Typo bertebaran.
Part belum di revisi.
Happy reading!
***
Riak keterkejutan masih terlihat di wajah Ellina. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali untuk mengingat hal yang telah ia dengar. Sedangkan pria di sampingnya telah tertunduk dengan napas memburu. Tak ada lagi kata yang terucap di antara mereka. Keheningan itu terasa mendominasi namun keduanya terlihat tak terganggu.
"Pertunangan,"
Dalam keheningan tiba-tiba suara Kenzie tercetus dengan nada sangat pelan. Hingga Ellina terkejut dan tergagap.
"Y-ya?"
Kenzie menoleh, menatap gadis di sampingnya. "Ayo bertunangan,"
Mendengar itu, Ellina tak hanya terkejut tapi juga terpaku. Tunggu, sebenarnya apa yang di katakannya? Kenapa semua seperti ini?
Masih mencoba untuk mencerna, Kenzie melanjutkan kata-katanya. "Karena kau telah kembali, maka pertunangan kita tetap akan terjadi."
Mendengar kata 'Pertunangan' sekali lagi dari Kenzie, membuat Ellina tertawa tipis. Ia mendongak, menatap mata Kenzie dalam pandangan yang sulit di artikan.
"Aku bukan lagi anak dari keluarga Rexton," katanya, membuat Kenzie menoleh. "Dan perjanjian itu, itu tak berlaku lagi padaku."
Ada jeda beberapa saat yang tak dapat menjelaskan perasaan keduanya. Kenzie menatap dalam Ellina, menuntut penjelasan lebih lanjut. Tapi gadis itu hanya tersenyum acuh tak acuh.
"Lagi pula, bukankah kau akan menikah dengan Adikku? Ah, aku lupa, dia bukan lagi Adikku. Kami orang asing sekarang,"
"Ayo bertunangan,"
Ellina berhenti tertawa dan kembali menatap Kenzie. Tidak, ia tak mengerti apa yang di inginkan pria di sampingnya. Namun ia sadar, pria di sampingnya bukanlah hal yang harus ia miliki. Hingga ia tersenyum pahit dan berujar dengan jelas. "Kenapa aku harus bertunangan denganmu?"
Bagai badai yang tak di undang, tatapan Kenzie mendingin. Wajahnya menggelap dengan sorot mata yang tajam. Ekspresinya membekukan ruangan. Dia menatap gadis di sampingnya dengan seksama. Kau baru saja menolakku! Lagi dan lagi! Awalnya aku ragu, tapi kali ini semua jelas. Kau menolakku!
"Ayo bertunangan," ucap Kenzie lagi. Itu terdengar seperti perintah, bukan ajakan.
Dan Ellina tertawa. Ia merasa bahwa pria di sampingnya benar-benar seperti bukan pria yang selama ini ia kenal. Menggeleng pelan, ia berhenti tertawa dan menjawab. "Aku bukan anak keluarga Rexton yang harus bertunangan denganmu. Dan aku tak ingin bertunangan dengan siapapun. Itu merepotkan," ada nada dingin dalam ucapannya. Meski tanpa sadar karena mengingat wajah ayahnya, itu membuat Kenzie tersenyum sinis dalam hati.
Lagi! Kau benar-benar berani menolakku!
Seperti tembok es yang sengaja di runtuhkan. Menghancurkan dan membekukan hal di sekelilingnya, lalu badai salju datang dengan ombak besar yang tak dapat di kendalikan. Membuat Ellina tersadar saat tatapan Kenzie tak berkedip padanya. Aura dingin dan ekskresi itu. Ia ingat semuanya. Itu adalah ekspresi saat melihatnya terakhir kali. Ekspresi yang tak akan ia lupakan seumur hidup.
"Kenapa? Apa kau pikir aku tak dapat membelimu?"
Mata Ellina terbelalak saat nada dingin itu terlontar. Lengkap dengan ekspresi yang tak berubah. Hatinya terengut dengan ketakutan dan dendam yang perlahan naik ke permukaan. Membeliku? Jadi hanya sebatas itu aku di pikiranmu?
