webnovel

BAB 9: "Karena Poppy"

Hari sudah sore saat Naraya dan Sakha keluar dari rumah mereka. Ekhem, maksudnya keluar dari rumah Naraya.

Sesuai janjinya, Naraya akan memasakkan Sakha sesuatu yang lain dari nasi goreng. Dia juga sudah melihat berbagai macam video tutorial memasak yang mudah dan sudah memutuskan akan memasak apa.

"Kamu mau masak apa?" Tanya Sakha saat Naraya selesai mengunci pintu rumahnya.

"Lihat aja nanti." Jawabnya judes, masih kesal perihal piring pecah tadi siang.

Sakha tak lagi bertanya, tapi tangannya mengambil tangan Naraya yang bebas dan menggenggamnya.

Naraya menoleh kaget, "Kenapa pegang-pegang?" Dia hendak menarik tangannya, tapi Sakha meremas tangannya membuat Naraya tidak jadi menarinya.

"Nanti kalau saya kesasar, kan kamu juga yang repot." Jawab Sakha dengan enteng.

Sebenarnya Sakha hanya senang menggenggam tangan Naraya. Itu saja, tidak lebih. Ya... Takut kesasar iya juga, sih.

"Kalau kamu hilang ya saya biarin aja hilang. Ngapain dicari-cari." Naraya memang berkata seperti itu, tapi dia tidak kunjung melepaskan tautan tangan mereka. Dia juga tidak akan tega kok kalau Sakha hilang.

Suasana mereka menjadi hening karena tidak ada yang berbicara lagi. Mereka seperti sedang berjalan-jalan sore atau orang-orang yang sedang lewat mungkin berpikir mereka sedang berkencan.

Alasan Naraya keluar juga sekalian untuk mencari Poppy yang tidak pulang-pulang. Bahkan dia tidak ada disaat Naraya menikah. Poppy memang sering sekali berkeliaran, pernah sekali dia tidak pulang selama sebulan dan tahu-tahu dia cuma duduk di warung dan menumpang makan di sana. Untung saja Bu Retno, yang punya warung, tidak keberatan dan malah membelikan Poppy makanan kering khusus untuknya. Dan kali ini juga Naraya berpikir kalau Poppy pasti ada di sana.

"Kamu mau es krim yang mana?" Tanya Naraya setelah mereka sampai di warung yang ternyata ada beberapa ibu-ibu–yang selalu update mengenai info-info terpanas di daerah sini–sedang memilah-milah sayur.

"Ini," Sakha mengambil es krim coklat, sementara Naraya mengambil es krim kotak neopolitan. Yang mana menurut Sakha itu terlalu banyak untuk dihabiskan sendirian.

"Mau makanan yang lain? Saya bakalan beliin apa aja yang kamu ambil." Tawar Naraya lagi.

Perempuan itu memilih beberapa camilan manis kesukaannya sambil sesekali mengedarkan pandangan untuk melihat apakah ada Poppy di sini atau tidak. Dan ternyata kucing itu tidak ada di sini.

Sakha hanya menggeleng, "Saya nggak begitu suka makan makanan ringan." Matanya memerhatikan setiap gerak gerik Naraya yang memilih cemilan dengan seksama. Sepertinya perempuan ini gila sekali dengan jajanan ringan.

Para ibu-ibu yang memperhatikan Sakha dan Naraya sedari tadi, kini berbisik-bisik heboh. Apalagi melihat tangan Naraya dan suami yang saling menempel.

Naraya yang tidak tahu kalau sedang dibicarakan pun menyeret Sakha ke meja tempat sayur-sayuran berada. Jajanan yang akan dia beli, dia serahkan pada Sakha untuk pria itu pegangi. Dan sekarang dia memilih sayur yang dia pikir masih bagus dan segar untuk dibawa pulang.

"Mbak Nara lagi jalan sama suaminya, ya?"

Naraya mode senyum palsu: on.

"Iya nih, Bu." Dalam hati Naraya mengatai ibu ini sangat kepo. Padahal dia sama sekali tidak mengenali satu pun wajah ibu-ibu yang sedang berbelanja di sini dan mereka berbicara dengan Naraya seolah mereka sangat dekat. Sepertinya Naraya cukup terkenal di daerah ini sampai ibu-ibu ini mengetahui namanya.

