Pak Sumi berpikir lagi. Untuk kesekian kalinya, hampir saja Ia dapat mencapai titik terang, namun takdir berkata lain. Waktu setengah jam Pak Sumi habis dan telepon genggam yang dibawanya berdering. Itu adalah telepon dari Pak Warno.
Pak Sumi yang ingin mengunjungi taman pun sempat mengurungkan niatnya, namun itu urung lantaran Pak Warno menanyakan lokasi Pak Sumi. Pak Sumi langsung berkata jika dia ada di taman Dekat apartemen Deni. Pak Warno berkata dia akan tiba disana dalam beberapa menit, dan Pak Sumi disuruh menunggu disana sampai dia datang.
Pak Sumi langsung menuju ke Taman. Di bangku taman Pak Sumi kini duduk. Awan yang menutup panasnya sinar surya berkombinasi dengan angin sepoi-sepoi membuat Pak Sumi tidak sendiri di taman kota itu. Banyak orang yang sedang menikmati taman tersebut. Pak Sumi duduk termenung di kursi pojok taman itu, memikirkan lagi semua petunjuk yang terkumpul hingga saat ini.
Beberapa menit kemudian Pak Warno datang. Kemudian Mereka bertiga (bersama Bang Ova) langsung menuju ke bandara. Sepanjang jalan Pak Sumi lebih diam daripada biasanya, lebih banyak minum air putih (yang disiapkan Ova di dalam mobil) karena keringat yang terus bercucuran bahkan disaat AC mobil menyala.
Pak Warno tahu gelagat teman sejawatnya itu. Jika Sumi diam, itu tanda dirinya sedang berpikir keras. Maka Pak Warno tidak berkata apa-apa dan mendiamkannya. Akhirnya mereka sampai di Bandara pada terminal keberangkatan 2B.
Pak Warno berterima kasih kepada bang Ova. Lain halnya dengan Pak Warno, Bang Ova berkata,
"Dengan ini impas utang budi ku, pak."
"Ah jangan pikirkan hal itu. Tapi meski begitu persaudaraan akan tetap berjalan, jadi jangan sungkan-sungkan." Timbal Pak Warno sambil menjabat tangan Bang Ova.
"Kalau begitu, bagaimana dengan Rani?" Kata Bang Ova tanpa basa-basi.
"Ahaha kalau itu, itu diluar kemampuanku. Tanyakan saja pada anak itu sendiri. Tapi maaf, Anakku itu sudah akan bertunangan kau tahu." Kata Pak Warno.
Bang Ova adalah mantan Rani, anak Pak Warno. Kisah cintanya kandas, Dia kalah oleh pria kurus kerontang yang bernama Quora. Kenyataannya komitmen LDR Bang Ova dan Rani kalah dengan seseorang yang terus ada di dekat Rani.
"Tunangan ya. Ku harap wanita itu akan menemukan kebahagiaannya sendiri." Kata Bang Ova, Dia berhenti sejenak.
"Meskipun itu bukan denganku." lanjutnya.
Lalu Bang Ova masuk ke dalam mobil. Pintu mobil ditutup, dan kaca depan diturunkan.
"Tapi Pak Warno, Sebelum janur kuning melengkung masih sah untuk menikung ahahaha." tambahnya.
"Hei!" Kata Pak Warno.
"Becanda. Biar Dia bahagia, lagi pula tunanganku dari tadi sudah menungguku di terminal 1A, Assalamualaikum." Kata Bang Ova Lalu dia berlalu.
Mereka (Pak Sumi dan Pak Warno) menjawab salamnya. Pak Warno tertawa mendengarnya, sedangkan Pak Sumi bisa tersenyum dan bisa lebih rileks.
Pesawat dari Malaysia ke Indonesia ternyata terlambat (1) untuk waktu yang belum bisa ditentukan karena cuaca buruk. Pak Warno mulai melakukan pembicaraan serius dengan Pak Sumi. Dia menanyakan hasil dari dua jam di Apartemen. Lalu Pak Sumi menjelaskan semuanya. Dari hal kecil mulai kondisi kamar apartemen, analisis Pak Sumi tentang lokasi dan bangunan apartemen itu, dan sekitarnya.
Dahi Pak Warno berkerut, orang tua itu memejamkan mata dan meminum air mineral botol yang dibawanya. Kemudian Dia hanya mengangguk-anggukkan kepala. Lalu saat giliran Pak Sumi akan menanyakan hal yang sama kepada Pak Warno, pesawat telah datang. Mereka lalu beranjak meninggalkan bandara.
