Typo bertebaran.
Part belum. Di revisi.
Happy reading.
***
Udara di Maple Villa tampak sangat sejuk. Lahan luas, seluas mata memandang dengan pohon-pohon pinus yang penuh salju itu tampak memutih. Di tengah-tengah ada bangunan villa yang tampak megah dengan desain modern. Ruangan dengan dinding kaca di beberapa bagian memperlihatkan taman bunga di bagian samping dengan air mancur yang membeku. Memperlihatkan bahwa villa ini sangat di jaga dengan baik.
Dan di sanalah Ellina tinggal. Sejak pindah dari rumah sakit, ia menutup dirinya di dalam kamar. Berteriak histeris dengan rasa takut yang mengerikan. Atau melukai dirinya sendiri hingga akhirnya Ernest memilih untuk mengurungnya. Mengikat tangannya agar Ellina tak melakukan hal yang menyakiti dirinya sendiri.
Miris, Ernest menatap sedih berlian perusahaannya. Namun ia tetap melakukan yang terbaik karena telah mengambil pilihan. Ia sangat yakin, suatu hari nanti semua akan kembali membaik. White Fox nya pasti akan bangkit dan kembali dari rasa takut dan traumanya. Beberapa dokter dan ahli psikologi yang ia datangkan, semua menggelengkan kepalanya. Trauma yang di alami Ellina sangat dalam hingga merasa tak ada jalan keluar.
Merasa frustasi, Ernest hanya bisa meninggalkan Ellina dalam pengawasan beberapa dokter terbaik yang masih ia percaya. Ia harus tetap bekerja dan mengelola peeusahaannya. Namun sesekali ia akan berkunjung untuk melihat perkembangan Ellina. Berharap keajaiban datang dan berlian perusahaannya dapat kembali normal.
Di lain tempat, di sebuah ruangan bernuansa abu-abu dengan garis coklat dan hitam di bagian sisinya. Kenzie menatap dingin cincin di tangannya. Ini telah tiga bulan lamanya ia mencari sosok Ellina. Penjelasan yang ia terima dari keluarga Rexton sangat tidak masuk akal.
"Dia pergi tanpa kabar. Bagiamana pun Paman masih mencari keberadaannya. Karena kita tak tahu kapan ia akan kembali, Paman harap kau mau mempertimbangkan Lexsi."
Saat itu Kenzie membeku. Dan parahnya kedua orangtuanya memaksanya menyetujui itu. Semua orang yang ia kerahkan, tak dapat menemukan keberadaan Ellina. Ia seakan menghilang. Dan Kenzie merasa bahwa gadis itu benar-benar telah melukai harga dirinya.
"Gadis sepertimu! Berani menolak permintaanku dan meninggalkanku? Mari kita lihat! Saat kita kembali bertemu, hal apa yang bisa aku lakukan padamu!"
Wajahnya mengeras dengan mata menggelap. Kebencian seakan datang tanpa di minta. Ia benar-benar tak pernah mengalami semua ini. Dia adalah Kenzie, pria paling di minati oleh para gadis untuk di jadikan suami. Tapi gadis itu menolaknya? Apakah dia waras?
"Hal apa yang tak bisa aku lakukan? Kau bahkan hanya bertemu dua kali denganku lalu pergi meninggalkan aku? Apa kau pikir kau bisa sebebas itu?"
Gumaman-gumaman itu terus terungkap. Udara di sekitarnya menjadi kian dingin. Kilatan kemarahan terlihat jelas di matanya. Dengan ekspresi yang tak berubah, wajah tampannya seakan terpahat sempurna dengan kedinginan yang tak tertandingi. Meski begitu, banyak gadis yang melemparkan tubuhnya untuk menjadi pasangannya. Namun semua berakhir tragis!
"Aku bahkan belum melakukan apapun namun kau telah memilih pergi! Aku bahkan belum memulai permainan ini tapi kau seakan ingin mengakhiri! Ellina Aracelia Azzuri, kau benar-benar menantangku!"
Kenzie meremas cincin di gengagamannya. Itu adalah cincin yang ia pilih untuk pertunangannya dengan Ellina. Cincin yang sangat sederhana namun terlihat indah dengan berlian terbaik sebagai permatanya. Di jari manisnya yang lain, sebuh cincin lebih sederhana melingkar. Itu adalah cincin pertunangannya dengan Lexsi. Dan dalam waktu satu tahun mendatang, pernikahan itu akan segera di gelar.
Ia tak menolak ataupun menyetujui. Apapun pilihan orangtuanya sangat tak berarti untuknya. Ia bisa menikahi Lexsi, lalu pergi tanpa mengurusnya. Pernikahan itu baginya hanyalah sebuah status. Di mana agar ia bisa mengendalikan seluruh perusahaan Reegan yang akan jatuh ke tangannya. Ia hanya butuh Lexsi sebagai pajangan atau hanya sebuah status di surat Biro urusan sipil.