"Aku bisa memberikan lebih dari yang mereka berikan,"
Urat-urat Ellina menonjol dengan kepalan erat di kedua tangannya. Ia terdiam dan mencerna setiap kata-kata dingin yang Kenzie lontarkan. Ia benar-benar tak tahu bahwa dirinya serendah itu di pikiran Kenzie. Benar, ini adalah satu hal yang tak berubah. Dari dulu hingga kehidupan ini, kau tak pernah menganggapku sebagai wanita!
"Oh, apakah kau baru saja ingin mendiskusikan harga?" alih-alih mengelak, Ellina malah tersenyum sinis penuh benci. "Aku takut kau tak akan sanggup untuk memenuhinya,"
Mendengar itu perasaan Kenzie memburuk. "Sebutkan saja, kau akan dapatkan hal yang kau inginkan!"
Ellina menatap kecewa. Ia hanya sebatas itu di pikiran Kenzie. Entah kenapa ia merasa menyesal akan kejadian manis beberapa menit yang lalu. Emosinya mencuat, ia tak pernah di perlakukan buruk selama ini. Tidak, lebih tepatnya, dalam kehidupan ini, ia tak ingin orang menatapnya rendah.
"Takutnya aku tak menginginkan apapun darimu," ujar Ellina setelah terdiam cukup lama. Senyum sinisnya terukir. Benar! Kau sangat cocok dengan Lexsi. Kalian adalah pasangan yang harusnya di inginkan dunia. Mungkin aku benar-benar buta karena menjadi orang yang selalu menatapmu tujuh tahun lalu!
Mendengar itu kilatan marah terlihat di mata Kenzie. Gadis di depannya mengatakan tak menginginkan apapun darinya. Itu melukai perasaannya. Dalam dunia ini, apa yang tak ia miliki? Kekayaan, ketampanan, dan kemewahan. Ia memiliki lebih banyak dari semua pria do kota Z. Tapi gadis di depannya mengatakan bahwa ia tak menginginkan apapun dari yang ia tawarkan. Apakah gadis itu masih waras?
"Berlian, mobil mewah dan rumah megah. Kau hanya harus tinggal satu atap denganku,"
Ellina tertawa mendengar itu semua. Pria di sampingnya tengah mencoba membuat sebuah kesepakatan dengannya. Dengan semua hal yang ia miliki di masa lalu. Tapi pada akhirnya ia berakhir tragis di bawah hewan peliharaannya. Itu benar-benar membuat perasaannya memburuk.
"Aku tak inginkan itu,"
Tepat saat mengucapkan kata itu, sebuah suara nada dering terdengar. Ellina menjawab telepon itu tanpa melihat siapa yang tengah meneleponnya.
"Ada di mana kau sekarang?"
Mendengar suara itu, wajah Ellina langsung terjatuh. Ekspresinya dengan cepat berubah. Dan hal itu tak luput dari pandangan Kenzie.
"Aku dalam perjalanan menuju Villa," jawab Ellina berbohong.
Dan Kenzie tersenyum sinis dalam hati mendengar itu.
"Kau baik-baik saja?"
Ellina tersenyum tipis. "Kau tak perlu khawatir,"
"Kartu barumu akan di antarkan ke Villa satu jam mendatang."
Mendengar itu Ellina tak bisa tak terkejut. Ia lagi-lagi tersenyum manis. "Benarkah?" jawabnya antusias.
"Hm,"
"Tapi aku baru saja membeli sebuah mobil," ucap Ellina yang terdengar sangat manja.
Ada kekehan di ujung seberang sana. "Itu bukan hal besar, kau bisa membeli apapun yang kau mau."
"Apakah kau sudah sampai?"
"Sudah. Aku melihat berita baru-baru ini. Dan tahukah kau? Kau menjadi trending topik hangat di media. Apakah kau baik-baik saja?"
Ellina tertegun namun senyum masih menghiasi wajahnya. "Hmp. Hanya luka ringan. Kapan kau kembali?"
