webnovel

My Twins Lovers

Ice Preechaya Waismay, si gadis pengarang cerita profesional, seorang secret admirer yang ga pernah dianggap oleh Sea Grissham Aidyn, pria berkharisma yang berprestasi di sekolahnya. Sampai suatu saat Ice menerima beasiswa ke Korea dan ia bertemu dengan Aldrich Liflous Moonglade, pria dengan wajah yang sama persis dengan Sea. Dan saat saat di Korea inilah sosok secret admirer yang dulu menghilang. Ice menjalankan hari harinya bersama Aldrich. Tapi, cerita belum berakhir sampai disini. Karena, Sea dan Aldrich, satupun tak ada yang tahu jika mereka memiliki saudara kembar, eh.. kembar? Yakin kembar? Muka sama bukan berarti kembar, kan? Penasaran? Baca dulu dong, kalian yang suka romance dengan baper bapernya wajib baca. Eh, tapi kalo kalian gamau baca, its okay

Leenymk · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
30 Chs

21. Kenyataan yang Pahit

Aldrich menggerakkan tangannya dan memegang tangan Ice "Makasih Ice, lo satu satunya penyemangat gue, moodbooster gue" Aldrich tersenyum tipis.

Ice bisa sedikit lebih tenang bisa melihat pria didepannya bisa tersenyum.

~~~

Aldrich berjalan ke depan kamar Diana, ia hanya ingin mengambil barangnya yang tadi ibunya pinjam.

Saat Aldrich akan mengetuk pintu,

"Pa, terus ini gimana? Mama takut nanti Aldrich tau, kalo dia tau, dia pasti ninggalin kita pa." Terdengar suara Diana sedang berbicara dalam telepon dengan seseorang yang Aldrich tebak adalah ayahnya.

Aldrich tak jadi mengetuk pintu, ia malah menguping karena ia yakin ini pasti tentang dia.

"Iya, mama ngerti, tapi bagaimanapun kita ga boleh biar Aldrich tau kalo kita bukan orang tua nya dia" lanjut Diana.

Deg.

Badan Aldrich seketika lemas, ia menatap kosong didepannya, akhirnya yang ia takuti juga terjadi, ia bukan anak orang yang selama ini ia panggil ibu dan ayah.

"Iya pa, kalo gitu segini aja dulu, mama juga mau tidur" kata Diana yang kemudian memutuskan sambungannya.

Aldrich tak jadi mengetuk pintu, ia membalikkan badannya kearah semula dan kembali ke kamarnya. Ia syok, tak ingin bertemu siapapun di saat suasana hatinya menjadi seperti ini.

Aldrich duduk diatas kasurnya dan memeluk kedua lututnya, ia kemudian menunduk dan menyembunyikan wajahnya dibalik kakinya yang ditekuk.

"Iya, mama ngerti, tapi bagaimanapun kita ga boleh biar Aldrich tau kalo kita bukan orang tua nya dia"

Perkataan Diana terus saja menghantui benaknya saat ini, ia berusaha melupakan, melupakan semua yang baru saja ia dengar.

Aldrich memegang kepalanya pusing, ia mengacak rambutnya sendiri. Ia merasa sangat hancur saat ini.

Ia ingin menangis, tapi ia tak ingin terlihat lemah dengan setetes air mata, ia harus kuat, ia harus kuat menghadapi semua ini, karena jika ia berhenti sampai disini, kebenaran tentang identitasnya juga tak akan terungkap.

"Oke, gue harus kuat, kuat ngadepin semua" kata Aldrich menatap tajam tembok didepannya.

~~~

"Selamat pagi tante" Ice tersenyum menyapa Diana yang baru saja keluar dari kamar, pagi ini Ice sama sekali belum melihat Aldrich, kejadian langka bila Aldrich lebih siang bangun daripada Ice.

"Pagi" sapa balik Diana.

"Ald belum bangun ya?" Tanya Diana.

"Belum tan" Ice tersenyum. "Tumben aja dia belum bangun, biasanya dia duluan, hehe" Ice terkekeh canggung sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Hmm, mungkin dia capek" Diana sedikit tertawa yang hanya dibalas oleh senyuman Ice.

Klek

Pintu kamar Aldrich terbuka bersamaan dengan keluarnya Aldrich yang terlihat baru bangun dari kamar. Ice dan Diana seketika menoleh ke arah Aldrich.

"Kamu kok tumben telat banget bangunnya Ald?" Tanya Diana.

Aldrich setengah terkekeh "Iya ma, kemarin malem banget Ald tidur, hehe" Aldrich tersenyum, senyuman yang sangat ringan, seperti kemarin ia tak mendengar apapun, seperti tak pernah terjadi apapun.

"Ini aja masih ngantuk" lanjut Aldrich tersenyum. Diana hanya menggeleng gelengkan kepalanya.

"Mama mau ke pasar dulu ya.." kata Diana.

"Iyaa ma" kata Aldrich membalas.

"Eh ma, nanti mama sampai rumah Ald mau ngomong sesuatu sama mama" kata Aldrich.

"Iya" ibunya pun pergi.

"Dari gue kenal lo, ga pernah lo bangun sesiang ini Ald" Ice sedikit terkekeh yang hanya dibalas dengan senyuman Aldrich.

"Pulang dari rumah ibu gue, lo mau kemana?" Tanya Aldrich.

"Ya kemana? Palingan diem di asrama aja"

"Ga ada rencana kemana gitu?"