Hal lain yang membuatnya menargetkan Ellina hanyalah karena penolakan yang telah Ellina lakukan. Gadis kecil itu di matanya tak berarti apa-apa. Namun saat melihat ketakutan di mata gadis itu untuknya terlihat begitu nyata, itu cukup mengusik ketenangannya. Ia mulai ingin tahu, kenapa gadis kecil itu sangat tak menginginkannya. Ia kaya, tampan dan mapan. Dia bisa menjadi Nyonya Reegan, sebuah status yang membuat para wanita di luar sana iri dan dengki. Namun nyatanya ia di campakkan! Ia di campakkan sebelum memulai. Itu sangat melukai harga dirinya.
Lain lagi dengan keluarga Rexton. Keluarga itu tampak tentram dan damai. Lexsi dan Vanessa sangat puas dengan keadaan ini. Mereka melalui semuanya tanpa beban. Bahkan mendukung pilihan Lexsi untuk masuk ke dunia hiburan. Saat ini, perusahaan Rexton telah bekerjasama dengan keluarga Reegan. Saham mereka naik dengan cepat. Lalu Lexsi, menjadi sorotan dan di sambut dengan sangat baik di dunia hiburan. Sebagai tunangan Kenzie dan pendatang baru yang berbakat di dunia hiburan, karirnya melejit cepat. Ia telah menjadi salah satu artis Rangking A yang sangat di segani.
Malam ini Lexsi memulaskan beberapa riasan di wajahnya. Ia tersenyum puas saat melihat cincin di jari manisnya. Beberapa kepuasan yang tak dapat ia ungkapkan, terlebih saat wajah Ellina terbayang.
"Kau memang harus berakhir seperti itu. Itulah hal yang terpantas untukmu."
Sebuah kilatan benci yang dalam terlintas di matanya. Bibir ranumnya menyeringai tipis. "Dari awal, kita memang tak berada di tingkatan yang sama. Kau terus saja merangkak dan merebut semua hal yang aku inginkan. Dan semua yang kuinginkan adalah milikmu! Tak peduli, aku hanya ingin menjadi satu-satunya! Dan menjadi wanita yang berdiri di samping Pria pertama di negeri ini."
Wajah cantiknya tersenyum manis saat mengingat wajah Kenzie. "Kau akhirnya menjadi milikku. Selangkah lagi, aku akan menjadi orang pertama dan satu-satunya yang berdiri menyandang gelar Nyonya Reegan."
Tawa pelan terdengar lembut. "Jadi, Kak. Jangan salahkan takdirmu. Kau hanya sedang tak beruntung karena menginginkan hal yang kuinginkan."
Ada kilatan khawatir di matanya. Terlihat sangat halus namun semakin nyata. Ia sangat ingat, waktu itu ia menginginkan kakaknya hancur sehancur-hancurnya. Ia ingin ayahnya melihat kehancuran putri kesayangannya. Menghancurkan kehidupan Ellina hingga dasar ke jurang. Hingga Ellina tak akan bisa kembali ke keluarga Rexton lagi. Dan ia akan menjadi satu-satunya.
Ia melakukan semua cara, agar semua menjadi nyata. Namun lagi-lagi keaneham terjadi. Beberapa orang suruhannya di temukan tak bernyawa. Ia sempat khawatir sebelumnya, namun tak menemukan sosok Ellina di sana. Ia tetus mencari namun keberadaan Ellina tak dapat di temukan. Ia telah memastikan berkali-kali, namun tak ada satu pun informasi yang ia dapat. Ia hanya tahu, seluruh keluarga orang suruhannya telah mengalami penderitaan yang panjang hanya dalam waktu satu malam.
Bagaikan peringatan untuknya. Ia sempat hidup dalam ketakutan. Namun setelah beberapa bulan berlalu, tak ada satu pun yang terjadi pada keluarganya. Ia sangat senang akan hal ini. Karena merasa keberuntungan berada di pihaknya. Ia tak perlu membersihkan kekacauan yang telah ia lakukan. Ia artis sekarang, dan selalu di tuntut untuk terlihat baik. Dan masalah yang telah ia lakukan dapat menghancurkan karirnya hanya dalam satu malam.
Merasa lega, bahwa jalannya tak lagi menemui rintangan. Ia berpikir bahwa Ellina telah tiada. Bernasib sama dengan beberapa orang suruhannya. Dan entah kenapa hal itu membuatnya kian lega. Tak ada lagi yang mengganggu pikirannya. Ia adalah Nyonya Reegan sekarang. Dan akan menjadi satu-satunya gadis yang berdiri di samping Kenzie. Dengan kecantikannya, ia akan memastikan bahwa semua wanita akan iri melihat rumah tangganya yang harmonis.
***
Di lain sisi Ellina seakan tengah menjalani perjalanan yang panjang. Tubuhnya terlihat kurus dengan penampilan acak-acakan. Rambut panjangnya yang tak terurus dengan lingkar mata yang dalam. Kulit putihnya tampak pucat dengan bibir kering yang terluka. Kedua tangannya terikat di sisi tempat tidur. Ia menangis, meraung, tak menyentuh makanan dan semakin menyedihkan. Kadang ketakutan memburunya dan ia mencoba lari dari semuanya. Lari sejauh mungkin, lari sejauh yang ia bisa, namun nyatanya semua kenyataan menutup semua jalannya.