Saat kata itu terucap, ekor mata Kenzie meneliti tubuh Ellina dan terpaku pada sebuah perban di lutut. Tak ada ekspresi di wajahnya, ia hanya melihat bagaimana sikap Ellina sangat manja dan berbanding terbalik jika bersamanya.
"Kenapa? Apakah kau merindukanku?"
Ellina hanya tertawa kecil, di sambut tawa yang sama di ujung telepon sana.
"Aku akan segera kembali. Kurasa itu tak akan lebih dari satu minggu. Baik-baiklah selama aku tak ada. Jangan pernah pergi sendiri, dan jaga kesehatanmu."
"Ernest, aku bukan anak kecil," ucap Ellina pelan. "Kau tak perlu khawatir."
"Baiklah. Aku tak akan menahanmu dengan teleponku lagi. Kau bisa istirahat sekarang,"
Tanpa menjawab, telepon itu telah tertutup. Ellina menatap layar ponselnya dan segera membuka pilihan pesan.
"Ethan, kirimkan mobilku ke alamat ini,"
Di akhiri dengan share lokasi, ia akhirnya menyimpan ponselnya.
"Oh, jadi Tuan Muda dari keluarga E. V.?"
Ellina menoleh saat pertanyaan dingin itu menghujam pendengarannya.
"Berapa banyak yang di berikan padamu?"
Mendengar pertanyaan itu Ellina tertawa sinis. "Oh, aku lupa. Bukankah minggu depan kau akan bertunangan dengan Lexsi? Tapi kau baru saja mengajakku bertunangan. Apakah aku salah mendengar?"
Kilatan marah terlintas jelas di mata Kenzie. Ruangan mobil itu terasa pengap dan panas. Ia meneliti wajah Ellina yang tengah tersenyum. Kau tak akan bisa tersenyum lagi mulai hari ini, esok atau kapanpun tanpa seijinku! Dari awal aku telah memilihmu, dan tak peduli apapun. Kau tak berhak mengatakan tidak pada permintaanku!
"Ah, jadi kau ingin aku sebagai simpananmu?" ucap Ellina dengan satu tangan menutup bibirnya. Ekspresi terkejut yang ia buat-buat terlihat sangat natural. Di iringi senyum tipis, membuat ujung matanya tertarik pelan. "Sayang sekali, tapi aku benar-benar tak tertarik."
Grep!
Dengan gerakan kilat, satu tangan Ellina yang telah berada di bibir telah berada di gengaman Kenzie.
"Ahk," pekik Ellina terkejut sekaligus takut. Ia menatap bola mata Kenzie yang terlihat dingin. Itu sangat jernih, dan dalam. Seperti ia akan tenggelam jika menatapnya lebih lama.
"Apakah kau memang selalu semanis ini jika bersama Ernest? Sudah aku katakan, aku akan memberikan lebih. Tapi kau terus saja menolak!"
Tatapan Ellina yang tak berubah, terpaku pada bola mata Kenzie bagai tersihir. Namun jelas terlihat, ketakutan merayapi hatinya. Tubuhnya mulai gemetar namun rasa benci yang timbul dari setiap perkataan Kenzie yang terlontar membuatnya berujar pelan. "Aku tak inginkan apapun darimu! Kau tak termasuk dalam kehidupanku!"
"Aku tak inginkan apapun darimu! Kau tak termasuk dalam kehidupanku!"
Kata-kata Ellina itu terpatri di benak Kenzie. Aku tak bisa masuk dalam hidupmu! Kenapa? Kenapa mereka bisa sedangkan aku tidak! Kau benar-benar membuat minatku bangkit!
Dalam hitungan kilat, sebuah ciuman panas itu tiba-tiba mendarat di bibir Ellina. Sontak hal itu membuat Ellina bergerak menjauh, namun tangan Kenzie mengerat dan memaksa dengan seluruh tenaganya hingga tubuh mungil itu tak bisa bergerak. Ia terus mencoba memasukkan lidahnya. Tak peduli apapun, amarahnya telah memuncak. Harga dirinya terluka karena ini baru pertama kalinya ia merasa di tolak. Dan sampai kapanpun ia tak terima itu semua.