"Lo lama lama bisa ke korea, bisa aja satu kali seumur hidup, masa lo cuma mau nikmatin waktu lo di asrama korea yang ga ada apa apanya?" Tanya Aldrich.

"Sebenernya ada satu hal sih yang gue pengen lakuin pas kesini" Ice tersenyum tipis menatap Aldrich.

"Apa?"

Ice masih tersenyum.

"Lo mau senyum kesini?" Tanya Aldrich pada akhirnya.

Ice terkekeh mendengar kata Aldrich, "gue pengen nonton konser bts, lo beesedia nemenin gue ga?" Ice tersenyum sambil memasang puppy eyes nya.

"Ha? Nyesel gue nanyain lo"

"Hahaha, lo yang ngomong lho" Ice terkekeh.

"Nonton konser, mahal, gelap, berhimpitan banyak orang, ramai, panes, belum lagi kalo ada orang sakit dan gue ketularan, banyak masalah, lo gausa nonton nonton gitu, mending lo nonton gue aja dirumah, lebih irit."

"Ck, lo ga pernah ngefans sama orang, lo ga bakal ngerti rasanya" balas Ice memancungkan bibirnya.

"Emang apa rasanya? Kagum sama kegantengan orang?"

"Ih, lo tau gak, menurut penelitian ngungkapin kalo liat orang ganteng tuh bisa ningkatin memori otak juga bikin otak fresh"

"Gue aja liat, gue uda ganteng bahkan ngelebihin oppa oppa lo" Jawab Aldrich cuek.

"Geer"

"Gue liat nanti, kalo gue ga lagi males sama niat, nanti gue ngajak lo nonton." Kata Aldrich.

"Hm? Seriusan?" Mata Ice sudah berbinar binar.

Aldrich sedikit mengangguk.

"Yeyyyyy" Ice sangat gembira, pada akhirnya hal yang selama ini menjadi mimpinya akan terwujud di beberapa hari kemudian.

Aldrich menatap kosong Ice, ia sama sekali tidak ikut bahagia dengan Ice, ia hanya memikirkan hal yang kemarin ia dengar saja.

"Ice" panggil Aldrich, tatapannya masih kosong setelah merenungkan sesuatu.

"Iya?"

"Lo pernah ngerasa bingung ga? Bingung dengan perasaan lo sendiri? Sedih, tapi ga bisa nangis, lelah, tapi ga pengen berhenti" Tanya Aldrich serius.

Ice bingung dengan pertanyaan Aldrich, mengapa tiba tiba pria itu menanyakan hal seperti ini padanya? Pasti ada sesuatu yang dipendam pria ini.

"Ada yang mau lo ceritain?" Tanya Ice menatap Aldrich.

Aldrich memejamkan matanya lalu menghembuskan nafasnya kemudian membuka lagi matanya.

"Kemarin gue ga sengaja denger ibu sama ayah gue ngomong lewat telepon. Ibu gue bilang sama ayah gue kalo ga boleh biar gue tau kalo gue bukan anak mereka." Kata Aldrich kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Gue gatau Ice, gue gatau gue harus sedih atau bahagia? Sedih karena ga disayang orang tua nyata gue atau bahagia karena masih ada orang yang memerlukan dan sayang sama gue kayak orang tua gue yang sekarang"

"Terus yang lo bilang, lelah tapi ga pengen berhenti tuh apa?" Tanya Ice.

"Lelah ngadepin semua nya ni, tapi gue masih pengen nyari tau tentang orang tua asli gue dan gue yakin nantinya gue bisa lebih lelah daripada ini." Jawab Aldrich.

"Oke, gue ngerti, ini semua baru permulaan Ald, perjalanan lo masih jauh.. kalo niat lo bener bener ada buat nyari orang tua asli lo, gue bakal ngedukung lo dan gue bakal bantuin lo, karena gue yakin, semua ini pasti berhubungan sama Sea.." kata Ice.

"Sama gue mau bilangin lo... jangan dulu berkecil hati tentang orang tua asli lo, bisa aja mereka punya alasan pribadi mereka, jangan mutusin sesuatu semudah ini" lanjut Ice.

"Alasan pribadi? Alasan sepenting apa sampe bisa ngebuang anaknya sendiri?"

"Ald, lo ga dibuang, buktinya ini lo punya rumah semewah ini, punya uang, mobil, tinggal didesa seindah ini"

"G-gue ga ngerti Ice, tapi gue rasa gue ga diperluin banget dari gue lahir, bahkan orang tua gue aja ninggalin gue" balas Aldrich.

"Gue kan uda bilang, jangan dulu negatif thinking" lanjut Ice.

"Yauda, gue percaya sama lo, lo uda janji mau bantuin gue nyari orang tua gue" kata Aldrich.

"Lo uda yakin mau nerima semua kenyataan pahit yang mungkin aja muncul saat lo tau semua kenyataan? Kalo yakin mau nerima semuanya, gue juga dengan senang hati ngebantu lo"

"Yakin, jadi lo uda janji ya?"

"Hm" Ice menaik turunkan alisnya dan tersenyum kemudian mengangguk yang juga dibalas dengan senyuman Aldrich.

Aldrich mengeluarkan kelingkingnya di depan Ice, Ice pun mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Aldrich.

"Janji?" Tanya Aldrich.

"Janji bakal bantuin lo sampai akhir" kata Ice. Mereka berdua tersenyum.

~~~