Saat selesai melaporkannya ke Pak Warno, didalam pikiran Pak Sumi, tanpa alasan yang jelas, dia sangat yakin jika ia harus menelepon Bu Rati atau Quora untuk menjenguk serta membawa Lili dan Marie pergi dari rumah. Namun, masih ragu Pak Sumi lakukan karena dia masih membutuhkan satu potongan lagi. Satu potongan puzzle lagi, yang akan membuat gamblang gambar sebuah puzzle yang ada dipikirannya.
Mereka masuk ke dalam pesawat. Duduk didalam pesawat di bangku eksekutif. Hal pertama yang dilakukan Pak Sumi adalah menanyakan kepada pramugari disana tentang tambahan kresek (2) hitam. Angan Pak Sumi akan keluarganya sesaat yang lalu buyar karena ketakutan akan mabuk udara.
"Para penumpang yang terhormat, selamat datang di penerbangan Garuda Indonesia dengan tujuan..." Kata salah seorang pramugari berkata.
Pengalaman Pak Sumi saat keberangkatan pertama membuat dia menjadi lebih paranoid dari biasanya. Seperti rubah berbulu domba, Pak Warno malah menertawakan tingkah Pak Sumi.
Saat lepas landas, Orang berkepala plontos itu memuntahkan semuanya. Ketika drama keberangkatan pesawat tlah usai, Pak Sumi mulai menanyakan hasil penyelidikan Pak Warno. Lalu Pak Warno menceritakannya.
Saat berpisah dari Pak Sumi, Pak Warno langsung mendapatkan 'keuntungan dari relasi'. Ia mendapatkan akses beberapa data di kantor kepolisian, mengingat posisi yang cukup tinggi dari Bang Ova serta hutang budinya kepada Pak Warno.
Dengan cepat Pak Warno memeriksa seluruh data yang ada. Dia mendapati berkas tentang data orang yang terdaftar sebagai penduduk tidak tetap (melalui data paspor) per bulan ini. Tak butuh waktu lama Pak Warno berhasil menemukan Deni. Lalu ia mengakses komputer Ova. Pak Warno ditinggalkan sendirian di ruang kerja Ova, karena Bang Ova sedang mengikuti rapat bersama pimpinannya.
Kemudian Pak Warno menemukan berkas lengkap tentang Deni saat ia berada di Malaysia. Didapati ada 'lampiran X-1i' yaitu salinan surat keputusan dari pihak kampus yang isinya tentang mahasiswa luar negeri yang di 'drop out', disitu ada nama Deni.
Deni bulan lalu terkena Drop Out dari kuliahnya. Hal itu bertepatan dengan satu bulan sebelum tanggal keberangkatan mereka Pak Warno dan Pak Sumi ke Malaysia. Kemudian Pak Warno juga menemukan lampiran Y-1a yang berisi surat kontrak bermeterai. Adapun kontrak yang dimaksud adalah kontrak kerja di salah satu restoran keluarga.
Setelah itu Pak Warno mencoba untuk mencari tahu siapa orang yang bernama Cahya bin Romiah. Namun tidak ada data didalam komputer Ova yang menunjukkan nama tersebut.
Ketika Ova kembali ke ruangannya, Pak Warno bertanya dimana letak ruang penyimpanan berkas. Ova berkilah dan tidak memberitahukannya. Tapi Pak Warno berkata jika Ia memberitahu yang satu ini, Ova tidak akan punya hutang budi lagi kepadanya. Ova tidak punya pilihan selain menuruti orang yang telah memasukkannya kedalam kepolisian di Indonesia dan memberinya persetujuan rekomendasi untuk sekolah lanjutan kepolisian di Malaysia. Hal itulah yang akhirnya membuat Ova bisa berkarir di Malaysia saat ini.
Lalu Mereka masuk ke dalam ruangan yang besar. Banyak arsip disana yang belum ter-komputerisasi. Pak Warno harus memilah satu demi satu berkas dan arsip disana. Akhirnya ketemu.
Namun, Pak Warno sangat kecewa karena ternyata dia (Cahya) adalah seorang yang sangat miskin. Dia tinggal sangat jauh dari lokasi apartemen, dia masuk ke dalam kategori no-data. Ada tiga jenis penduduk yang masuk kategori ini. Keempat hal itu adalah golongan orang yang sangat kecil kemungkinannya untuk melakukan tindak pidana; orang yang sangat miskin; seorang gelandangan; warga negara yang hampir tidak mempunyai catatan apa pun meskipun itu hanya sebuah akta kelahiran.
Saat mendengarkan laporan (baca: cerita) Pak Warno, orang tua itu (Pak Sumi) yang awalnya makan makanan katering dengan lahap, lambat laun melambatkan makannya. Pak Sumi kini berkeringat dingin. Pak Warno masih tetap bercerita.
