang kurus tidak mewakili keberanian yang dia punya.

"Makasih. Kenalin saya, Balfas." dia berjalan ke arah Oji lalu mengulurkan tangannya.

"Oji." sambil menerima uluran tangan Balfas dan membentuk sebuah genggaman. Sebenarnya Oji yang harus berterima kasih karena Balfas telah mengajarinya menjadi laki-laki yang pemberani.

"Kalau kamu memang benar, jangan pernah takut." kata terakhir yang diucapkan Balfas dan pergi meninggalkan Oji.

"Enak ya idiot?" Gadis tomboy itu muncul lagi. Dia hanya mengejek Oji sambil tersenyum dan lalu pergi.

Setelah kejadian itu mading mulai sepi, Oji sudah bisa melihat pengumuman kelas dengan nyaman. Oji melihat namanya tetap berada di kelas X-10.