Ia kebingungan, ketakutan, kesepian dan merasa di campakkan. Ia menangis saat menyadari semua hal yang ia miliki telah pergi dan ia tetap berdiri di tempat yang sama. Ia berteriak saat ketakutan datang bagai angin yang mendekap tubuhnya erat. Merasakan sesak dan tak bisa bernapas bebas.
Ia terbelenggu!
Pada kenangan lama dan kenyataan yang baru! Jiwanya seakan tak dapat menerima semuanya. Sejauh ia mencoba, saat melihat dunia dari jendela kacanya, saat melihat sinar mentari masuk, kenangan kematian menyergapnya bagai belati yang menusuk setiap tubuhnya. Udara seakan menjauh dengan kegelapan yang tak bisa ditembus. Lalu saat gelap menyapa dan lampu-lampu mulai menyala, kenangan terburuk itu datang bagai badai salju yang menguburnya hidup-hidup. Saling bergulungan dengan hawa dingin yang menusuk kalbu.
Lampu-lampu itu terlihat sama, terlihat terang namun ternyata menghancurkan dirinya. Bagaikan air yang membeku karena udara salju, lalu meruncing menyisakan jarum-jarum es tajam yang mengoyak setiap ingatannya. Itu tak tertahankan. Ia meronta, ia telah berusaha, namun ikatan salju itu seakan menguat. Menciptakan sulur-sulur panjang bagai tumbuhan berduri yang meremas seluruh tubuhnya, seluruh ingatannya dan seluruh kenangannya.
Ia terluka!
Dalam kenangan dalam yang tak bisa ia lepaskan!
Ia kesepian!
Dengan semua hal kecil yang coba ia pertahankan.
Dan ia ketakutan!
Dalam sentuhan gelap dengan cahaya yang berpendar ringan. Ia membenci semuanya! Dirinya, tubuhnya, kenangannya, dan jalan hidupnya.
"Mati! Aku ingin mati! Aku tak lagi takut mati!"
Teriakan frustasi itu kesekian kalinya terdengar. Tubuhnya bergetar hebat dengan nada ketakutan yang penuh rasa lelah dan benci. Ia merasa kematian jauh lebih baik dari pada menanggung rasa sakit sedalam ini. Ia pernah mati sebelumnya, ia pernah terluka sebelumnya, dan hal itu membuatnya lelah! Lelah dalam hal yang tak berubah!
"Biarkan aku mati! Aku kotor, aku menjijikkan. Aku, lelah...!"
Teriakan histeris terdengar setelahnya. Lalu beberapa dokter masuk dan menyuntikkan obat penenang. Tak jauh dari mereka, Ernest memandang dengan ekspresi sedih. Melihat mata sayu Ellina tertutup. Napasnya kembali teratur. Tangan kurusnya tampak membiru dengan ikatan yang kuat. Semua benda yang di anggap berbahaya di jauhkan. Dan semua yang ada di dalam villa itu menggeleng prihatin.
"Titik jiwanya telah lelah. Aku dapat mengerti, sekuat apa ia mencoba bertahan. Namun kenangan itu seakan membelenggu jiwanya. Ingatannya seakan terikat dan di putar berulang-ulang. Membuatnya ketakutan dan tak menerima semua terapi yang kita berikan,"
Ernest membeku. Tidak, ia tidak mengerti. Hal apa saja yang telah di alami gadis di depannya. Ia tampak kuat karena mencoba bertahan meski akhirnya lebih memilih mati. Tapi ia tak bisa membiarkannya. Ini telah tiga bulan. Meski tak ada perubahan, ia tetap percaya pada pilihannya. Ia dapat melihat setitik harapan di mata Ellina. Dan ia yakin, gadis di depannya akan bangkit jika telah tiba waktunya.
"Ia hanya sedang jalan-jalan. Di antara kenangan dan kesakitannya. Biarkan dia seperti yang dia inginkan. Dia hanya tengah bermimpi buruk dalam jangka tidur yang sangat lama," jawab Ernest yakin. Matanya menyiratkan kesedihan dan harapan.
Bangunlah Berlianku. Bangunlah Cinderella. Lihatlah dunia. Ada banyak pangeran tampan yang menunggu senyummu untuk menenangkan hatinya. Aku akan menjadi Ibu perimu untuk membalaskan semua hal yang telah kau terima. Aku akan menjadi orang yang selalu berdiri di belakangmu untuk mendorongmu menatap dunia. Bangunlah, ciptakan dunia di mana hanya kau yang bisa membuatnya. Dan aku adalah orang pertama yang akan tertawa bahagia. Kau tahu, kemampuanmu terlalu berharga untuk tidak kau gunakan.
***