Karena Gugup, Pak Sumi mendorong meja makannya kedepan, dan berdiri. Membuat nampan dan piring-piringnya jatuh. Secara tidak sengaja Pak Sumi membuat keributan di dalam pesawat yang sedang terbang. Pak Warno kaget, begitu pula dengan seluruh penumpang lainnya.
Saking gugupnya, Pak Sumi sampai kesulitan bernafas, sesenggukan dan tersengal-sengal. Lalu Pak Sumi memejamkan matanya dan beristigfar (3) berusaha menenangkan pikirannya sendiri. Berkali-kali Pak Warno bertanya apa yang terjadi, berkali-kali pula dia tidak diacuhkan. Sampai seorang pramugari menghampiri mereka berdua.
Pak Sumi dengan cepat mengambil ponselnya yang berada di tas ransel yang berada tempat penyimpanan di atas, mematikan mode pesawat dan melakukan panggilan langsung, meskipun saat ini ada seorang pramugari di samping mereka. Tentu pramugari itu menegur mereka. Namun Pak Sumi tak acuh.
Pak Warno bingung dengan tingkah teman botaknya itu. Meski bingung, Dia yakin jika Pak Sumi melakukan hal ini dengan suatu alasan yang kuat.
Pak Sumi berusaha menelepon Bu Rati. Namun ternyata ponsel istrinya tidak aktif. Kemudian ia (Sumi) menjauhkan ponselnya dari telinga dan mencari kontak Quora. Tiba-tiba datang seorang pramugara menghampiri mereka. Pramugara itu berkata jika beberapa menit lagi pesawat akan mendarat, dan akan sangat berbahaya jika Pak Sumi tetap menggunakan telepon saat ini, karena akan mengganggu sinyal dari menara ATC (4).
Pak Sumi bergeming, dan tetap menelepon Quora. HP Quora juga dalam keadaan mati. Pilihan terakhir, Pak Sumi menelepon telepon rumah. Tindakan tak acuh Pak Sumi, membuat pramugara itu memanggil co-pilot untuk turun tangan.
"Halo-halo!" kata Pak Sumi. Telepon sudah tersambung. Pak Sumi bermaksud menelepon Lili.
"Ini Pak Sumi?" Kata seseorang yang ada di telepon.
Suara di telepon adalah suara seorang laki-laki.
"Halo! Deni! hentikan sekarang juga!" Kata Pak Sumi berteriak, seolah sudah tahu jika itu Deni.
Pak Warno terkejut. Pak Warno memerintahkan untuk merekam dan mengeraskan suara telepon. Pak Sumi melakukannya.
"Sayangnya kalian terlambat. Mereka sudah mati." Kata Deni di telepon.
"Lalu aku juga akan memakan ketela ini. (terdengar suara ia memakan sesuatu.)" lanjut Deni.
Co-pilot datang dan memohon kepada semua yang ada di pesawat untuk memakai sabuk pengaman dan duduk. Pak Sumi duduk, namun tetap tidak mematikan teleponnya.
"Deni, kenapa kau ada di rumah Pak Sumi?" Kata Pak Warno.
"Untuk membunuh Lili tentu saja, tapi sebentar." Kata Deni.
Deni meninggalkan telepon.
Guncangan pesawat lebih keras karena sikap Pak Sumi yang menyalakan telepon. Lagi-lagi Pak Sumi ingin muntah. Tapi dia tidak muntahkan.
(kresek-kresek) suara telepon menandakan ada orang disana tapi tidak berucap.
"...A'ah. (Ayah)" kata seorang anak kecil.
Itu adalah suara Marie.
"Marie!! Deni hentikan itu! bawa Marie kembali ke kamarnya. dia butuh-"
"Aa...ayah, i..i... a..tii, (ayah, lili mati)" Kata Marie lirih.
Lalu telepon terputus. Entah karena diputus secara se-pihak oleh Deni, atau karena jaringan telepon, tepat pada saat itu pesawat sedang proses pendaratan. Emosi dan pikiran Pak Sumi sangat tidak stabil saat ini. Pak Warno mencoba menenangkan Pak Sumi.
*Dak, Suara kepala yang terbentur badan pesawat diatas. Pak Sumi tidak menggunakan sabuk pengamannya, kepalanya terbentur badan pesawat yang saat itu mengalami guncangan. Lalu Pak Sumi pingsan.
(1) Istilah populer: Delay.
(2) Kresek: kantong plastik hitam.
(3) Istighfar: ndakan meminta maaf atau memohon keampunan kepada Allah yang dilakukan oleh umat Islam; dalam konteks Pak Sumi, Dia melakukannya untuk menenangkan dirinya.
(4) Air Traffic Controller, menara pemandu lintas udara.