Lagipula sudah lihat dia sedang bersama Sakha, masih saja bertanya.

"Suaminya mbak Nara ganteng banget, ya?" Yang lain pun menyetujui perkataan ibu itu dengan anggukan.

"Iya, nih. Dapat darimana, mbak?"

Naraya tersenyum, "Dari Allah, bu."

Sakha hanya tersenyum menanggapi pujian itu. Dia melirik Naraya, dan dapat dilihat kalau gadis itu tak nyaman berada di situasi ini.

"Ngomong-ngomong kok mbak Nara ngomongnya pakai 'saya' sih sama suaminya? Kaku banget."

"Iya, Bu. Biar mirip wakil presiden sama presiden aja."

Sakha tak dapat menahan tawanya saat mendengar celetukan asal yang keluar dari mulut Naraya.

"Ya tapikan nggak enak kalau di dengar orang-orang, mbak."

Andai wanita ini tahu kalau Naraya sedang berusaha mati-matian untuk menahan dengusan kesalnya sekarang. Naraya sampai harus menggigit pipi bagian dalamnya agar bisa mengontrol diri.

Naraya akhirnya mengabaikan ucapan wanita tadi, "Bu Retno, belanjaan saya ini aja."

Bu Retno yang tidak ikut-ikutan ngerumpi pun membungkus belanjaan Naraya serta memberitahu gadis itu totalnya. Naraya buru-buru membayar.

Tapi sebelum pergi, dia mengamit lengan Sakha di depan wanita-wanita yang masih sibuk bergosip ria berkedok memilih sayur itu. Dan tak lupa dia berkata dengan nada keras, yang... Cukup membuat Sakha kaget serta salah tingkah.

"Ayo, Sakha sayang. Kita pergi. Misi ya ibu-ibu, saya sama suami pulang duluan."

Dan tanpa ingin mendengar balasan maupun celotehan panjang dari para wanita berumur itu, Naraya menyeret Sakha untuk meninggalkan warungnya Bu Retno bersama emosi yang masih menggebu-gebu di dada.

Naraya tak pernah tidak emosi kalau berurusan dengan ibu-ibu di RT ini. Ada saja perkataan para wanita itu yang membuatnya emosi dan tersinggung. Entah Naraya yang terlalu sensitif atau mereka yang kepalang ikut campur. Yang jelas, dia tidak suka berurusan dengan wanita-wanita itu.

"Kamu kayaknya nggak suka sama mereka." Kata Sakha yang masih Naraya peluk lengannya. Sakha menurunkan tangan Naraya dari lengannya, menjadi saling menggenggam tangan masing-masing.

Naraya mendengus kasar, "Mereka itu terlalu ikut campur. Aku nggak suka."

"Tapi barusan kamu ikutin kata mereka pakai 'aku'."

"Eh?" Benar juga, ya? Naraya malah jadi salah tingkah sendiri dan memendarkan pandangannya, berusaha untuk tidak salah tingkah lagi. Dia tidak ingin membalas perkataan Sakha.

Tapi langkah Naraya terhenti, membuat Sakha juga ikut berhenti karenanya. Sakha menoleh menatap Naraya yang terpaku pada sesuatu, perlahan wajah masam Naraya kini dihiasi senyum yang mengembang sempurna.

"Poppy!" Naraya berlari dan melepaskan genggaman tangan Sakha.

Perempuan itu berjongkok dan mengelus seekor kucing domistik yang didominasi warna putih. Kucing itu sedang duduk di pinggir jalan.

"Jadi... Dia Poppy? Bukan orang, tapi kucing?" Ucap Sakha tak percaya. Dia kira Poppy adalah seorang gadis kecil, adiknya Naraya. Ternyata Poppy adalah seekor kucing?

Tapi tunggu. Kening Sakha berkerut samar. Sepertinya dia pernah bertemu dengan kucing itu. Tapi dimana ya? Sakha merasa ini sangat penting sehingga membuatnya memutar otak untuk mengingatnya sembari berjalan ke arah Naraya yang sekarang mulai memeluk dan menciumi kucing itu.

Dimana ya...?

Mata Sakha langsung melotot kaget saat sudah sampai di depan Poppy yang menatap tajam ke arahnya.

Dia ingat sekarang!

"Kamu kan yang bikin saya berpikir buat masuk ke rumah Naraya!"

Naraya menoleh bingung, "Ha?"